Kamis, 25 April 2024

Breaking News

  • Uang Beredar di Indonesia Mencapai Rp 8.888,4 Triliun per Maret 2024, Ini Kata Orang BI   ●   
  • Andi Rahman Desak Pemerintah Segera Tuntaskan Pembayaran Lahan Tol Pekanbaru -Padang   ●   
  • Brigjend TNI Edy Natar Nasution Mendaftar sebagai Balon Gubri di Kantor PDIP Riau   ●   
  • MTQ Ke-42 Tingkat Provinsi Riau, Kota Pekanbaru Raih Juara Pertama Cabang Fahmil Qur’an Putri   ●   
  • Serius Maju dalam Pilgubri 2024: Edy Natar Nasution Sudah Ketemu Sekjen DPP NasDem & Ketua DPW Nasdem Riau   ●   
Nasibmu Riauku
Jumat 21 April 2017, 07:18 WIB

Kisah pengemplang pajak di Negeri ini bukan cerita baru. Jauh sebelum Orde Reformasi hadir, para pengemplang itu juga sudah berkeliaran. Mereka menikmati beragam fasilitas yang bersumber dari kekayaan alam Indonesia. Seakan dibiarkan dan tak diproses secara hukum. Mereka juga dengan mudah bepergian kemana mereka suka tak terkecuali ke luar negeri. Uniknya, para pengemplang kongkalingkong dengan oknum aparat sehingga kerugian keuangan negara dari kerjasama haram itu nyaris tak diketahui jumlahnya. Juga tak tersentuh oleh hukum.

Riau, salah satu provinsi terkaya yang memiliki sumberdaya alam. Saking kayanya Riau, tanah berjuluk ‘Negeri Melayu’ ini pernah dianekdoki dengan istilah ‘Provinsi di Atas Minyak di Bawah Minyak’. Di atas permukaan bumi, membentang hamparan perkebunan sawit bagai permadani. Luasnya cukup fantastis. Bisa mencapai 4 juta hektare lebih. Di bawah permukaan, terkandung minyak bumi yang selama puluh tahun dieksplorasi oleh Chevron, dan sejumlah perusahaan minyak lain. Kekayaan di atas dan di bawah itu kemudian dijadikan devisa negara oleh Pemerintah Pusat. Riau bersama Aceh, Kalimantan Timur dan Papua telah menjadi penopang utama perekonomian nasional.

Itu fakta yang sulit dibantah. Tapi sebuah fakta juga kalau provinsi ini terus menjadi lilin bagi provinsi-provinsi lain. Dana bagi hasil dari Pusat untuk Riau dihitung berdasarkan rumus-rumus tertentu yang berpedoman kepada peraturan perundang-undangan. Celakanya, alokasi pembagian dana itu selalu tak memenuhi standar kebutuhan daerah, yang saban tahun dituntut rakyatnya menyelesaikan agenda-agenda pembangunan. Utamanya masalah kemiskinan dan infrastruktur. Alkisah, setiap tahun pula rakyat di negeri ini mendulang duka nestafa. Menderita di negeri kaya. Nasibmu Riauku.

Penderitaan tak sampai di situ. Melalui Panitia Khusus (Pansus) Monitor¬ing Lahan dan Perizinan bentukan DPRD Riau, ditemukan pula sederet para pengemplang pajak, yang selama bertahun-tahun mengolah lahan dalam jumlah jutaan hektar. Mereka ketawa di atas rimbunan sawit yang tak berizin alias ilegal. Atau bodong. Menurut data pansus, kerugian negara akibat tandan buah segar yang bertengger di batang siluman itu mencapai Rp 34 triliun.

Rp 34 triliun? Luar biasa fantastis. Kalau ditakar dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) Provinsi Riau, uang sebesar itu dapat membelanjai daerah ini dalam tiga tahun jika setiap tahun APBD Riau diketok palu Rp 11 triliun. Tak disangka. Hutan dibabat, ditebangi lalu dibakar untuk perkebunan sawit. Jangan-jangan lahan dibakar yang menyumbang kabut asap, yang mendatangkan penderitaan panjang bagi rakyat dua tahun lalu, berasal dari perkebunan ilegal ini. Entahlah. Kalau seumpama iya, nasibmu Riauku.

Dimana negara? Kata Al Azhar, Ketua Harian Lembaga Adat Melayu. Apakah negara tidak tahu bila di tanah-tanah di bumi Lancang Kuning ini sudah dikapling-kapling secara tidak sah oleh para pengemplang. Bukankah negara memiliki alat-alat kelengkapan yang tugas pokok dan fungsinya sudah diatur undang-undang. Dan, untuk menjalankan tupoksi itu mereka telah diperisai dengan banyak aturan untuk mengawasi tindakan liar tersebut? Termasuk mengambil langkah-langkah hukum terkait dengan perbuatan menyimpang itu.

Sederet pertanyaan itu wajar muncul. Soalnya seorang nenek yang mencuri buah pepaya karena kelaparan langsung didakwa dan divonis. Akan tetapi jutaan hektar tandan buah segar di perkebunan sawit yang setiap waktu terpandang mata, dibiarkan. Betullah kata sebuah peribahasa, “semut diseberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tak kelihatan”. Atau seperti adegium hukum yang sering kita dengar, “hukum tajam ke bawah tumpul ke atas”.

Inilah diantara masalah ketidak-adilan yang disinyalir Prof. Mahfud MD. Di salah satu paket acara televisi nasional, ahli hukum tata negara dari Universitas Islam Indonesia itu dengan lantang berkata, “di dalam tubuh negara kita ketidakadilan merajalela, korupsi merajalela, persoalan itulah yang harus dilawan”.

Kita berharap banyak kepada Pansus. Harapan itu tidak hanya sekedar memonitor perizinan yang dimiliki para pengemplang, sekaligus mendalaminya. Mencari tau luas pasti jumlah lahan. Lalu bersama-sama dengan instansi terkait menghitung angka kerugian daerah dan negara. Juga siapa-siapa saja pemilik lahan tak berizin itu. Kemudian mengumumkannya kepada publik, serta menyerahkan semua data pansus kepada aparat penegak hukum untuk diproses ke meja hijau.*



Untuk saran dan pemberian informasi kepada berazam.com, silakan kontak ke email: redaksi.berazam@gmail.com


Komentar Anda
Indeks
Kamis 02 November 2023, 17:23 WIB
Impeachment Jokowi
Sabtu 21 Oktober 2023, 00:34 WIB
''Quo Vadis Mahkamah Konstitusi''
Jumat 13 Oktober 2023, 00:45 WIB
BRK Syariah Mencari Dirut, Siapa ‘Jagoan’ Syamsuar?
Sabtu 23 September 2023, 10:31 WIB
Pilpres 2024: Dua atau Tiga Pasang?
Selasa 05 September 2023, 23:50 WIB
Nasib Demokrat
Sabtu 02 April 2022, 19:42 WIB
Marhaban ya Ramadhan
Kamis 10 Maret 2022, 16:34 WIB
Mutiara dari Pesisir
Sabtu 26 Februari 2022, 16:37 WIB
Tersandung "Gonggongan Anjing"
Sabtu 19 Februari 2022, 09:39 WIB
Catatan Tiga Tahun Syamsuar - Edi Natar
Kamis 10 Februari 2022, 06:57 WIB
Menata Kembali Industri Pers


About Us

Berazamcom, merupakan media cyber berkantor pusat di Kota Pekanbaru Provinsi Riau, Indonesia. Didirikan oleh kaum muda intelek yang memiliki gagasan, pemikiran dan integritas untuk demokrasi, dan pembangunan kualitas sumberdaya manusia. Kata berazam dikonotasikan dengan berniat, berkehendak, berkomitmen dan istiqomah dalam bersikap, berperilaku dan berperbuatan. Satu kata antara hati dengan mulut. Antara mulut dengan perilaku. Selengkapnya



Alamat Perusahaan

Alamat Redaksi

Perkantoran Grand Sudirman
Blok B-10 Pekanbaru Riau, Indonesia
  redaksi.berazam@gmail.com
  0761-3230
  www.berazam.com
Copyright © 2021 berazam.com - All Rights Reserved
Scroll to top