Ketika ‘Si Kancil’ Berazam
Sabtu 06 Mei 2017, 11:48 WIB

“Gantungkan azam dan semangatmu setinggi bintang di langit dan rendahkan hatimu serendah mutiara di lautan”, kata bijak itu memberi motivasi bagi seseorang untuk bekerja dan berkarya. Sama seperti kata Bung Karno, “Gantungkan cita-citamu setinggi langit”.
Orang boleh saja berpendapat, menggantungkan azam setinggi bintang di langit adalah pekerjaan sia-sia. Sama sia-sianya dengan mengecat dinding batu es. Sebab, itu cuma sebuah hayalan, angan-angan, atau mimpi. Sementara kehidupan adalah kenyataan. Pro dan kontra antara ‘hayalan’ dan ‘kenyataan’ itu sampai kapanpun akan terus berlanjut.
Tapi apakah salah, bila seseorang itu berhayal atau bermimpi? Tergantung sudut pandang kita menilainya. Kalau berhayal itu membuat dia termotivasi, terdorong semangatnya berprestasi, tentu jawabannya tidak salah. Kata Cristopher Reeve, “awalnya cita-cita besar itu tidak mungkin terjadi, lalu mungkin, kemudian dan seringkali terjadi”. Contoh nyata soal ini sudah banyak, dan mungkin kita juga pernah mengalaminya, dalam satu atau dua kali peristiwa. Bukankah, kegagalan itu merupakan keberhasilan yang tertunda? Sebuah kata bijak juga menyebutkan, kegagalan hari ini berarti pendorong, namun kejayaan semalam bukan berarti kemegahan, oleh karena itu gantungkanlah cita-citamu setinggi-tinggi bintang di langit.
Di Indonesia misalnya, kita mengenai Presiden Soekarno yang fikirannya penuh dengan ide-ide besar. Juga Presiden Soeharto yang ingin membawa Indonesia menuju negara tinggal landas. Atau simaklaklah pemikiran para founding fathers bangsa ini yang menuangkan ide-ide cemerlang mereka pada Pembukaan Undang Undang Dasar 1945. Antara lain, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social.
Di Riau, dulu kita juga sering menyimak fikiran-fikiran Rusli Zainal yang, antara lain ingin menyatukan Dumai dengan Malaka, Malaysia dengan membangun jembatan terpanjang. Juga mimpinya untuk menyandingkan Riau setara Singapura. Atau pandangan Gubernur Saleh Djasit tentang visi Riau 2020. Di luar itu masih banyak pula tokoh-tokoh Riau lain baik di pemerintahan maupun di luar goverment yang berani melontarkan fikiran cerdas dan cemerlangnya untuk kejayaan Riau.
HM. Harris adalah salah satu diantara pengikut mereka yang berfikiran jauh ke depan. Sebagai anak jati Riau, lelaki kelahiran Langgam Kabupaten Pelalawan ini, berazam mengubah wajah Riau. Dan, untuk mewujudkan tekadnya itu jauh-jauh hari ia telah memberi tahu kepada publik, bahwa dirinya maju ke Pilkada Serentak 2018. Langkah serupa juga diayun oleh Syamsuar (Bupati Pelalawan), Yopi Arianto (Bupati Indragiri Hulu), Irwan Nasir (Bupati Kepulauan Meranti), Firdaus MT (Walikota Pekanbaru terpilih), Indra M Adnan (mantan Bupati Indragiri Hilir), Rusli Effendi (fungsionaris PPP Pusat). Serta sederet nama lainnya.
Dalam pandangan Harris, Riau merupakan provinsi terkaya bersama Kalimantan Timur, Aceh dan Papua, dan kekayaan alam Riau itu terdampar di daratan maupun lautan. Selama puluhan tahun, ia menilai potensi kekayaan itu telah menyumbang ke devisa negara. Diakui, sejak otonomi daerah, kita memang mendapat dana perimbangan yang berlebih dari provinsi lain. Namun jumlah itu belumdapat menyelesaikan agenda pembangunan dan menuntaskan pekerjaan rumah masyarakat di Riau, antara lain pembangunan infrastruktur, pelayanan kesehatan dan pendidikan, serta pengentasan kemiskinan. Ada sesuatu yang hilang dari roh perjuangan masyarakat.
Apa itu? Kata Harris, tekad dan keberanian. Menurutnya, kita tidak berani menggedor pusat memperjuangkan hak-hak daerah kecuali menerima apa adanya. Ketidak-beranian ini disebabkan karena kita tidak punya mimpi, angan-angan dan tidak pula mampu berhayal. Padahal hayalan dan angan-angan itu penting dalam usaha membangkitkan semangat daerah berjuang meraih cita-cita. “Para pendiri bangsa ini, seperti Bung Karno, Bung Hatta dan lain-lain, mewujudkan mimpinya tentang Indonesia dari hayalan. Kenyataannya, angan-angan mereka itu kita nikmati sekarang,” ujar politisi yang sering digelari si ‘kancil’ itu.
Harris mungkin benar. Kesuksesannya sebagai bupati di Pelalawan juga bermula dari sebuah keinginan. Ingin menjadikan ‘Pelalawan Terang’, ‘Pelalawan Cerdas’, ‘Pelalawan Makmur’, ‘Pelalawan Eksotis dan Inovatif’. Dan, keinginan itu telah ia mewujudkan secara bertahap. Bukan tidak mungkin, bila suratan memang mengantarkannya ke kursi gubernur, Harris juga berazam menjadikan ‘Riau Terang’, ‘Riau Cerdas’, ‘Riau Makmur’, ‘Riau Eksotis dan Inivatif’. Soalnya melihat latar belakang si ‘kancil’ itu sangat jarang azamnya yang tidak tercapai. Itu lantaran ia memiliki banyak jalan menerobos impiannya mewujudkan kehendaknya. Termasuk keinginannya menduduki kursi Riau Satu. Semoga*
Orang boleh saja berpendapat, menggantungkan azam setinggi bintang di langit adalah pekerjaan sia-sia. Sama sia-sianya dengan mengecat dinding batu es. Sebab, itu cuma sebuah hayalan, angan-angan, atau mimpi. Sementara kehidupan adalah kenyataan. Pro dan kontra antara ‘hayalan’ dan ‘kenyataan’ itu sampai kapanpun akan terus berlanjut.
Tapi apakah salah, bila seseorang itu berhayal atau bermimpi? Tergantung sudut pandang kita menilainya. Kalau berhayal itu membuat dia termotivasi, terdorong semangatnya berprestasi, tentu jawabannya tidak salah. Kata Cristopher Reeve, “awalnya cita-cita besar itu tidak mungkin terjadi, lalu mungkin, kemudian dan seringkali terjadi”. Contoh nyata soal ini sudah banyak, dan mungkin kita juga pernah mengalaminya, dalam satu atau dua kali peristiwa. Bukankah, kegagalan itu merupakan keberhasilan yang tertunda? Sebuah kata bijak juga menyebutkan, kegagalan hari ini berarti pendorong, namun kejayaan semalam bukan berarti kemegahan, oleh karena itu gantungkanlah cita-citamu setinggi-tinggi bintang di langit.
Di Indonesia misalnya, kita mengenai Presiden Soekarno yang fikirannya penuh dengan ide-ide besar. Juga Presiden Soeharto yang ingin membawa Indonesia menuju negara tinggal landas. Atau simaklaklah pemikiran para founding fathers bangsa ini yang menuangkan ide-ide cemerlang mereka pada Pembukaan Undang Undang Dasar 1945. Antara lain, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social.
Di Riau, dulu kita juga sering menyimak fikiran-fikiran Rusli Zainal yang, antara lain ingin menyatukan Dumai dengan Malaka, Malaysia dengan membangun jembatan terpanjang. Juga mimpinya untuk menyandingkan Riau setara Singapura. Atau pandangan Gubernur Saleh Djasit tentang visi Riau 2020. Di luar itu masih banyak pula tokoh-tokoh Riau lain baik di pemerintahan maupun di luar goverment yang berani melontarkan fikiran cerdas dan cemerlangnya untuk kejayaan Riau.
HM. Harris adalah salah satu diantara pengikut mereka yang berfikiran jauh ke depan. Sebagai anak jati Riau, lelaki kelahiran Langgam Kabupaten Pelalawan ini, berazam mengubah wajah Riau. Dan, untuk mewujudkan tekadnya itu jauh-jauh hari ia telah memberi tahu kepada publik, bahwa dirinya maju ke Pilkada Serentak 2018. Langkah serupa juga diayun oleh Syamsuar (Bupati Pelalawan), Yopi Arianto (Bupati Indragiri Hulu), Irwan Nasir (Bupati Kepulauan Meranti), Firdaus MT (Walikota Pekanbaru terpilih), Indra M Adnan (mantan Bupati Indragiri Hilir), Rusli Effendi (fungsionaris PPP Pusat). Serta sederet nama lainnya.
Dalam pandangan Harris, Riau merupakan provinsi terkaya bersama Kalimantan Timur, Aceh dan Papua, dan kekayaan alam Riau itu terdampar di daratan maupun lautan. Selama puluhan tahun, ia menilai potensi kekayaan itu telah menyumbang ke devisa negara. Diakui, sejak otonomi daerah, kita memang mendapat dana perimbangan yang berlebih dari provinsi lain. Namun jumlah itu belumdapat menyelesaikan agenda pembangunan dan menuntaskan pekerjaan rumah masyarakat di Riau, antara lain pembangunan infrastruktur, pelayanan kesehatan dan pendidikan, serta pengentasan kemiskinan. Ada sesuatu yang hilang dari roh perjuangan masyarakat.
Apa itu? Kata Harris, tekad dan keberanian. Menurutnya, kita tidak berani menggedor pusat memperjuangkan hak-hak daerah kecuali menerima apa adanya. Ketidak-beranian ini disebabkan karena kita tidak punya mimpi, angan-angan dan tidak pula mampu berhayal. Padahal hayalan dan angan-angan itu penting dalam usaha membangkitkan semangat daerah berjuang meraih cita-cita. “Para pendiri bangsa ini, seperti Bung Karno, Bung Hatta dan lain-lain, mewujudkan mimpinya tentang Indonesia dari hayalan. Kenyataannya, angan-angan mereka itu kita nikmati sekarang,” ujar politisi yang sering digelari si ‘kancil’ itu.
Harris mungkin benar. Kesuksesannya sebagai bupati di Pelalawan juga bermula dari sebuah keinginan. Ingin menjadikan ‘Pelalawan Terang’, ‘Pelalawan Cerdas’, ‘Pelalawan Makmur’, ‘Pelalawan Eksotis dan Inovatif’. Dan, keinginan itu telah ia mewujudkan secara bertahap. Bukan tidak mungkin, bila suratan memang mengantarkannya ke kursi gubernur, Harris juga berazam menjadikan ‘Riau Terang’, ‘Riau Cerdas’, ‘Riau Makmur’, ‘Riau Eksotis dan Inivatif’. Soalnya melihat latar belakang si ‘kancil’ itu sangat jarang azamnya yang tidak tercapai. Itu lantaran ia memiliki banyak jalan menerobos impiannya mewujudkan kehendaknya. Termasuk keinginannya menduduki kursi Riau Satu. Semoga*
Untuk saran dan pemberian informasi kepada berazam.com, silakan kontak ke email: redaksi.berazam@gmail.com
Komentar Anda
Indeks
Sabtu 02 April 2022, 19:42 WIB
Marhaban ya Ramadhan
Kamis 10 Maret 2022, 16:34 WIB
Mutiara dari Pesisir
Sabtu 26 Februari 2022, 16:37 WIB
Tersandung "Gonggongan Anjing"
Sabtu 19 Februari 2022, 09:39 WIB
Catatan Tiga Tahun
Syamsuar - Edi Natar
Kamis 10 Februari 2022, 06:57 WIB
Menata Kembali Industri Pers
Jumat 04 Februari 2022, 20:46 WIB
72 Tahun Kab. Kampar, Tahniah...!!!
Kamis 27 Januari 2022, 23:56 WIB
Hati-hati UU ITE
Jumat 21 Januari 2022, 13:52 WIB
Ini Dia [Balon] Gubri 2024
Senin 11 Januari 2022, 21:40 WIB
Pekanbaru, Kampar dan Pilkada 2024
Senin 03 Januari 2022, 17:17 WIB
Dua Ribu Dua Puluh Dua
Berita Pilihan
Jumat 24 Maret 2023
Heboh Soal Barang Mewah Istri Sekdaprov, Fauzi Kadir: Semakin Tinggi Pohon Menjulang Semakin Kencang Angin Menghempas
Selasa 14 Maret 2023
Kasasi Juniar Ernawati Ditolak MA: Stikes Tengku Maharatu Sah Hanya Milik Ridar Hendri dkk
Sabtu 11 Februari 2023
Rangkaian HPN 2023, PWIRiau Safari Jurnalistik ke Titik Nol Indonesia
Kamis 02 Februari 2023
Perkuat Kerjasama, Rektor Umrah Temui Dekan Baru FPK Unri
Rabu 18 Januari 2023
Rektor Prof Dr Sri Indarti SE MSi Lantik 4 Wakil Rektor, 3 Dekan, dan Ketua Lembaga
Rabu 28 Desember 2022
Stikes Tengku Maharatu Pekanbaru Wisuda Lagi 259 Sarjana
Rabu 21 Desember 2022
Sah, Prof Dr Sri Indarti SE MSi Jadi Rektor UNRI
Rabu 21 Desember 2022
Siang Ini, Prof Dr Sri Indarti SE MSi Dilantik Jadi Rektor UNRI
Selasa 20 Desember 2022
Besok, Prof Dr Sri Indarti SE MSi Dilantik Jadi Rektor UNRI
Kamis 17 November 2022
Duet Maria Calista – Aras Mulyadi di Closing Ceremony, Menjadi Antiklimaks Rangkaian Milad ke-60 UNRI
Berita Terkini
Jumat 02 Juni 2023, 18:51 WIB
NasDem Sebut Cawapres Anies Sudah Mengerucut ke Satu Nama
Jumat 02 Juni 2023, 18:20 WIB
Zulhas Temui Megawati Bahas Peluang Koalisi di Pemilu 2024
Jumat 02 Juni 2023, 18:12 WIB
Arsjad Rasjid Resmi Lantik Masuri Sebagai Ketua Kadin Riau 2022-2027
Jumat 02 Juni 2023, 18:07 WIB
Dishub Riau Akan Kembali Gelar Razia Truk ODOL
Jumat 02 Juni 2023, 18:02 WIB
Marak Perpisahan Sekolah Digelar Hotel Berbintang, Disdik Igatkan Jangan Beratkan Orang Tua
Jumat 02 Juni 2023, 17:55 WIB
Ketua MUI Riau Tegaskan LGBT Perbuatan yang Menyimapan dan Harus Dibasmi
Jumat 02 Juni 2023, 17:49 WIB
Harga Telor Melambung, LaNyalla Ingatkan Kemendag Soal Suplay Pakan Ternak
Jumat 02 Juni 2023, 09:22 WIB
BMKG: Hujan Masih Berpotensi Mengguyur Sejumlah Wilayah di Riau pada Malam Hari
Jumat 02 Juni 2023, 09:15 WIB
Dirut BRK Syariah Andi Buchari Mundur dari Jabatannya
Jumat 02 Juni 2023, 09:06 WIB
Mahyudin: 374 Orang Jemaah Haji Asal Pekanbaru Bersiap Menuju Mekkah