Oleh: Cifebrima Suyastri
Memahami kembali Makna Demokrasi di Era yang Berubah
Selasa 06 Oktober 2020, 23:28 WIB

Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi, baik secara langsung atau melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum.
Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara. Demokrasi juga merupakan seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan beserta praktik dan prosedurnya. Demokrasi mengandung makna penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia.
Menyikapi perkembangan politik di Indonesia dalam beberapa hari terakhir, demokrasi kita justru sering menimbulkan konflik, apa yang salah sebenarnya?"
Untuk menjawab ini mari kita lihat Indeks Demokrasi yang dirilis divisi riset The Economist pada 2017 mengungkapkan data yang menarik. Secara umum, di tahun itu kualitas demokrasi di dunia mengalami kemunduran. Dalam skala 0-10, skor rata-rata negara yang masuk dalam Indeks Demokrasi 2017 menurun, dari 5,52 pada 2016 menjadi 5,48.
Negara-negara yang mengalami penurunan skor terdiri dari 89 negara, tiga kali lebih banyak daripada negara-negara yang mengalami kenaikan skor, yaitu 27.Tim riset dari The Economist menyimpulkan bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi turunnya kualitas demokrasi dunia tahun 2017.
Namun, ada dua hal utama yang secara umum menjadikan merosotnya kualitas demokrasi di berbagai negara. Pertama, kekecewaan masyarakat berkaitan dengan implementasi demokrasi di negara mereka tinggal. Dalam praktiknya, demokrasi tidak serta merta membuat apa yang menjadi keinginan masyarakat terpenuhi, misalnya pelayanan publik yang baik, kebebasan pers, dan berpendapat. Hal tersebut yang pada akhirnya menimbulkan kekecewaan pada implementasi demokrasi. Puncaknya, kekecewaan itu dicerminkan dalam pemilihan umum.
Dalam penentuan skor Indeks demokrasi itu sendiri didasarkan pada lima kategori, yaitu proses pemilihan umum dan pluralisme, kebebasan sipil, fungsi pemerintahan, partisipasi politik, dan budaya politik. Berdasarkan pada kategori tersebut, masing-masing negara kemudian diklasifikasikan sebagai salah satu dari empat jenis rezim: demokrasi penuh (full democracy), demokrasi yang cacat (flawed democracy), rezim hibrida (hybrid regime), dan rezim otoriter (authoritarian regime). Jika Amerika Serikat sebagai negara yang terkenal sebagai kiblatnya demokrasi terjerembab ke flawed democracy, lantas bagaimana dengan Indonesia?
Di awal era Reformasi, Indonesia tercatat sebagai salah satu negara dengan perkembangan demokrasi paling pesat di dunia. Sistem yang terlalu sentralistik dan tertutup di era Orde Baru langsung diubah menjadi sistem desentralisasi dan terbuka yang pada akhirnya rakyat Indonesia berhak memilih wakilnya untuk menjadi pimpinan eksekutif dan legislatif baik di pusat maupun di daerah.
Dalam situasi saat ini perlu untuk memahami kembali makna dari demokrasi itu sendiri. Ada apa dengan masa depan dari demokrasi itu sendiri. Bila berpihak pada aliran kaum trasformasionalis, aliran ini memberikan pemikiran bahwa demokrasi berubah makna di akibatkan ada nya globalisasi, dan dianggap sebagai suatu fenomena yang dapat dipandang sebagai 'the driving force' dari perubahan yang sekarang tengah berlangsung, globalisasi telah 'memaksa' sebagian besar orang, masyarakat, negara, lembaga publik, baik lokal, nasional, regional maupun global untuk kembali mendefinisikan perannya dalam bidang sosial, ekonomi, politik hingga budaya maka dari kontek ini muncul lagi pertanyaan apakah globalisasi membawa serta demokrasi ataukah sebaliknya? Jika globalisasi membawa serta demokrasi, maka bagaimana proses tersebut berlangsung? Demikan juga sebaliknya, jika globalisasi menghambat demokrasi, maka melalui mekanisme seperti apakah sehingga demokrasi di era global sekarang berada dalam situasi krisis?
Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut mengandung interpretasi yang beragam, dan masing-masing orang mempunyai argumentasi sendiri-sendiri, yang sepintas lalu masuk akal dan mengandung kebenaran, namun perlu kembali untuk memahami makna dari demokrasi itu. Untuk memahami kembali demokrasi dalam era yang berubah perlu kiranya mempertimbangkan 5 standar yang di tuliskan oleh Robert Dahl: Partisipasi yang efektif, Persamaan dalam memberikan suara, Pemahaman yang jernih dari warga negara atau anggota suatu kelompok, Pengawasan agenda dan adanya Pencakupan orang "dewasa".
Secara tradisoinal , tujuan penyelenggaraan pemerintahan demokrasi adalah untuk mencegah akumulasi kekuasaan ke dalam satu atau beberepa orang. Mengurangi ketidak pastian dan instabilitas, dan menjamin warganegara yang tidak sepakat dengan kebijakan saat ini dengan memberikan kesempatan berkala untuk mengganti siapa yang memegang kekuasaan dan dengan demikian mempunyai otoritas untuk membuat keputusan.
Kembali memahami demokrasi sangat diperlukan dalam situasi saat ini, karena sistem demokrasi untuk saat ini seharusnya lebih "baik" dibandingkan dengan alternatif manapun yang mungkin ada, karena demokrasi memiliki 10 ke unggulan:
1. Demokrasi membantu dalam mencegah tumbuhnya pemerintahan kaum otokrat yang kejam dan licik
2. Demokrasi menjamin bagi warga negaranya sejumlah hak asasi yang tidak diberikan dan tidak dapat diberikan oleh sistem-sistem yang tidak demokrasi
3. Demokrasi menjamin kebebasan pribadi yang lebih luas bagi warganegranya daripada alternatif lain yg memungkinkan
4. Demokrasi melindungi orang-orang yang berkaitan dengan keperluan pokok mereka
5. Hanya pemerintahan demokrasi yang memberikan kesempatan sebesar-besarnya bagi orang untuk meggunakan kebebasan menentukan nasib sendiri yaitu hidup dibawah hukum yang mereka pilih.
6. Hanya pemerintahan demokrasi yang dapat mamberikan kesempatan yang sebesar-besarnya untuk manjalankan taggungjawab moral.
7. Demokrasi membantu perkembangan manusia lebih daripada alternatif lain yang memungkinkan
8. Hanya pemerinthan demokrasi yang dapat mambantu perkembangan kadar persamaan politik yang relatif tinggi
9. Negara-negara demokrasi modren tidak berperang satu sama lain
10. Negara-negara degan pemerintahan demokrasi cedrung lebih makmur daripada negara-negara degan pemerintahan yang cendrung tidak demokrasi
Kita tidak boleh pesimis atas kondisi indonesia belum memahami demokrasi secara benar, sebab "Masih ada waktu untuk Indonesia berbenah. Amerika Serikat dan Inggris Raya saja butuh ratusan tahun untuk mendewasakan iklim demokrasinya. Namun jika elite politik di Indonesia tidak ada niatan berubah, kepada siapa lagi kita berharap?"
Penulis: Dosen Pengampu Mata Kuliah Studi Demokrasi & HAM FISOPOL Universitas Islam Riau
Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara. Demokrasi juga merupakan seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan beserta praktik dan prosedurnya. Demokrasi mengandung makna penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia.
Menyikapi perkembangan politik di Indonesia dalam beberapa hari terakhir, demokrasi kita justru sering menimbulkan konflik, apa yang salah sebenarnya?"
Untuk menjawab ini mari kita lihat Indeks Demokrasi yang dirilis divisi riset The Economist pada 2017 mengungkapkan data yang menarik. Secara umum, di tahun itu kualitas demokrasi di dunia mengalami kemunduran. Dalam skala 0-10, skor rata-rata negara yang masuk dalam Indeks Demokrasi 2017 menurun, dari 5,52 pada 2016 menjadi 5,48.
Negara-negara yang mengalami penurunan skor terdiri dari 89 negara, tiga kali lebih banyak daripada negara-negara yang mengalami kenaikan skor, yaitu 27.Tim riset dari The Economist menyimpulkan bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi turunnya kualitas demokrasi dunia tahun 2017.
Namun, ada dua hal utama yang secara umum menjadikan merosotnya kualitas demokrasi di berbagai negara. Pertama, kekecewaan masyarakat berkaitan dengan implementasi demokrasi di negara mereka tinggal. Dalam praktiknya, demokrasi tidak serta merta membuat apa yang menjadi keinginan masyarakat terpenuhi, misalnya pelayanan publik yang baik, kebebasan pers, dan berpendapat. Hal tersebut yang pada akhirnya menimbulkan kekecewaan pada implementasi demokrasi. Puncaknya, kekecewaan itu dicerminkan dalam pemilihan umum.
Dalam penentuan skor Indeks demokrasi itu sendiri didasarkan pada lima kategori, yaitu proses pemilihan umum dan pluralisme, kebebasan sipil, fungsi pemerintahan, partisipasi politik, dan budaya politik. Berdasarkan pada kategori tersebut, masing-masing negara kemudian diklasifikasikan sebagai salah satu dari empat jenis rezim: demokrasi penuh (full democracy), demokrasi yang cacat (flawed democracy), rezim hibrida (hybrid regime), dan rezim otoriter (authoritarian regime). Jika Amerika Serikat sebagai negara yang terkenal sebagai kiblatnya demokrasi terjerembab ke flawed democracy, lantas bagaimana dengan Indonesia?
Di awal era Reformasi, Indonesia tercatat sebagai salah satu negara dengan perkembangan demokrasi paling pesat di dunia. Sistem yang terlalu sentralistik dan tertutup di era Orde Baru langsung diubah menjadi sistem desentralisasi dan terbuka yang pada akhirnya rakyat Indonesia berhak memilih wakilnya untuk menjadi pimpinan eksekutif dan legislatif baik di pusat maupun di daerah.
Dalam situasi saat ini perlu untuk memahami kembali makna dari demokrasi itu sendiri. Ada apa dengan masa depan dari demokrasi itu sendiri. Bila berpihak pada aliran kaum trasformasionalis, aliran ini memberikan pemikiran bahwa demokrasi berubah makna di akibatkan ada nya globalisasi, dan dianggap sebagai suatu fenomena yang dapat dipandang sebagai 'the driving force' dari perubahan yang sekarang tengah berlangsung, globalisasi telah 'memaksa' sebagian besar orang, masyarakat, negara, lembaga publik, baik lokal, nasional, regional maupun global untuk kembali mendefinisikan perannya dalam bidang sosial, ekonomi, politik hingga budaya maka dari kontek ini muncul lagi pertanyaan apakah globalisasi membawa serta demokrasi ataukah sebaliknya? Jika globalisasi membawa serta demokrasi, maka bagaimana proses tersebut berlangsung? Demikan juga sebaliknya, jika globalisasi menghambat demokrasi, maka melalui mekanisme seperti apakah sehingga demokrasi di era global sekarang berada dalam situasi krisis?
Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut mengandung interpretasi yang beragam, dan masing-masing orang mempunyai argumentasi sendiri-sendiri, yang sepintas lalu masuk akal dan mengandung kebenaran, namun perlu kembali untuk memahami makna dari demokrasi itu. Untuk memahami kembali demokrasi dalam era yang berubah perlu kiranya mempertimbangkan 5 standar yang di tuliskan oleh Robert Dahl: Partisipasi yang efektif, Persamaan dalam memberikan suara, Pemahaman yang jernih dari warga negara atau anggota suatu kelompok, Pengawasan agenda dan adanya Pencakupan orang "dewasa".
Secara tradisoinal , tujuan penyelenggaraan pemerintahan demokrasi adalah untuk mencegah akumulasi kekuasaan ke dalam satu atau beberepa orang. Mengurangi ketidak pastian dan instabilitas, dan menjamin warganegara yang tidak sepakat dengan kebijakan saat ini dengan memberikan kesempatan berkala untuk mengganti siapa yang memegang kekuasaan dan dengan demikian mempunyai otoritas untuk membuat keputusan.
Kembali memahami demokrasi sangat diperlukan dalam situasi saat ini, karena sistem demokrasi untuk saat ini seharusnya lebih "baik" dibandingkan dengan alternatif manapun yang mungkin ada, karena demokrasi memiliki 10 ke unggulan:
1. Demokrasi membantu dalam mencegah tumbuhnya pemerintahan kaum otokrat yang kejam dan licik
2. Demokrasi menjamin bagi warga negaranya sejumlah hak asasi yang tidak diberikan dan tidak dapat diberikan oleh sistem-sistem yang tidak demokrasi
3. Demokrasi menjamin kebebasan pribadi yang lebih luas bagi warganegranya daripada alternatif lain yg memungkinkan
4. Demokrasi melindungi orang-orang yang berkaitan dengan keperluan pokok mereka
5. Hanya pemerintahan demokrasi yang memberikan kesempatan sebesar-besarnya bagi orang untuk meggunakan kebebasan menentukan nasib sendiri yaitu hidup dibawah hukum yang mereka pilih.
6. Hanya pemerintahan demokrasi yang dapat mamberikan kesempatan yang sebesar-besarnya untuk manjalankan taggungjawab moral.
7. Demokrasi membantu perkembangan manusia lebih daripada alternatif lain yang memungkinkan
8. Hanya pemerinthan demokrasi yang dapat mambantu perkembangan kadar persamaan politik yang relatif tinggi
9. Negara-negara demokrasi modren tidak berperang satu sama lain
10. Negara-negara degan pemerintahan demokrasi cedrung lebih makmur daripada negara-negara degan pemerintahan yang cendrung tidak demokrasi
Kita tidak boleh pesimis atas kondisi indonesia belum memahami demokrasi secara benar, sebab "Masih ada waktu untuk Indonesia berbenah. Amerika Serikat dan Inggris Raya saja butuh ratusan tahun untuk mendewasakan iklim demokrasinya. Namun jika elite politik di Indonesia tidak ada niatan berubah, kepada siapa lagi kita berharap?"
Penulis: Dosen Pengampu Mata Kuliah Studi Demokrasi & HAM FISOPOL Universitas Islam Riau
Untuk saran dan pemberian informasi kepada berazam.com, silakan kontak ke email: redaksi.berazam@gmail.com
Komentar Anda
Indeks
Sabtu 01 Oktober 2022, 08:52 WIB
Obstruction of Press Freedom
Selasa 30 Agustus 2022, 10:34 WIB
Siapa Berani Membela Sambo
Rabu 17 Agustus 2022, 15:10 WIB
Implikasi Refocusing Anggaran Terhadap Pelaksanaan Pemerintahan di Kabupaten Kampar
Rabu 22 Juni 2022, 14:18 WIB
Wartawan Generasi Milenial, Tantangan Ketua PWI Riau
Senin 21 Maret 2022, 13:50 WIB
Dinamika Perkembangan Bahasa Jepang di Riau
Kamis 17 Februari 2022, 13:32 WIB
CPP Block dan 'Politik Sambil Menyelam Minum Air'
Jumat 04 Februari 2022, 22:55 WIB
Bijak Gunakan Media Sosial
Selasa 06 Oktober 2020, 23:28 WIB
Memahami kembali Makna Demokrasi di Era yang Berubah
Kamis 06 Agustus 2020, 09:22 WIB
Partisipasi dan Gerakan Politik Kaum Milineal
Senin 22 Juni 2020, 10:31 WIB
Media Berperan Jaga Bahasa Indonesia dari Kehancuran
Berita Pilihan
Jumat 24 Maret 2023
Heboh Soal Barang Mewah Istri Sekdaprov, Fauzi Kadir: Semakin Tinggi Pohon Menjulang Semakin Kencang Angin Menghempas
Selasa 14 Maret 2023
Kasasi Juniar Ernawati Ditolak MA: Stikes Tengku Maharatu Sah Hanya Milik Ridar Hendri dkk
Sabtu 11 Februari 2023
Rangkaian HPN 2023, PWIRiau Safari Jurnalistik ke Titik Nol Indonesia
Kamis 02 Februari 2023
Perkuat Kerjasama, Rektor Umrah Temui Dekan Baru FPK Unri
Rabu 18 Januari 2023
Rektor Prof Dr Sri Indarti SE MSi Lantik 4 Wakil Rektor, 3 Dekan, dan Ketua Lembaga
Rabu 28 Desember 2022
Stikes Tengku Maharatu Pekanbaru Wisuda Lagi 259 Sarjana
Rabu 21 Desember 2022
Sah, Prof Dr Sri Indarti SE MSi Jadi Rektor UNRI
Rabu 21 Desember 2022
Siang Ini, Prof Dr Sri Indarti SE MSi Dilantik Jadi Rektor UNRI
Selasa 20 Desember 2022
Besok, Prof Dr Sri Indarti SE MSi Dilantik Jadi Rektor UNRI
Kamis 17 November 2022
Duet Maria Calista – Aras Mulyadi di Closing Ceremony, Menjadi Antiklimaks Rangkaian Milad ke-60 UNRI
Berita Terkini
Jumat 02 Juni 2023, 18:51 WIB
NasDem Sebut Cawapres Anies Sudah Mengerucut ke Satu Nama
Jumat 02 Juni 2023, 18:20 WIB
Zulhas Temui Megawati Bahas Peluang Koalisi di Pemilu 2024
Jumat 02 Juni 2023, 18:12 WIB
Arsjad Rasjid Resmi Lantik Masuri Sebagai Ketua Kadin Riau 2022-2027
Jumat 02 Juni 2023, 18:07 WIB
Dishub Riau Akan Kembali Gelar Razia Truk ODOL
Jumat 02 Juni 2023, 18:02 WIB
Marak Perpisahan Sekolah Digelar Hotel Berbintang, Disdik Igatkan Jangan Beratkan Orang Tua
Jumat 02 Juni 2023, 17:55 WIB
Ketua MUI Riau Tegaskan LGBT Perbuatan yang Menyimapan dan Harus Dibasmi
Jumat 02 Juni 2023, 17:49 WIB
Harga Telor Melambung, LaNyalla Ingatkan Kemendag Soal Suplay Pakan Ternak
Jumat 02 Juni 2023, 09:22 WIB
BMKG: Hujan Masih Berpotensi Mengguyur Sejumlah Wilayah di Riau pada Malam Hari
Jumat 02 Juni 2023, 09:15 WIB
Dirut BRK Syariah Andi Buchari Mundur dari Jabatannya
Jumat 02 Juni 2023, 09:06 WIB
Mahyudin: 374 Orang Jemaah Haji Asal Pekanbaru Bersiap Menuju Mekkah