Ancaman Mutasi Virus Akibat Klorokuin dan Avigan
Jumat 27 Maret 2020, 14:00 WIB
Masih banyak misteri tentang sifat-sifat virus Corona yang belum diketahui. Salah langkah sedikit saja dalam memutus pencegahan dan pengobatan bisa berdampak fatal di masa depan.
berazamcom- Sebagai virus jenis baru, masih banyak sifat dari SARS-CoV-2 yang jadi misteri. Berbagai penelitian anyar terus muncul mengungkap sifat dan konon jenis obat penawarnya.
Beberapa obat secara terbatas memberi efek positif melawan COVID-19, tapi di sisi lain ancaman mutasi virus juga turut mengintai.
Sudah sejak Desember 2019 dunia berperang bersama melawan pandemi COVID-19.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan situasi terkini terdapat 186 negara terdampak wabah, dengan jumlah kasus terkonfirmasi lebih 294 ribu, dan tingkat kematian mencapai 12,9 ribu jiwa.
Ancaman infeksi SARS-CoV-2 sangat nyata. Virus ini memang tak semematikan virus SARS atau MERS tapi ia mampu menyebar lebih cepat dibanding kedua jenis virus korona tersebut, sehingga cocok untuk menebar teror kepada musuh.
Orang yang tidak memiliki gejala pun bisa menginfeksi orang lain tanpa sadar. Bahkan penelitian terbaru terbitan The Lancet menyebut virus COVID-19 mampu bertahan di saluran pernapasan sampai 37 hari.
Kesimpulan tersebut didapat dari analisis 191 pasien di Rumah Sakit Jinyintan dan Rumah Sakit Paru-paru Wuhan pada 31 Januari 2020.
Dari sampel tersebut diketahui bahwa rata-rata durasi pelepasan virus mencapai 20 hari. Namun sejumlah sampel kecil pada tiga pasien menunjukkan sisa virus pada saluran pernapasan setelah 37 hari.
Artinya pasien yang dikarantina atau lolos karantina 14 hari tetap bisa berpotensi menularkan virus COVID-19.
Masih terkait transmisi tanpa disadari, penelitian lain ikut mengungkap cara mengidentifikasi para pembawa virus tanpa gejala.
“Di Korea Selatan, 30 persen pasien positif mengalami anosmia,” kata Nirmal Kumar dari Lembaga Rhinologi Inggris, Clare Hopkins, dikutip dari Business Insider.
Anosmia adalah kondisi ketika seseorang tiba-tiba kehilangan respon dari indra penciuman. Orang dengan kondisi anosmia sangat berisiko menjadi pembawa virus yang tidak terdeteksi.
Apalagi infeksi pada orang-orang ini bisa dikatakan ringan dan tidak memiliki gejala.
Pasca-ditemukannya sifat baru dari infeksi SARS-CoV-2, orang dengan gejala tersebut harus diisolasi mandiri, setidaknya selama tujuh hari.
Kemudian fakta anyar selanjutnya adalah soal media penyebaran virus. Jika sebelumnya WHO mengonfirmasi bahwa COVID-19 menyebar melalui percikan (droplet) dan menempel kuat pada permukaan kasar seperti kayu, kain, dan kulit, maka studi yang terbit di New England Journal of Medicine menambahkan kriteria lain.
Virus COVID-19 bisa bertahan di udara. “SARS-CoV-2 bisa mengudara selam tiga jam pada udara yang tenang,” demikian tulis penelitian tersebut.
Ukuran virus COVID-19 sangat kecil, yakni sekitar 1-5 mikrometer, setara lebar rambut manusia dipilah jadi 30 bagian.
Karakteristik barunya menyebut virus korona bisa melayang di udara pada kondisi tertentu, yakni suhu dan kelembapan rendah.
Namun, menurut WHO, hanya tim medis yang berisiko mendapat penularan lewat mekanisme ini. Ketika melakukan tindakan medis aerosol (zat yang menggantung di udara) seperti ventilasi dan nebulizer, maka virus akan mendapat kekuatan tambahan untuk hidup di udara.
Kemudian penularan bisa terjadi lewat penumpukan aerosol di baju hazmat, atau alat pelindung diri lainnya.
Kini Presiden Joko Widodo berinisiatif memesan obat Klorokuin dan Avigan masing-masing sebanyak dua juta dan tiga juta butir untuk penanganan wabah.
Keputusan ini dipertanyakan beberapa pihak. Masalahnya, Jokowi dianggap tidak fokus pada pencegahan, tapi jor-joran di tingkat pengobatan--yang bahkan belum disepakati secara global.
Kedua obat itu baru diujikan secara terbatas dan ternyata memberikan efek mutasi virus. Klorokuin memang telah disetujui secara medis sejak tahun 1955, namun untuk pengobatan malaria, lupus, dan rheumatoid arthritis.
Dalam penelitian aslinya, disebutkan Klorokuin punya potensi kuat sebagai profilaksis (pencegahan). Hasil dari uji coba pada pasien COVID-19 di sepuluh rumah sakit di Beijing, obat ini mampu membantu penurunan demam dan mencegah kerusakan paru-paru.
“Klorokuin efektif dalam mencegah infeksi SARS-CoV-2 dalam kultur sel ketika ditambahkan 24 jam sebelum infeksi,” ungkap studi yang terbit pada Virology Journal (2005).
Pemberian Klorokuin 3-5 jam pasca-infeksi berfungsi sebagai penghambat infeksi. Sementara Avigan, obat yang dikembangkan oleh anak perusahaan Fujifilm, yakni Fujifilm Toyama Chemical, lazim digunakan untuk mengobati influenza.
Sebagai penawar SARS-CoV-2, Avigan telah melewati uji klinis di Wuhan dan Shenzhen dengan melibatkan 340 pasien.
Para dokter di Jepang ikut menggunakan obat tersebut dalam studi klinis pasien COVID-19. Dikabarkan oleh The Guardian, uji klinis hanya menunjukkan efek berarti pada pasien dengan gejala ringan hingga sedang.
Avigan bekerja dengan cara mencegah virus berkembang biak, sehingga tidak efektif ketika diberikan pada orang dengan gejala berat.
“Kami memberi Avigan kepada 70-80 orang, tetapi tampaknya tidak berfungsi baik ketika virus sudah berlipat ganda,” ungkap Kementerian Kesehatan Jepang, masih dilansir dari The Guardian.
Krorokuin dan Avigan sama-sama bekerja dengan merusak kualitas replikasi RNA dari SARS-CoV-2 menjadi tidak stabil, sehingga menghambat infeksi.
Tapi masalahnya di saat bersamaan ketika kualitas replikasi virus RNA tidak stabil, maka virus berisiko bermutasi menjadi lebih agresif. Studi terbatas pada klorokuin menyertakan risiko mutasi virus di masa depan. Mutasi virus bisa saja membuat virus kebal terhadap obat yang sama.
Di kemudian hari jika terdapat wabah infeksi lain maka orang yang pernah terpapar obat ini berisiko kebal obat. Akibatnya ia harus menggunakan dosis obat yang lebih tinggi dengan harga yang lebih mahal.
Efek lain klorokuin secara jangka panjang bisa membikin kerusakan retina. Ahli Farmakologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Zullies Ikawati menambahkan, kerusakan pada mata akan membuat penglihatan menjadi buram. Pasien pengguna obat ini seperti penderita lupus atau autoimun misalnya, mereka harus memeriksakan fungsi mata dan jantung secara berkala.
“Pada jantung denyutnya jadi tidak stabil. Jadi efek samping cukup banyak terutama kalau dipakai dalam jangka waktu lama dan dosis tinggi,” ujarnya dilansir dari Tirto. Apalagi sejak kabar Klorokuin dan Avigan tersiar, dikhawatirkan masyarakat mengonsumsi obat secara sembarang.
Terbukti persediaan Klorokuin dan Avigan langsung kosong di pasaran karena masyarakat Indonesia memborong obat-obat tersebut di apotek. Tirto juga sempat mengecek ketersediaan kedua obat tersebut di apotek terdekat seperti Century dan K-24, dan ternyata ludes.
Meski semua kebijakan terkait COVID-19 ada di tangan pemerintah, termasuk penggunaan Klorokuin dan Avigan, perlu juga diperhitungkan ancaman mutasi virus di masa mendatang. Jika saat itu tiba, Indonesia bisa menghadapi kewalahan yang sama seperti sekarang. ***
[]sumber: tirto.id
Untuk saran dan pemberian informasi kepada berazam.com, silakan kontak ke email: redaksi.berazam@gmail.com
Komentar Anda
Berita Terkait
Berita Pilihan
Sabtu 14 September 2024
Soliditas PPP Pekanbaru Ditegaskan untuk Menangkan Edy Nasution-Dastrayani Bibra
Jumat 13 September 2024
Deklarasi Pasangan PATEN di Pekanbaru: 20.000 Kupon Diperkirakan Habis Menjelang Sabtu
Jumat 13 September 2024
Tampilkan Lima Pakar Perikanan Asing, Seminar ISFM XIII FPK Unri Berlangsung Sukses
Selasa 10 September 2024
PATEN, Balon Walikota Edy Nasution Orang Pertama Hadir di Polresta Pekanbaru
Sabtu 07 September 2024
Dr Mexsaxai Indra SH MH: Forum Warek Akademik BKS-PTN Barat Bahas Percepatan Menuju World Class University
Jumat 30 Agustus 2024
Pasangan Edy Natar-Dastriani Bibra 'Berlayar' di Pilkada Pekanbaru Meski Ada Perubahan Dukungan
Senin 19 Agustus 2024
Pilkada Serentak, Momentum Mahasiswa Laksanakan Tugas Sebagai Agen Perubahan
Kamis 25 Juli 2024
Sukses, Seminar Antarabangsa ke-12 “EHMAP” Kerjasama Unri-UKM Malaysia Bahas 60 Paper
Selasa 23 Juli 2024
Tekor Berkepanjangan, Majalah GATRA Akhirnya Tutup !
Selasa 23 Juli 2024
FKPRM dan PPMR Keluarkan Pernyataan Sikap, Tolak Pembalonan Nasir
Berita Terkini
Kamis 10 Oktober 2024, 20:24 WIB
Kelompok Tani Tunas Jaya: Kisah Perjuangan Petani Desa Meridan
Kamis 10 Oktober 2024, 17:29 WIB
Erik Suhenra S. I. Kom Terima Mandat Ketua Komnas PA Kabupaten Pelalawan
Kamis 10 Oktober 2024, 16:10 WIB
Asmar Dinilai Sukses Atasi Kemiskinan dan Stunting di Kepulauan Meranti
Kamis 10 Oktober 2024, 16:06 WIB
Bersih dari Kasus Korupsi, Nizami Jamil Ajak Warga Pekanbaru Pilih P4TEN
Kamis 10 Oktober 2024, 10:18 WIB
P4TEN! Di Acara Unboxing Our Mind Edy Nasution -Dastrayani Bibra Sukses Hipnotis Audiens
Rabu 09 Oktober 2024, 20:25 WIB
P4TEN Kampanye di Tangkerang Tengah, Emak-Emak Doakan Ayah Kita Edy Nasution jadi Walikota Pekanbaru
Rabu 09 Oktober 2024, 17:18 WIB
Dilanda Banjir 4 Bulan, Pemdes Pulau Gajah Kembali Kerjakan Rehab Jalan Baru Pakai Krokos
Rabu 09 Oktober 2024, 13:19 WIB
Pakar Migas Ungkap Solusi Jitu Atasi Ketergantungan Impor LPG Indonesia
Rabu 09 Oktober 2024, 09:18 WIB
KPU Riau Bedakan Pasar Murah dan Bagi-Bagi Sembako, Ini penjelasannya!
Rabu 09 Oktober 2024, 09:14 WIB
Jelang Pilkada, Polda Riau Intensifkan Pengawasan SPBU