Desak KPK Gasak Kasus Big Fish di Ditjen Minerba, CERI: Jangan-jangan Kasus Tukin Terjadi Akibat Irjen Kementerian ESDM Impoten Jalankan Tugas?
Kamis 30 Maret 2023, 16:27 WIB

Jakarta, berazamcom - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI diminta untuk tidak berhenti menyidik  kasus korupsi tunjangan kinerja (Tukin) aparat sipil negara Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM. Apalagi, KPK sudah menetapkan sejumlah tersangka kasus itu dan menyatakan kerugian negara mencapai puluhan miliar Rupiah.  

Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman, Kamis (30/3/2023) di Jakarta.

"Jika menilai dari nilai kerugian yang diucapkan oleh Kabag Pemberitaan KPK, Fikri Ali di hadapan awak media pada Senin 27 Maret 2023 lalu benar adanya, kami malah berpendapat kasus ini receh untuk KPK dari ukuran operasi tambang yang dikelola oleh Ditjen Minerba," kata Yusri.

Menarikny, kata Yusri, ada informasi menyebutkan bahwa sebagian hasil korupsi Tukin ini telah digunakan untuk kepentingan oknum pemeriksa BPK RI, selain digunakan untuk diri sendiri oleh pelakunya.

"KPK harus usut serius keterlibatan oknum BPK lainnya. Ini penting. Jika aparat pemeriksa ikut bermain juga, maka sudah hancur negara kita ini," beber Yusri.

Yusri menjelaskan, sejak 2012 hingga setidaknya tahun 2017 sudah dibentuk Tim Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Minerba antara KPK dengan Kementerian ESDM.

"Artinya KPK sangat paham ususnya atau anatomi tata kelola di Ditjen Minerba, termasuk sangat memahami Direktorat yang basah dan setengah basah hingga kering di Ditjen Mineba, termasuk mengetahui pos-pos yang rawan terjadinya praktek kongkalikong yang berpotensi merugikan negara," beber Yusri.

Menurut Yusri, tujuan awal Korsup Minerba saat itu dibentuk adalah untuk menertibkan adanya tumpang tindih Izin Usaha Pertambangan (IUP). Kala itu ada 10.827 IUP yang tercatat di Ditjen Minerba Kementerian ESDM sebagai produk dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2001.

PP tersebut memang memberikan kewenangan pengelolaan sektor Minerba kepada Pemda di tingkat kabupaten dan kota, atau dikenal produknya CnC (Clear and Clean) dan tercantum di Mineral One Map Indonesia (MODI).

"Sehingga perlu ditelisik, jangan-jangan korupsi Tukin ini bisa terjadi akibat fungsi Inspektur Jenderal Kementerian ESDM yang tupoksinya melakukan pengawasan, sudah impoten lantaran tidak bisa mendeteksi korupsi Tukin ini yang katanya sudah berlangsung dari tahun 2020 hingga saat ini," beber Yusri.

Atau, lanjut Yusri, jangan-jangan kasus ini terungkap akibat adanya pertarungan elit-elit untuk menentukan sosok pengganti Ridwan Djamaludin sebagai Dirjen Minerba, yang pada 24 Maret 2023 lalu sudah berumur 60 tahun dan harus pensiun.

"Oleh sebab itu, KPK harus bisa dan mampu mengungkap kasus 'big fish' di sektor pertambangan ini setelah kasus Ferdi Sambo jadi terpidana, kala itu terkuak secara telanjang di berbagai media adanya aliran dana haram mafia tambang ke oknum penegak hukum yang bertindak sebagai backingnya, dari level Polsek hingga Mabes," beber Yusri.

Bahkan, kata Yusri, beredar flow chart ada Geng Sumut dan Geng Kalimantan, nama-nama pemain koridor dan pejabat pengutipnya serta tokoh 303 yang bermain di tambang juga ditulis secara terang benderang.

"Namun isu itu tampaknya sekarang telah terkubur bersamaan isu-isu baru yang terus bermunculan. Sehingga terkesan Kapolri pura-pura tidak tau," katanya.

Kasus Big Fish Ditjen Minerba

Menurut Yusri, harusnya KPK menjadikan kasus korupsi Tukin sebagai pintu masuk untuk bisa mengungkap kasus lain yang tergolong 'big fish' di Ditjen Minerba.

"Dimulai dari dugaan kongkalikong antara pemilik tambang dengan oknum pejabat terkait di Ditjen Minerba yang bisa dijerat dengan pidana korupsi, yaitu dalam penentuan kuota produksi setiap perusahaan di dalam penerbitan Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) setiap tahunnya," beber Yusri.

Dibeberkan Yusri, mengingat ada tambang yang tidak layak produksi lagi, tetapi anehnya diterbitkan persetujuan RKAB, bisa jadi 'dokumen terbang' inilah yang digunakan oleh penambang ilegal yang lebih dikenal dengan sebutan 'penambang koridor' itu.

"Infonya dokumen terbang itu diperjualbelikan oleh pemilik tambang dengan harga USD 10 per metrik ton bagi pemain koridor yang membutuhkannya agar batubara mereka bisa diekspor," ungkap Yusri.

Sudah menjadi rahasia umum, kata Yusri, bagi pengusaha tambang besar maupun kecil yang tidak punya akses ke pejabat di Ditjen Minerba, jangan pernah bermimpi bisa mudah mendapat persetujuan RKAB. Banyak kasus terjadi, RKAB malah baru keluar menjelang akhir tahun.

"Makanya calo RKAB bertopeng konsultan tambang saat ini tumbuh pesat, lazimnya jadi kaki tangan pejabat yang berwenang menyetujui RKAB, biar cantik mainnya," ungkap Yusri.

"Beda halnya penambang yang punya hubungan khusus. Januari sudah keluar persetujuan RKAB dan sangat mudah merevisi untuk penambahan kuota pertengahan tahun," timpal Yusri lagi.

Transfer Pricing

Yusri mendesak KPK agar menelisik adanya dugaan kongkalikong praktek lancung dalam perpanjangan PKP2B dan Kontrak Karya menjadi IUPK. Harus bisa diungkap oleh KPK setelah lahirnya UU Minerba Nomor 3 tahun 2020, yang kami anggap penuh kontroversi itu.

"Sebab, dari besar dan luasnya kewenangan yang dimiliki Ditjen Minerba Kementerian ESDM di bidang operasi pertambangan, maka  ada potensi puluhan triliun Rupiah diduga bocor setiap tahunnya dari praktek kotor akibat tidak sesuainya data produksi yang tercatat di E-PNBP Ditjen Minerba dengan realisasi yang tercatat di Kesyahbandaran Sistem Operasi Pelabuhan (KSOP) Kementrian Perhubungan dan data di Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan," beber Yusri.

Adanya praktek 'transfer pricing' yang dilakukan penambang, menurut Yusri juga harus jadi obyek penyidikan, yaitu rekayasa penambangan dengan menurunkan kadar batubara maupun nikel untuk mengurangi jumlah setoran nilai kewajiban PNBP yang barang tentu sangat merugikan negara.

Menurut Plh Dirjen Minerba Idrus Sihite kepada majalah Gatra pada awal Desember 2022, jika dikelola dengan benar maka PNBP bisa ditingkatkan menjadi dua sampai tiga kali lipat. Saat itu Ditjen Minerba menyatakan untuk tahun 2022 setoran PNBP baru mencapai Rp 158 triliun, realisasi akhirnya menjadi Rp 183,35 triliun.

"Luasnya kewenangan Ditjen Minerba, mencakup hingga kewenangan di dalam memberikan rekomendasi alokasi ekspor kepada setiap penambang itu, infonya ada tartifnya. Jika tidak rekomendasi Ditjen Minerba, maka Ditjen Perdangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan tidak akan menerbitkan izin ekspor," beber Yusri.

Kewenangan itu, sambung Yusri, meliputi pembinaan dan pengawasan serta penertiban, dimulai sejak dari penerbitan dan peningkatan serta rekomendasi pencabutan status perizinan usaha tambang berlangsung.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPTAK) mengungkapkan pada media pada 21 Januari 2023 lalu, bahwa ada lebih dari Rp 1 triliun dana hasil penambang ilegal yang mengalir ke partai politik diduga akan digunakan untuk Pembiayaan Pemilu 2024. Seharusnya data ini bisa digunakan KPK untuk membuka kotak pandora di Ditjen Minerba.

"Sekarang bola ada di KPK, publik hanya menunggu apa langkah selanjutnya dari pimpinan KPK, apakah cukup mengungkap kasus Tukin saja yang disidik atau mau bergerak ke hulu untuk mengungkap 'big fish' seperti harapan Dewas KPK. Rakyat monitor," pungkas Yusri.(*)




Untuk saran dan pemberian informasi kepada berazam.com, silakan kontak ke email: redaksi.berazam@gmail.com

About Us

Berazamcom, merupakan media cyber berkantor pusat di Kota Pekanbaru Provinsi Riau, Indonesia. Didirikan oleh kaum muda intelek yang memiliki gagasan, pemikiran dan integritas untuk demokrasi, dan pembangunan kualitas sumberdaya manusia. Kata berazam dikonotasikan dengan berniat, berkehendak, berkomitmen dan istiqomah dalam bersikap, berperilaku dan berperbuatan. Satu kata antara hati dengan mulut. Antara mulut dengan perilaku. Selengkapnya



Alamat Perusahaan

Alamat Redaksi

Perkantoran Grand Sudirman
Blok B-10 Pekanbaru Riau, Indonesia
  redaksi.berazam@gmail.com
  0761-3230
  www.berazam.com
Copyright © 2021 berazam.com - All Rights Reserved
Scroll to top