Insentif Mobil Listrik Diobral: Upaya 'Sayonara' dengan Mobil Murah
Jumat 02 Agustus 2019, 13:04 WIB
Jika aturan terkait PPnBM kendaraan bermotor diubah demi mobil listrik, maka mobil murah atau LCGC yang selama ini menikmati pajak penjualan barang mewah akan jadi “tumbalnya.”
berazam- Rencana pemerintah mengembangkan mobil listrik melalui sejumlah insentif fiskal tampaknya bukan kaleng-kaleng. Setelah lama tarik-ulur antar-instansi pemerintah dan pelaku usaha, payung hukum aturan mobil listrik segera meluncur dalam bentuk Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden.
Sejumlah kementerian juga tengah menyiapkan turunan regulasi dalam bentuk Peraturan Menteri maupun Peraturan Dirjen. Kementerian Keuangan, misalnya, bakal mengobral insentif pajak yang besarannya ditentukan berdasarkan kelompok kendaraan.
Insentifnya pun tidak tanggung-tanggung. Mulai dari pengurangan bea masuk atas importasi mesin, barang modal dan bahan dalam rangka penanaman modal; pajak penjualan barang mewah (PPnBM); hingga insentif yang ditanggung pemerintah atas importasi bahan baku dan atau bahan penolong.
Kendati demikian, obral insentif itu bukan tanpa konsekuensi. Jika aturan terkait PPnBM kendaraan bermotor diubah demi mobil listrik, maka mobil murah hemat energi atau Low Cost Green Car (LCGC) yang selama ini menikmati pajak penjualan barang mewah akan jadi "tumbalnya".
Sebab, skema pengenaan insentif tersebut tak lagi hanya dihitung berdasarkan kapasitas mesin kendaraan (CC), melainkan tingkat emisi karbon (CO2) yang dikeluarkan. Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu, Arif Yanuar mengatakan, kendaraan dengan kategori KBH2 tersebut bisa dikenakan PPnBM sebesar 3 persen.
Otomatis, harganya bisa lebih mahal ketimbang yang saat ini dilego di pasaran. Meski demikian, keputusan pemberian PPnBM ini masih terus menjadi bahan diskusi. Khususnya, mengenai indikator apa yang akan dipakai untuk pemberian insentif PPnBM tersebut.
“Kalau base-nya CC dan emisi, LCGC yang akan terkena. Tapi ini masih jadi bahan diskusi,” kata dia di sela-sela acara Ditjen Pajak, di Denpasar, Bali, Rabu (31/7/2019).
Insentif yang tengah dipersiapkan pemerintah tersebut mendapatkan sambutan baik, terutama karena kendaraan listrik dapat mengurangi emisi karbon yang belakangan dituding sebagai penyebab buruknya kualitas udara di kota-kota besar di Indonesia.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiadi berharap, penggunaan kendaraan bermotor listrik akan semakin banyak seiring dengan tumbuhnya kesadaran masyarakat tentang kondisi lingkungan.
"Mobil-mobil listrik ini, kan, memang sudah jadi isu global dan saya kira langkah pemerintah baik untuk mendorong produksi itu dengan memberikan berbagai kemudahan pengembangan produk ini,” kata dia kepada reporter Tirto melalui sambungan telepon, Kamis (1/8/2019).
Instansinya sendiri telah mendorong penggunaan kendaraan listrik untuk transportasi umum di kota-kota besar di Indonesia. Karena itu, Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU) akan mulai bermunculan.
Namun, Budi belum bisa memprediksi berapa banyak orang yang bakal berpindah dari mobil berbahan bakar bensin ke listrik.
“Saya enggak bisa prediksi bagaimana nanti perpindahan untuk mobil pribadi, tapi untuk kendaraan umum: taksi, bus listrik, kan, juga sudah masuk. Saya kira 2019 ini awal kita lihat di 2020. Nanti tinggal lihat itu kapasitas baterainya bisa untuk berapa km," imbuhnya.
Meski demikian, kata Ketua I Gaikindo Jonkie Sugiarto, ada sejumlah ketentuan dalam rancangan PP dan Perpres Mobil Listrik yang belum sreg di benak para pengusaha. Salah satunya, adalah persentase Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang dianggap terlalu tinggi untuk tahap awal pengembangan.
Dalam draf Perpres Mobil Listrik yang diterima Tirto, TKDN atau konten lokal memang jadi salah satu prasyarat yang diwajibkan pemerintah. Persentase konten lokal dalam beleid tersebut diatur berdasarkan jangka waktu tertentu dan terus meningkat hingga mencapai 80 persen setelah 2025. Untuk kendaraan roda dua dan/atau tiga yang berbasis baterai, misalnya, harus menggunakan 40 persen konten lokal dalam kurun 2019-2023, 60 persen pada kurun 2023-2025, dan 80 persen setelah tahun 2025.
Sementara bagi mobil, minimal penggunaan komponen dalam negerinya adalah 35 persen pada 2019-2021, 40 persen pada 2021-2023, 60 persen pada 2023-2025, dan 80 persen hingga 100 persen setelah tahun 2025.
Tentu hal ini bakal bikin para para pengusaha otomotif kelabakan. Hal ini mengingat minimnya daya dukung industri hilir RI untuk menjamin kecukupan pasokan baku perakitan kendaraan berbahan bakar setrum.
Apalagi, prospek bisnisnya belum tentu moncer mengingat masih sedikitnya infrastruktur seperti SPLU. Hingga Juni 2018, berdasarkan data Kementerian ESDM, baru terdapat sekitar 5.384 SPLU di 1.980 titik di Indonesia. Infrastruktur tersebut, menurut Jonkie, masih sangat kurang jika ingin mendorong shifting besar-besaran dari mobil berbahan bakar bensin ke listrik.
Seharusnya, kata Jonkie, pemerintah membiarkan terlebih dahulu importasi mobil listrik dalam bentuk utuh (completely built up/CBU) sampai infrastrukturnya siap.
Sebab, meski insentif hilirisasi industri untuk teknologi berbasis listrik, investasi belum tentu bisa masuk dengan cepat. “CBU dulu untuk tes pasar, kan, tidak apa-apa, setelah itu Agen Pemegang Merek (APM) menentukan type/model yang mana yamg akan diproduksi di Indonesia," ucapnya ketika dihubungi reporter Tirto, Kamis malam (1/8/2019).
sumber: tirto.id
Untuk saran dan pemberian informasi kepada berazam.com, silakan kontak ke email: redaksi.berazam@gmail.com
Komentar Anda
Berita Terkait
Berita Pilihan
Rabu 15 Mei 2024
Edy Natar Nasution Kembali Berkomitmen Politik, Kembalikan Formulir Pendaftaran ke PAN Riau
Jumat 08 Maret 2024
Stikes Tengku Maharatu Wisuda Lagi 231 Sarjana Kesehatan dan Profesi Ners
Senin 22 Januari 2024
Letakan Batu Pertama, Stikes Tengku Maharatu Bangun Kampus Empat Lantai
Selasa 28 November 2023
Satu Jam Bersama Gubernur Riau Edy Natar : Mimpi Sang Visioner dan Agamis
Selasa 21 November 2023
Silaturahmi IKBR dengan Plt Gubri, Edy Nasution: Insha Allah Saya Maju
Minggu 01 Oktober 2023
Bravo 28 Usulkan Ganjar-Jokowi Pasangan Pilpres 2024
Rabu 27 September 2023
Hendry Ch Bangun Terpilih Jadi Ketua Umum PWI Pusat 2023-2028
Rabu 20 September 2023
Perginya Dosen Ramah, Humoris, dan Rendah Hati
Senin 18 September 2023
Wow! Ternyata Harga Kontrak Impor LNG Pertamina yang Disidik KPK Jauh lebih Murah dari Harga LNG Domestik
Senin 11 September 2023
Menkominfo Mau Pajaki Judi Online, Ini Kata CERI
Berita Terkini
Minggu 19 Mei 2024, 16:51 WIB
PKKEI: Majelis Hakim Diharap Memahami dengan Benar Kasus LNG Terdakwa Karen Agustiawan Secara Utuh
Minggu 19 Mei 2024, 14:38 WIB
Ini Daftar Sahabat Pengadilan di Sidang Korupsi Mantan Dirut Karen Agustiawan
Minggu 19 Mei 2024, 11:42 WIB
3 Tahun Kepemimpinan Rektor: Sportivitas Persaudaraan Menuju UIN Suska Terbilang dan Gemilang
Sabtu 18 Mei 2024, 19:28 WIB
Ketua DPC PJS Kota Palembang Soroti Pembangunan Terminal Batubara Kramasan
Sabtu 18 Mei 2024, 18:10 WIB
Pernyataan Wan Abu Bakar Berpotensi Primordialisme, Tokoh Riau Edy Natar Nasution Angkat Bicara
Jumat 17 Mei 2024, 22:20 WIB
Dinkes Siak dan Apkesmi Gelar Webinar, Perkenalkan Program ILP
Jumat 17 Mei 2024, 10:57 WIB
Mahasiswa Hukum UIR Raih Best Speaker di Kontes Duta Wisata Riau 2024
Jumat 17 Mei 2024, 10:53 WIB
UIR Terima Bantuan Dana Pendidikan Sebesar Rp 70 Juta dari Bank Syariah Indonesia
Jumat 17 Mei 2024, 10:48 WIB
Viral! Beredar video Harimau Mati Tertabrak Mobil di Tol Permai, Ternyata Begini Faktanya
Jumat 17 Mei 2024, 10:41 WIB
Kisah Kontroversial Pemanggilan Pejabat Eselon 2 di Pemprov Riau: dari Spekulasi hingga Tersangka