Senin, 20 Mei 2024

Breaking News

  • Pemprov Riau Gelar Upacara Peringatan Harkitnas Tahun 2024 di Halaman Kantor Gubri   ●   
  • Silaturahmi dengan Masyarakat Lorong Pisang, Nazaruddin Nasir : Saya Maju karena Ingin Melihat Kampung Kita Maju   ●   
  • PKKEI: Majelis Hakim Diharap Memahami dengan Benar Kasus LNG Terdakwa Karen Agustiawan Secara Utuh   ●   
  • Ini Daftar Sahabat Pengadilan di Sidang Korupsi Mantan Dirut Karen Agustiawan   ●   
  • 3 Tahun Kepemimpinan Rektor: Sportivitas Persaudaraan Menuju UIN Suska Terbilang dan Gemilang   ●   
Hentikan Renggutan Daratan di Pulau Topang: Bersama-sama Menyelamatkan Pulau yang Peduli Abrasi
Kamis 25 Januari 2024, 07:53 WIB
Pelabuhan Desa Topang

Meranti, berazamcom - Fenomena abrasi di Pulau Topang tampak semakin hari semakin memprihatinkan, bagaimana tidak? Diketahui abrasi sudah mulai mengikis Pulau Topang sejak tahun 1987 hingga 2021 (selama 33 tahun) sudah menghayutkan dan menenggelamkan daratan Pulau Topang lebih dari 10 kilometer persegi.

 Hal ini tercatat berdasarkan perhitungan Citra Satelit dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kepulauan Meranti dengan detail Pulau Topang, Kecamatan Rangsang.

 Desa Topang panjang wilayah terdampak atau panjang garis pantai wilayah terkena abrasi 3.061,00 meter; panjang kearah daratan abrasi 376,00 meter; laju panjang abrasi 11,34 meter per tahun; luas daratan yang terabrasi 330,16 hektare; laju luas abrasi 9,95 hektare per tahun.
Sedangkan berdasarkan pantauan Kepala Desa Topang, Syamsuharto hingga kini Desa Topang masih mengalami abrasi dan sudah kehilangan pulau lebih kurang dalam 2 kilometer panjangnya dengan gempuran ombak dari Selat Melaka maka Pulau Topang Abrasi setiap tahunnya hampir 5 meter persegi.

Abrasi pantai merupakan suatu fenomena alam yang mengikis permukaan daratan oleh ombak atau gelombang serta pasang surut air laut yang sifatnya merusak. Abrasi pantai juga dikenal dengan sebutan erosi pantai yakni kerusakan garis pantai akibat abrasi ini disinyalir oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut.

Topang adalah sebuah Pulau, dengan luas wilayah 29,13 kilometer persegi dikelilingi oleh laut. Secara geografis Pulau Topang berbatasan langsung dengan bagian Utara Tanjung Samak, bagian Selatan dengan Serapung Kabupaten Kepulauan Pelalawan, bagian Barat dengan Tanjungsari Kecamatan Tebing Tinggi Timur dan bagian Timur dengan Sawang Karimun Provinsi Kepulauan Riau.

Jadi Pulau Topang adalah sebuah Pulau tersendiri dengan satu Desa dan abrasinya menghentam dari sisi kanan, kiri, depan, belakang dihantam oleh ombak pantai. Berdasarkan data Desa Pulau Topang memiliki 730 Kartu Keluarga (KK), laki-laki sebanyak 1087 jiwa dan perempuan sebanyak 1214 jiwa, dengan total penduduk Desa Topang 2301 jiwa. Adapun mata pencaharian masyarakat Desa Topang yakni Bertani dan Nelayan, mayoritas masyarakatnya bertani.


Menanggapi fenomena ini, meskipun daratan Pulau Topang hampir habis ditelan laut karena abrasi faktanya perhatian pemerintah dalam menanggulangi abrasi ini masih sangat minim terlihat. Minimnya perhatian pemerintah dalam menanggulangi abrasi ini banyak menimbulkan dampak, seperti awal abrasi hingga sekarang hanya ada sekali penanaman hutan Bakau dengan luas lebih kurang 50 hektare di Pulau Topang yakni pada tahun 2007 silam, padahal hutan Bakau memiliki berfungsi penting sebagai filter bagi persawahan padi yang luasnya 250 hektare di Pulau Topang. Jika hal ini tidak dilanjutkan atau ditanggulangi maka dikhawatirkan akan merusak persawahan itu sendiri karena lokasinya yang tidak jauh dari pantai sebagaimana yang disampaikan pak Syamsuharto.

“Persawahan padi ini dibuka pada tahun 2011, ketika itu ada bantuan CSP dari pemerintahan pusat. Persawahan padi ini saya buka karena melihat dibawah tahun 2011 seluruh masyarakat Topang hampir 95% itu berladang di Pulau Penyalai, Pulau Mendul. Jadi terbuka hati saya membuka lahan ini untuk dijadikan sawah padi. Alhamdulillah dengan izin Allah SWT terbukalah lahan padi sekitar 250 hektare. Mulai tahun 2012 hingga sekarang sawah padi ini sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan Desa Topang. Jadi ini tidak terlepas dari dukungan seluruh masyarakat Desa Topang terutama Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti sampai Provinsi maupun Pusat. Ini perlu kita pertahankan untuk menjadikan ikon Topang persawahan padi. Sawah padi desa Topang ini tidak jauh dari pantai yakni jarak 100 meter dari pantai. Dikelilingi oleh hutan bakau sebagai filter untuk Desa Topang. Jadi kami berharap dengan jarak yang dekat ada yang 100 meter ada yang 50 meter ini sangat khawatir sekali terjadi tanggul yang kita bikin jebol. Dibutuhkan hari ini oleh masyarakat Topang tanggul dan pemecah ombak terutama pemecah ombak karena mengapa ini harus dibangun supaya tepi-tepi pantai itu tidak lagi digeburan ombak karena bakau yang bertahan selama ini pun karena benturan ombak jadi jatuh kelaut.” jelas Kepala Desa Topang tersebut.
      

“Jadi harapan kami pemerintah pusat agar dapat merealisasikan pemecah ombak supaya ketahanan pangan Desa Topang berupa lahan padi 250 hektare ini bisa dipertahankan dan bisa memenuhi kebutuhan Topang. Pada saat ini alhamdulillah lahan padi yang seluas ini untuk kebutuhan pangan Desa Topang terpenuhi. Adapun jalan masuk ke sini masih becek dan masih tanah, ini juga menghambat bagi masyarakat untuk menanam padi di kala musim hujan, tentu melalui dinas Pertanian kami mohon bantuan semenisasi jalan walaupun kecil, setapak untuk memudahkan masyarakat desa Topang menanam padi di ujung-ujung lahan seperti itu, karena dikala musim hujan mereka tidak bisa lewat langsung ke lokasi persawahan mereka. Pada dinas pertanian kabupaten, provinsi, baik kementerian mohon dibantu yang bisa untuk Desa Topang. Ini lahan persawahan padi namanya “Gapok Tani Makmur” dan disinilah masyarakat bertumpu kehidupannya tergantung kepada lahan persawahan padi ini. Mudah-mudahan keluh kesah dari masyarakat Desa Topang tersentuh hatinya untuk membangun Desa Topang. Saya kepala Desa tidak kuat membangun desa dengan kemampuan saya sendiri, mudah-mudahan bisa bersinergi dalam mebangun Desa Topang ini.” tambahnya.

Hal ini sangat memprihatinkan bagi persawahan padi yang menjadi mata pencaharian sekaligus pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat Pulau Topang. Sampai kini belum ada batu pemecah ombak hanya ada hutan bakau dan tanggul yang dibangun di beberapa titik namun belum merata. Hal ini diperkuat dengan statement Kepala Bidang (Kabid) Lingkungan Hidup Kabupaten (LHK) Kepulauan Meranti,  Dewi Atmidilla, S.T., M.M.

“Sebenarnya tahun lalu dan tahun ini terus terang kita tidak ada penganggaran untuk penanganan abrasi di sana. Cuma memang saya di beberapa hari yang lalu karena masuk evaluasi program kinerja tahun lalu dan menyusun program kerja di tahun ini, kita memang akan melakukan penanaman mangrove disana, artinya program ini adalah program tanpa biaya dari pemerintah daerah (pemda). Program ini kami usung, kami akan merangkul beberapa perusahaan swasta yang ada disini dan melibatkan insya Allah melibatkan pelajar. Dan mungkin program kegiatan ini akan kami lakukan di bulan juni setelah lebaran.”jelasnya.

Kurangnya anggaran Kabupaten akan penanganan abrasi tersebut, hal ini sejalan dengan Plt Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti, AKBP (Purn.) H. Asmar yang menyampaikan sudah banyak yang dilakukan oleh pusat ada beberapa desa sudah dipasang pemecah gelombang. " Jadi kalau misalnya untuk di Topang kita sudah usulkan cuma tidak bisa sekaligus tidak bisa seluruh itu dananya besar bukan kecil. Jadi dana itu besar, itupun tidak bisa sepanjang 1 kilo paling tinggi 500-600 meter. 2023 ada 2 atau 3 lokasi yang sudah mereka pasang namun tidak termasuk Desa Topang," beber Asmar.

Dia menambahkan pihaknya akan melakukan pendekatan kepada pemerintah pusat untuk mengatasi abrasi ini. "Nanti kita caranya berkala-bertahap mintanya ke pusat, tapi kita tetap koordinasi dengan Dinas Sumber Daya Alam (SDA) Provinsi Riau” jelasnya.

Mirisnya dampak abrasi ini mengiris hati masyarakat hingga memicu kekhawatiran yang mendalam bagi warga Pulau Topang, Istiani.

“Ketika saya melihat berada di tempat lokasi itu merasa takut, bayangkan bagaimana ini berlanjutan sehingga pulau yang memang seadanya kecil, dengan adanya abrasi semakin kecil, terus tentunya kehidupan masyarakat nggak nyaman. Yang pasti takut terjadi harta mereka yang didaerah abrasi tentu akan terbawa air, otomatis sumber pendapatan mereka jadi kecil terus otomatis air laut akan lebih cepat naik ke darat lagi, kedarat lagi.” cerita istiani.


Lebih jauh lagi dampak abrasi ini dalam sektor kelautan, dimana ekosistem kehidupan laut yang ada di hutan bakau terancam hilang sehingga berdampak kepada hasil tangkapan nelayan setempat.

 Sebagaimana yang di prediksi oleh Plt Kadis Perikanan dan Kelautan kabupaten kepulauan meranti, Said Amri, S.Sos.

“Dampak abrasi bagi sektor perikanan yaitu salah satunya karena hilangnya ekosistem hutan mangrove yang berfungsi sebagai penahan pesisir dari abrasi dan tempat hidup dan berkembang biaknya biota laut seperti ikan yang ditangkap nelayan setempat. Abrasi dan hilangnya hutan mangrove itu mempengaruhi jumlah tangkapan ikan nelayan setempat yang semakin menurun tiap tahunnya. Dan terkait itu adanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2018 tentang pengelolaan sumberdaya nasional untuk pertahanan negara membuat inilah dinas perikanan dan kelautan kepulauan meranti memberikan alternatif kepada nelayan untuk menjadikan budidaya ikan pantai kalau bisa itu ya disepanjang pulau itu untuk pembibitan ikan.” jelasnya.

Perhatian lain terhadap abrasi ini tampak dari kurangnya kesadaran sebagian masyarakat dengan menebang secara liar atau ilegal dibawah pengawasan Kepala Desa. Meskipun kepala Desa telah berupaya menjaga dan melestarikan hutan bakau tersebut namun ilegalogin masih tampak ada.

“Kenapa terjadinya abrasi itu karena tidak ada tanaman bakau atau tanggul pantai di daerah yang mungkin bisa berdampak terjadinya makin kuat abrasi di setiap tahunnya jadi maka dari itu kami berpesan kepada masyarakat untuk menjaga hutan-hutan pesisir yang seperti mangrove itu agar jangan ditebang, karena untuk perkembangbiakan biota laut, karena kalau mangrove itu semakin ditebang liar otomatis pesisir pantai atau pulau itu makin tiap tahunnya pasti akan tergerus oleh abrasi pantai jadi mengakibatkan hasil tangkapan para nelayan pasti sangat berkurang tiap tahunnya. Mungkin itu dari sektor perikanan dampak negatif bagi para nelayan kita atau pelaku usaha perikanan.” tambah Said Amri.

Dalam sektor kesehatan memang tidak ada dampak signifikan, namun sampai saat ini kebiasaan masyarakat yang masih menggunakan MCK di tepi laut. Otomatis air laut telah tercemar oleh kotoran dan terkontraminasi dengan masyarakat setempat. Sebagaimana disampaikan oleh Kadis kesehatan kabupaten kepulauan meranti, Muhammad Fahri  S.K.M.

“Belum ada laporan yang signifikan terhadap penyakit yang berpengaruh terhadap abrasi yang ada di Pulau Topang. Jadi, barangkali ini kaitannya itu sangat jauh, tetapi kami juga terus memantau dari masyarakat-masyarakat yang masih tinggal di pinggiran laut terkait dengan beberapa faktor yaitu buang air besar yang masih langsung ke laut dan pembuangan sampah yang masih kelaut, Cuma terhadap kesehatan dimasyarakat saat ini belum begitu signifikan dan tidak tampak dipermukaan. Kebutuhan air bersih memang di kabupaten kepulauan meranti ini memang cukup sangat di perlukan karena mereka masih menggunakan tadah hujan dan menggunakan bak penampungan-penampungan yang ada untuk mandi, minum, masak dan juga untuk mencuci, terkait dipinggiran mereka selalunya menggunakan air hujan untuk sanitasi air bersih.” ungkapnya.

Dampak yang paling nyata dan mengkhawatirkan daratan pulau Topang yang semakin terkikis. Setiap tahun hampir 5 meter daratan Pulau topang hilang diakibatkan abrasi. Sesuai dengan keterangan dari Kepala Desa Topang "tetapi hari ini dengan gempuran ombak dari Selat Melaka maka Pulau Topang Abrasi setiap tahunnya hampir 5 meter Pulau Topang Hilang kelaut."

Fenomena abrasi dipulau topang sejak dulu hingga sekarang menjadi perhatian dan kekhawatiran masyarakat setempat. Meskipun secara eksekusi pemerintah masih minim dalam menanggulangi masalah ini, yang disebabkan beberapa faktor seperti penjelasan di atas, namun banyak sekali usulan serta harapan Pemerintah dan masayarakat setempat sebagai upaya menanggulangi fenomena abarasi ini, diantaranya:
Dalam sektor kesehatan.

 “Menghimbau untuk jangan membuang sampah sembarangan di laut dan juga buang air besar yang harus ada penampungannya sesuai dengan lingkungan yang memang harus menggunakan jamban plengseng yang ada dipinggiran-pinggiran laut, sehingga kami yang didaerah piggiran ini tentunya capaian Open Defecation Free (ODF) bagi kabupaten kepulauan meranti itu berpengaruh dengan masyarakat yang buang air besar sembarangan.” jelas Fahri.

Dalam sektor kelautan dan perikanan “Langkah kita yang jelas sosialisasi kepada masyarakat khususnya nelayan atau pemerintahan desa untuk menjaga ekosistem mangrove yang ada dipesisir pantai, kedua kita juga bersiergitas antara dinas perikanan dengan LHK Provinsi dan dinas Provinsi Riau untuk penanaman kembali mangrove yang tergerus oleh abrasi pantai tersebut. Yang jelas sekarang untuk kewenangan itu tidak ada lagi di kabupaten kota hanya di dinas perikanan provinsi, maka dari itu kita mencoba mengusulkan daerah-daerah atau pesisir-pesisir mana di Kabupaten Kepulauan Meranti ini yang terdampak abrasi disitulah kami akan mengusulkan program kegiatan usulan ke dinas terkait untuk penanaman mangrove kembali.”ungkap Said.

Dalam sektor Lingkungan Hidup “Saya pribadi sangat berharap abrasi ini menjadi perhatian khusus karena memang ini adalah bentuk dari kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) kita kan, semakin wilayah kita berkurang maka batas laut akan semakin berkurang juga, jadi saya memang mengharapkan pemerintah daerah akan fokus dalam penangan abrasi, termasuk khususnya dalam pendanaan, saya juga sangat berharap ini menjadi perhatian dari pemerintah provinsi dan pemerintah pusat bahwa kami Kabupaten Kepualauan Meranti khususnya di Pulau Topang abrasinya itu memang sangat butuh perhatian dari pemerintah.”tutur Dewi

Dalam sektor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Sekretaris BPBD Kabupaten Kepulauan Meranti, Eko Setiawan, S.E menyampaikan “kami terus memantau dan mneghimbau kepada masyarakat dengan bahaya abrasi ini, namun satu sisi abrasi merupakan fenomena alam yang tidak bisa kita hindari, yang satu-satunya bisa penanganan abrasi ini adalah membuat batu tanggul atau batu beronjong yang sudah dilaksanakan di beberapa kecamatan walaupun itu tidak sepenuhnya bisa namun itu sudah mempunyai pengurangan resiko dari abrasi tersebut. Kami dari pihak BPBD berharap agar abrasi ini bisa tertangani dengan secepatnya walaupun dengan keterbatasan anggaran yang ada di pemerintah namun kami berharap dari bantuan Provinsi maupun Pemerintah Pusat untuk memperhatikan wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti ini khususnya yang terdampak abrasi.”ungkapnya.

Harapan Kepala Desa Pulau Topang “Saya atas nama Pemerintah Desa Topang dan seluruh masyarakat berharap mohon bantuan untuk topang ini bisa masyarakatnya bisa tinggal selamanya di Desa Topang dengan adanya bantuan Pemecah Ombak.” Dan harapan masyarakatnya “kalau bisa memmang menanganinya benar-benar ahli, ahli dalam penangan abrasi jadi anggaran belanja negara itu tidak Cuma-Cuma. Soalnya abrasi juga bukan hal yang sepele dilogika saya. Tentu para ahli harus lebih teliti, lebih mengupayakan kalau misalnya dibuat itu dibuat ini katanya tidak bethasil justru kami makin lebih kecewa, jadi kalau bisa kalau memang ditangani upayakan dengan ahli yang memang benar-benar secara teknisnya. Kalau memnag perlu ditanami dengan bakau ya sampai tumbuhlah bakaunya sampai benar-benar bakau itu bisa melindungi pulau ini, kalau misalnya ada pemecah ombak, itu harus memang punya kualitas dan daya tahan ombak kalau gelombangnya yang benar-benar gitu jangan sekedar hanya untuk dibuat seketika aja tidak sesuai harapan nantinya.”

Harapan Plt Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti “Kita tetap bekerjasama dengan provinsi untuk diajukan ke pusat, secara berkala dan bertahap. Kita sudah menghimbau kepada masyarakat yang abrasi supaya mereka menanam pohon bakau, mangrove serta membangun batu pemecah ombak” tutup Asmar.

Fenomena abrasi di Pulau Topang menjadi perhatian serius masyarakat dan pemerintah setempat. Upaya penanggulangan melibatkan sektor kesehatan, kelautan, lingkungan hidup, dan penanggulangan bencana. Meskipun keterbatan anggaran menjadi hambatan, harapan dari kepala desa, masyarakat, dan Plt Bupati menekankan perlunya penanganan yang ahli secara teknis, melibatkan penanaman mangrove, pembangunan batu pemecah ombak, dan kerjasama dengan pemerintah provinsi serta pusat untuk pemecahan jangka panjang. Oleh kerenanya sinergisitas antar segala elemen menjadi kunci utama dalam menanggulangi abrasi yang terjadi di Pulau Topang.

 


Laporan: Nurul
Editor    : Yanto Budiman




Untuk saran dan pemberian informasi kepada berazam.com, silakan kontak ke email: redaksi.berazam@gmail.com


Komentar Anda
Berita Terkait
 
 


About Us

Berazamcom, merupakan media cyber berkantor pusat di Kota Pekanbaru Provinsi Riau, Indonesia. Didirikan oleh kaum muda intelek yang memiliki gagasan, pemikiran dan integritas untuk demokrasi, dan pembangunan kualitas sumberdaya manusia. Kata berazam dikonotasikan dengan berniat, berkehendak, berkomitmen dan istiqomah dalam bersikap, berperilaku dan berperbuatan. Satu kata antara hati dengan mulut. Antara mulut dengan perilaku. Selengkapnya



Alamat Perusahaan

Alamat Redaksi

Perkantoran Grand Sudirman
Blok B-10 Pekanbaru Riau, Indonesia
  redaksi.berazam@gmail.com
  0761-3230
  www.berazam.com
Copyright © 2021 berazam.com - All Rights Reserved
Scroll to top