Senin, 29 April 2024

Breaking News

  • Bupati Karimun Hadiri Halal Bi Halal Sekaligus Menabalkan Ketum Iwkk Pekanbaru Terpilih   ●   
  • Klaim Amerika Serikat: Temukan Bukti China Intervensi Pilpres 2024?   ●   
  • APTISI Riau Bahas Proker 2024 Dalam Upaya Kontribusi Pada Pendidikan Tinggi di Riau   ●   
  • Permainan Politik Edy Natar Nasution dan Sinyal Dukungan Partai   ●   
  • CERI Pertanyakan Hakim Tipikor Jakarta Yang Tidak Menghadirkan Nicke dan Dwi Sucipto Dalam Sidang Kasus Pengadaan LNG Pertamina Dengan Corpus Criti Liquefaction   ●   
Pilpres 2024: Dua atau Tiga Pasang?
Sabtu 23 September 2023, 10:31 WIB

TEKA teki kemana Partai Demokrat berlabuh setelah “pisah ranjang” dengan Koalisi Perubahan yang mengusung Anis Rasyid Baswedan, terjawab sudah. Kamis [21/09 2023] partai berlambang mercy itu mendeklarasikan mengusung Prabowo Subianto.

Deklarasi Partai Demokrat berlangsung sangat meriah. Dihadiri ketua-ketua partai koalisi: Gerindra, Golkar, Partai Amanat Nasional, Partai Bulan Bintang dan Partai Gelora. Prabowo dielu-elukan kader Demokrat. Ia disambut bak pahlawan pulang dari medan lagi saat masuk ke arena Rapimnas Demokrat. SBY [Soesilo Bambang Yudhoyono] dan AHY [Agus Harimurti Yudhoyono] sempat bernyanyi untuk Prabowo. Prabowo terbawa arus irama musik, dan spontan ia pun berjoget bersama kader Demokrat. Termasuk sebagian undangan.

Sebelum bersama koalisi Gerindra, Demokrat berada satu kamar dengan koalisi perubahan: Nasdem dan PKS. Hampir tujuh bulan, AHY dan Demokrat wira wiri mengiringi langkah politik Anis Baswedan. Wira wiri itu terhenti ketika Anis menggandeng Muhaiman Iskandar sebagai cawapres,. Padahal, menurut Demokrat, jabatan orang kedua itu sudah dijanjikan Anis untuk AHY.

Pupus harapan. AHY dan Demokrat ngambek. Meradang. Bahkan menuduh Anis berkhianat. Lalu keluar dari Koalisi Perubahan. SBY selaku Ketua Majelis Tinggi partai tak tinggal diam. Presiden RI keenam itu turun gunung. Ia merapat ke Prabowo dan koalisinya. Puncanya, setelah Partai Demokrat menggelar Rapimnas [Rapat Pimpinan Nasional], AHY pun mendeklarasikan bahwa Partai Demokrat mendukung Prabowo Suianto.

Politik adalah seni kompromi, dan dalam politik tidak ada musuh yang abadi. Juga tidak ada teman yang abadi. Kata Winston Churchill, mantan Perdana Menteri Britania Raya, “beberapa orang mengubah partai mereka demi prinsip mereka, yang lain mengubah prinsip mereka demi partai mereka”. Quote’s itu agaknya relevan untuk melihat kondisi terkini perpolitikan tanah air yang bergerak sangat dinamis. Sulit diprediksi. Pisau analisis pengamat politik pun sering dibuat tumpul gegara dinamika yang berubah-ubah. Karena cawe-cawe.

Demokrat yang sejatinya sebiduk dengan koalisi perubahan, dan mengklaim diri sebagai partai pengusung perubahan, tetiba bergabung dengan partai-partai pendukung pemerintah. Begitu pun PKB. Yang kini masih menjadi partai pendukung pemerintah, berbalik arah bersama Nasdem melawan partai-partai pro pemerintah. Surya Paloh dan Cak Imin [Muhaimin Iskandar] yang dalam empat tahun terakhir tak pernah bersebrangan dengan PDIPerjuangan, Golkar, Gerindra, PAN dan PPP, kini tampil sebagai antitesa pemerintah. Sementara AHY yang partainya babak belur diobok-obok KSP Moeldoko sekarang justru satu barisan dengan partai-partai pro pemerintah.

Perspektif Churchill, perubahan peta politik itu mengindikasikan sebuah keinginan elit yang jauh dari nilai-nilai perjuangan. Kedaulatan dan idealisme. Perjuangan mereka lebih bertopang dagu pada ambisi pribadi dan kelompok. Jauh dari platform partai yang selama ini digembar-gemborkan ke publik. Benar kata Penyair WS Rendra, “politik adalah cara merampok dunia. Politik adalah cara menggulingkan kekuasaan, untuk menikmati giliran berkuasa”. Tengoklah sasaran akhir dari bangunan koalisi: rame-rame mengincar kursi capres dan cawaspres. Bahu membahu membangun dinasti. Baik di koalisi ‘A’ maupun di koalisi ‘B’. Sami mawon. Dalam konteks ini, PDI Perjuangan dan Megawati Soekarno Puteri terlihat lebih realistis. Ia tidak memaksakan puterinya Puan Maharani menjadi capres atau cawapres. Atau Surya Paloh, yang ikhlas dan tanpa beban mengusung Anis Rasyid Baswedan.

Memang. Tujuan akhir dari politik itu adalah kekuasaan. Cara dan prosesnya saja yang beda berbeza. Bagi elit, dinamika yang sekarang sedang mereka pertontonkan ke publik mungkin sebuah kewajaran, dan begitulah seninya. Tapi belum tentu demikian dengan awam memandang. Simaklah, misalnya, komentar-komentar netizen atas gonjang ganjing politik itu: beragam, menggelitik dan menggelikan.

Gonjang ganjing masih berlanjut. Teranyar, dikabarkan pilpres cukup dua pasang. Satu pasang di kubu Koalisi Perubahan yang mengusung Anis-Cak Imin, satu pasang di kubu Prabowo dan Ganjar. Entah iya entah tidak, entah rasional dan irrasional, menduetkan Prabowo-Ganjar atau Ganjar-Prabowo adalah sesuatu yang mustahil. Tapi lagi-lagi kita kembali ke awal kaji bahwa dalam politik tidak ada yang tak mungkin. Cuma apa iya? Hahaha….antahlah!!! Jangan-jangan issu ini sengaja digoreng-goreng agar jelang pendaftaran ada terus berita baru yang ramai, dinamis dan manis. Istilah media: good news.

Kenapa mustahil? Karena akan sulit mencari titik temu, siapa capresnya: Prabowo-Ganjar atau Ganjar-Prabowo. Sebagai ketua umum Partai Gerindra, Prabowo sudah dimandatkan partainya menjadi capres. Sokongan koalisinya juga makin kuat setelah Demokrat bergabung. Begitu pun dengan Ganjar. Relawannya belum tentu menerima bila Ganjar dinomor-duakan, sebab mereka bekerja keras untuk posisi capres [bukan cawapres]. Kecuali itu, Koalisi Indonesia Maju dan PDI Perjuangan dapat terwujud sekiranya Megawati Soekarno Puteri menarik Ganjar dari pencalonan. Lalu memasangkan Prabowo-Puan Maharani.

Tapi bagaimana dengan anggota KIM [Koalisi Indonesia Maju]? Bukankah mereka juga mengincar kursi cawapres Prabowo? Dan, berkoalisi bersama Gerindra minus PDI Perjuangan? Nah, rumit bukan? Jadi taklah sesederhana itu kalkulasi politiknya. Waktu ke pendaftaran pun sudah makin mepet. Baiknya? Tiga pasang saja. Banyak pilihan semakin baik. Biar rakyat yang menentukan siapa pemimpin republik ini.

[]Syafriadi: Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Riau, Pekanbaru.




Untuk saran dan pemberian informasi kepada berazam.com, silakan kontak ke email: redaksi.berazam@gmail.com


Komentar Anda
Indeks
Kamis 02 November 2023, 17:23 WIB
Impeachment Jokowi
Sabtu 21 Oktober 2023, 00:34 WIB
''Quo Vadis Mahkamah Konstitusi''
Jumat 13 Oktober 2023, 00:45 WIB
BRK Syariah Mencari Dirut, Siapa ‘Jagoan’ Syamsuar?
Sabtu 23 September 2023, 10:31 WIB
Pilpres 2024: Dua atau Tiga Pasang?
Selasa 05 September 2023, 23:50 WIB
Nasib Demokrat
Sabtu 02 April 2022, 19:42 WIB
Marhaban ya Ramadhan
Kamis 10 Maret 2022, 16:34 WIB
Mutiara dari Pesisir
Sabtu 26 Februari 2022, 16:37 WIB
Tersandung "Gonggongan Anjing"
Sabtu 19 Februari 2022, 09:39 WIB
Catatan Tiga Tahun Syamsuar - Edi Natar
Kamis 10 Februari 2022, 06:57 WIB
Menata Kembali Industri Pers


About Us

Berazamcom, merupakan media cyber berkantor pusat di Kota Pekanbaru Provinsi Riau, Indonesia. Didirikan oleh kaum muda intelek yang memiliki gagasan, pemikiran dan integritas untuk demokrasi, dan pembangunan kualitas sumberdaya manusia. Kata berazam dikonotasikan dengan berniat, berkehendak, berkomitmen dan istiqomah dalam bersikap, berperilaku dan berperbuatan. Satu kata antara hati dengan mulut. Antara mulut dengan perilaku. Selengkapnya



Alamat Perusahaan

Alamat Redaksi

Perkantoran Grand Sudirman
Blok B-10 Pekanbaru Riau, Indonesia
  redaksi.berazam@gmail.com
  0761-3230
  www.berazam.com
Copyright © 2021 berazam.com - All Rights Reserved
Scroll to top