Keputusan Rehabilitasi Majelis Hakim PN Jaksel Ditantang JPU, Kuasa Hukum: Kemanusiaan Harus Diutamakan!
Rabu 11 September 2024, 17:06 WIB
Ilustrasi

Jakarta, berazamcom – Selasa, 10 September 2024, terdakwa kasus narkotika, Wan Traga Duvan Baros, menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan divonis menjalani rehabilitasi selama 1 tahun.

Majelis hakim dalam putusannya menyepakati nota pembelaan dari kuasa hukum terdakwa yang berlandaskan pada pertimbangan kemanusiaan, kesehatan, dan keadilan. Meski barang bukti yang ditemukan melebihi ambang batas sesuai Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 04 Tahun 2010, hakim memutuskan bahwa rehabilitasi adalah langkah terbaik bagi terdakwa, dibandingkan hukuman penjara 6 tahun yang dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Terdakwa menyambut putusan tersebut dengan rasa syukur. Namun, pada Rabu, 11 September 2024, melalui kuasa hukumnya, Muh Nur Latief, S.H., terdakwa menerima informasi bahwa JPU, atas arahan Kepala Seksi Pidana Umum (KASIPIDUM) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, akan mengajukan banding atas putusan tersebut.

Dalam putusan majelis hakim, JPU diperintahkan untuk membebaskan terdakwa dari tahanan dan segera membawanya ke Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Cibubur guna menjalani rehabilitasi. Muh Nur Latief, S.H., menyatakan apresiasi terhadap putusan tersebut dan menyebut bahwa keadilan masih ada di negara ini.

Namun, ia menyesalkan keputusan JPU untuk mengajukan banding, padahal fakta persidangan dengan jelas menunjukkan bahwa terdakwa bukan bandar atau kurir narkotika, melainkan hanya seorang pecandu yang sedang sakit.

"Untuk siapa jika terdakwa harus dihukum berat? Apakah keadilan untuk JPU? Apakah keadilan untuk majelis hakim? Keadilan ini untuk siapa? Terdakwa tidak merugikan masyarakat, hanya dirinya sendiri dan kesehatannya," tegas Latief.

Latief juga menambahkan bahwa kondisi penjara yang sudah penuh sesak akan semakin membebani negara jika JPU tetap ingin memenjarakan terdakwa. Ia memahami prosedur operasional standar (SOP) yang biasanya diikuti oleh JPU ketika putusan hakim lebih ringan dari dua per tiga tuntutan. Namun, ia mengingatkan bahwa kemanusiaan harus diutamakan.

"Ada apa dengan kejaksaan negara ini sehingga mereka menghalangi amanat konstitusi dan melawan pedoman mereka sendiri yang tertuang dalam Pedoman Jaksa Agung No. 18 Tahun 2021 tentang Penanganan Perkara Restorative Justice dalam kasus narkotika? Mengapa kejaksaan begitu keras menentang upaya rehabilitasi yang diatur oleh konstitusi? Apakah ini karena terdakwa hanya rakyat biasa, bukan orang berduit atau selebritas?" pungkas Latief dengan nada berapi-api.(*)




Untuk saran dan pemberian informasi kepada berazam.com, silakan kontak ke email: [email protected]
Copyright © 2021 berazam.com - All Rights Reserved
Scroll to top