Rusuh Berlatar Rasisme di Amerika Serikat
Oleh: Cifebrima Suyastri (Dosen Fisipol HI UIR)
Rabu 03 Juni 2020, 14:17 WIB
SEBERAPA pentingkah mempelajari sejarah HAM? Pertanyaan ini layak diajukan mengingat mempelajari sejarah, utamanya HAM kadang memicu debat yang tidak berkesudahan, kesimpangsiuran dan tendensi penyalahgunaan isu HAM. Padahal, sejarah dapat menyediakan data mengenai awal mula munculnya HAM sebagai sebuah gagasan hingga menjelma menjadi sebuah standar dan norma umum yang dalam perkembangannya bahkan sejumlah instrumen hukum HAM mensyaratkan negara-negara terikat untuk merumuskannya dalam peraturan perundang-undangannya.
Dalam sejarah perkembangan HAM, memperlihatkan bahwa munculnya konsepsi HAM tidak terlepas dari reaksi atas kekuasaan absolut yang pada akhirnya memunculkan sistem konstitusional dan konsep negara hukum baik itu rechtstaat maupun rule of law. sebagaimana yang dikemukakan oleh Louis XIV dengan ungkapan L etat’est Moi atau “Negara adalah Saya”.
Di zaman modern, konsep Negara Hukum di Eropa Kontinental dikembangkan antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dengan menggunakan istilah Jerman, yaitu rechtsstaat. Sedangkan dalam tradisi Anglo Amerika, konsep Negara hukum dikembangkan atas kepeloporan A.V. Dicey dengan sebutan The Rule of Law. Menurut Julius Stahl, konsep Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah rechtsstaat itu mencakup empat elemen penting, yaitu: 1. Perlindungan hak asasi manusia. 2. Pembagian kekuasaan. 3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang. 4. Peradilan tata usaha Negara.
Konsep Negara hukum mengakui dan menjunjung tinggi adanya penghormatan hak asasi manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat dan tidak terpisahkan dari manusia, yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Asal usul gagasan mengenai HAM sebagaimana disebut terdahulu bersumber dari teori hak kodrati (natural rights theory). Teori kodrati mengenai hak itu bermula dari teori hukum kodrati (natural law theory). Dalam perkembangannya melawan kekuasaan muncul Gerakan pembaharuan (Renaissance) yang mengharapkan kembali kebudayaan Yunani dan Romawi yang menghormati orang perorang.
Melihat dinamika seputar orang kulit hitam yang sekarat di tangan polisi, ini mungkin titik nyala yang unik karena negara yang banyak bersuara tentang menjunjung HAM akhirnya memperlihatkan pada dunia bahwa negara ini terus menerus terjadi marginalisasi terhadap minoritas dan rasisme terjadi terus menerus dan sistematis.“Ini terasa berbeda. Bisa jadi karena dunia lebih kecil dan informasi bergerak lebih cepat. Namun apakah ini bukan persimpangan dari retorika presiden yang tindakannya telah membuat kelompok warga AS yang bersembunyi di bawah tanah untuk kembali bersuara dengan kritis.”Kematian George Floyd telah memicu gelombang protes di Amerika Serikat, melepaskan kemarahan yang sudah lama membara atas bias rasial dalam sistem peradilan pidana AS.
Lalu, apa yang menyebabkan masih banyak kasus rasis di dunia terutama di Amerika Serikat?
Menurut Robin DiAngelo dalam bukunya yang berjudul "White Fragility" menyebutkan bahwa orang kulit putih yang progresif sering mendefinisikan rasisme sebagai sesuatu yang jelas dan sikap keras, demikian dikutip dari laman splcenter.org.
Unjuk rasa atas kematian George Floyd tak bisa dibendung, massa berkerumun di depan gedung putih dan mulai mengunci kantor pemerintahan, tempat Presiden Trump memimpin negaranya. Mereka menuntut keadilan atas kematian Floyd.
Kasus ini tak sesederhana kasus pembunuhan lainnya. Nafas Floyd yang tersekat adalah potret nyata bagaimana ras kulit hitam berdiri dalam bayangan ketakutan, kekerasan terhadap Floyd hanya berselang dua bulan setelah kematian wanita kulit hitam bernama Breonna Taylor.
America, are we conscious enough? Screaming on the people Kneeling for justice and being quiet on the people kneeling to kill..
Menentukan penyebab kematian Geogre Floyd bukan hanya menjadi alat bukti pidana terhadap aparat penegak hukum, tetapi juga implikasi terhadap public yang telah lama melihat kekerasan rasial penegak hukum terhadap warga kulit hitam di AS.
Penulis: Cifebrima Suyastri (Dosen Hubungan Internasional Fisipol UIR, Pengampu Mata Kuliah Studi HAM)
Dalam sejarah perkembangan HAM, memperlihatkan bahwa munculnya konsepsi HAM tidak terlepas dari reaksi atas kekuasaan absolut yang pada akhirnya memunculkan sistem konstitusional dan konsep negara hukum baik itu rechtstaat maupun rule of law. sebagaimana yang dikemukakan oleh Louis XIV dengan ungkapan L etat’est Moi atau “Negara adalah Saya”.
Di zaman modern, konsep Negara Hukum di Eropa Kontinental dikembangkan antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dengan menggunakan istilah Jerman, yaitu rechtsstaat. Sedangkan dalam tradisi Anglo Amerika, konsep Negara hukum dikembangkan atas kepeloporan A.V. Dicey dengan sebutan The Rule of Law. Menurut Julius Stahl, konsep Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah rechtsstaat itu mencakup empat elemen penting, yaitu: 1. Perlindungan hak asasi manusia. 2. Pembagian kekuasaan. 3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang. 4. Peradilan tata usaha Negara.
Konsep Negara hukum mengakui dan menjunjung tinggi adanya penghormatan hak asasi manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat dan tidak terpisahkan dari manusia, yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Asal usul gagasan mengenai HAM sebagaimana disebut terdahulu bersumber dari teori hak kodrati (natural rights theory). Teori kodrati mengenai hak itu bermula dari teori hukum kodrati (natural law theory). Dalam perkembangannya melawan kekuasaan muncul Gerakan pembaharuan (Renaissance) yang mengharapkan kembali kebudayaan Yunani dan Romawi yang menghormati orang perorang.
Melihat dinamika seputar orang kulit hitam yang sekarat di tangan polisi, ini mungkin titik nyala yang unik karena negara yang banyak bersuara tentang menjunjung HAM akhirnya memperlihatkan pada dunia bahwa negara ini terus menerus terjadi marginalisasi terhadap minoritas dan rasisme terjadi terus menerus dan sistematis.“Ini terasa berbeda. Bisa jadi karena dunia lebih kecil dan informasi bergerak lebih cepat. Namun apakah ini bukan persimpangan dari retorika presiden yang tindakannya telah membuat kelompok warga AS yang bersembunyi di bawah tanah untuk kembali bersuara dengan kritis.”Kematian George Floyd telah memicu gelombang protes di Amerika Serikat, melepaskan kemarahan yang sudah lama membara atas bias rasial dalam sistem peradilan pidana AS.
Lalu, apa yang menyebabkan masih banyak kasus rasis di dunia terutama di Amerika Serikat?
Menurut Robin DiAngelo dalam bukunya yang berjudul "White Fragility" menyebutkan bahwa orang kulit putih yang progresif sering mendefinisikan rasisme sebagai sesuatu yang jelas dan sikap keras, demikian dikutip dari laman splcenter.org.
Unjuk rasa atas kematian George Floyd tak bisa dibendung, massa berkerumun di depan gedung putih dan mulai mengunci kantor pemerintahan, tempat Presiden Trump memimpin negaranya. Mereka menuntut keadilan atas kematian Floyd.
Kasus ini tak sesederhana kasus pembunuhan lainnya. Nafas Floyd yang tersekat adalah potret nyata bagaimana ras kulit hitam berdiri dalam bayangan ketakutan, kekerasan terhadap Floyd hanya berselang dua bulan setelah kematian wanita kulit hitam bernama Breonna Taylor.
America, are we conscious enough? Screaming on the people Kneeling for justice and being quiet on the people kneeling to kill..
Menentukan penyebab kematian Geogre Floyd bukan hanya menjadi alat bukti pidana terhadap aparat penegak hukum, tetapi juga implikasi terhadap public yang telah lama melihat kekerasan rasial penegak hukum terhadap warga kulit hitam di AS.
Penulis: Cifebrima Suyastri (Dosen Hubungan Internasional Fisipol UIR, Pengampu Mata Kuliah Studi HAM)
Untuk saran dan pemberian informasi kepada berazam.com, silakan kontak ke email: redaksi.berazam@gmail.com
Komentar Anda
Indeks
Rabu 22 Juni 2022, 14:18 WIB
Wartawan Generasi Milenial, Tantangan Ketua PWI Riau
Senin 21 Maret 2022, 13:50 WIB
Dinamika Perkembangan Bahasa Jepang di Riau
Kamis 17 Februari 2022, 13:32 WIB
CPP Block dan 'Politik Sambil Menyelam Minum Air'
Jumat 04 Februari 2022, 22:55 WIB
Bijak Gunakan Media Sosial
Selasa 06 Oktober 2020, 23:28 WIB
Memahami kembali Makna Demokrasi di Era yang Berubah
Kamis 06 Agustus 2020, 09:22 WIB
Partisipasi dan Gerakan Politik Kaum Milineal
Senin 22 Juni 2020, 10:31 WIB
Media Berperan Jaga Bahasa Indonesia dari Kehancuran
Kamis 18 Juni 2020, 16:10 WIB
Bahasa Kyai Slamet
Minggu 14 Juni 2020, 15:01 WIB
Pendataan atau Verifikasi Faktual?
Rabu 03 Juni 2020, 14:17 WIB
Oleh: Cifebrima Suyastri (Dosen Fisipol HI UIR)
Berita Pilihan
Minggu 31 Juli 2022
DPD dan DPC PJS se Provinsi Gorontalo Resmi Dikukuhkan
Rabu 27 Juli 2022
BRK Syariah Luncurkan BRK Champion
Jumat 22 Juli 2022
Hari ini, Konsolidasi ke 31 DPD PJS Dimulai dari Sumsel
Kamis 21 Juli 2022
Tiga Ahli Dihadirkan di Sidang Pra-peradilan Mardani Maming , Mardani Dinilai Tidak Melanggar Hukum
Kamis 21 Juli 2022
Mentan SYL Bersama Wamen Harvick Terima Kunjungan Panglima TNI
Kamis 21 Juli 2022
Kembangkan Potensi Pelabuhan Tanjung Buton, BUMD Siak Teken MoU dengan Koperasi Kemenkopolhukam
Rabu 20 Juli 2022
Kesetaraan Gender Masih di Atas Kertas, LaNyalla: Perlu Kebijakan Spesifik
Senin 18 Juli 2022
UNRI Gelar Lomba Desain Logo dan Maskot Milad ke-60, Total Hadiah Rp 5 Juta
Minggu 17 Juli 2022
Kunjungi Pengelolaan Kerambah Ikan di Kampar, Wagubri: Pemiliknya Masih Didominasi Pengusaha Besar
Minggu 17 Juli 2022
Tidak ada yang Gratis, 5-6 T Bisa Menguasai Indonesia
Berita Terkini
Kamis 11 Agustus 2022, 16:39 WIB
BBM Langka di SPBU, CERI: Muara dari Inefisiensi Proses Bisnis Pertamina Mulai Hulu Hingga Hilir
Kamis 11 Agustus 2022, 13:43 WIB
Jika NIK Dicatut Parpol, KPU Minta Masyarakat Melapor
Kamis 11 Agustus 2022, 13:30 WIB
Gubri Syamsuar Resmikan Mall Vaksinasi COVID-19 dan Imunisasi Rutin
Kamis 11 Agustus 2022, 12:28 WIB
Antisipasi Karhutla dan Bencana Alam, Satgas TMMD Gelar Penyuluhan ke Masyarakat Sialang Rampai
Kamis 11 Agustus 2022, 12:17 WIB
Perwira Polri Putra Kuansing Peroleh Beasiswa S3 Polri
Kamis 11 Agustus 2022, 11:08 WIB
25 Hektar Lahan Terbakar di Rohul, BPBD Riau Kerahkan Heli Water Boombing
Kamis 11 Agustus 2022, 11:03 WIB
Klaim yang Pertama, Hari Ini Mall Vaksinasi dan Imunisasi Diresmikan di Riau
Kamis 11 Agustus 2022, 10:56 WIB
Hadiri Peluncuran Buku ke-2 Autobiografi Drs.H.OK Nizami Jamil, Wagubri Ajak Generasi Muda Riau Tuangkan Pikiran Kedalam Buku
Kamis 11 Agustus 2022, 10:50 WIB
PWI dan Kodim Bengkalis Perkuat Kemitraan, Agendakan Sejumlah Kegiatan
Kamis 11 Agustus 2022, 10:47 WIB
Lomba HUT RI ke -77, KB Kasih Ibu Harumkan Nama Desa Sungai Langsat