Jumat, 26 April 2024

Breaking News

  • Terkait Lesapnya Dana Nasabah BRI Makassar Rp 400 Juta, Ini Tanggapan Pihak BRI   ●   
  • Uang Beredar di Indonesia Mencapai Rp 8.888,4 Triliun per Maret 2024, Ini Kata Orang BI   ●   
  • Andi Rahman Desak Pemerintah Segera Tuntaskan Pembayaran Lahan Tol Pekanbaru -Padang   ●   
  • Brigjend TNI Edy Natar Nasution Mendaftar sebagai Balon Gubri di Kantor PDIP Riau   ●   
  • MTQ Ke-42 Tingkat Provinsi Riau, Kota Pekanbaru Raih Juara Pertama Cabang Fahmil Qur’an Putri   ●   
Kecewa Atas Putusan Pidana NIHIL Heru Hidayat di Kasus Korupsi Asabri, MAKI Maju ke MK
Rabu 19 Januari 2022, 15:38 WIB
Foto: Boyamin Saiman, Kordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI)

Pekanbaru, berazamcom-Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyatakan kecewa atas putusan
hakim yang memvonis Heru Hidayat dalam perkara lain yaitu kasus korupsi Asuransi Jiwasraya. Heru telah divonis seumur hidup dan telah incracht (berkekuatan hukum tetap berdasar putusan Kasasi.

Kemudian pada hari Selasa, 18 Januari 2022, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah vonis pidana NIHIL dalam perkara korupsi ASABRI.

"Kami [MAKI] menghormati putusan tersebut, tapi disisi lain kami merasa kecewa karena putusan tersebut karena tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat," kata Kordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangan tertulis, Rabu (19/1/2022).

Semestinya menurut Boyamin, hakim jika tidak memberi hukuman mati sesuai tuntutan Jaksa maka semestinya tetap memberikan hukuman seumur hidup atau hukuman seumur hidup secara bersyarat yaitu jika hukuman penjara seumur hidup dalam perkara Jiwasraya bebas atau berkurang oleh upaya Peninjauan Kembali atau dapat Grasi maka hukuman seumur hidup dalam perkara Asabri akan tetap berlaku dan Heru Hidayat tetap menjalani penjara seumur hidup.

"Berdasar Pasal 193 ayat (1)  KUHAP, jika hakim menyatakan Terdakwa bersalah maka Terdakwa dijatuhi hukuman pidana. Tidak boleh NIHIL karena hukuman sebelumnya dalam kasus Jiwasraya adalah seumur hidup dan bukan penjara dalam hitungan maksimal 20 tahun. Hukuman NIHIL hanya berlaku di perkara penjara terhitung yaitu 1 hari hingga maksimal 20 tahun. Jika hukuman seumur hidup maka bisa dijatuhkan hukuman yang sama atau hukuman diatasnya yaitu mati," tegas Boyamin.

Sambung Boyamin, "Putusan kemarin menyatakan perbuatan Terdakwa Heru Hidayat terbukti, maka mestinya dipidana dan bukan nihil. Bisa Seumur Hidup atau mati,".

Ia mencuplik pasal 240 KUHAP dan menyatakan putusan itu keliru. "Oleh karena itu kita (MAKI) meminta jaksa Kejagung harus melakukan upaya Banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta," katanya.

Menurut Boyamin putusan mati sebenarnya itu paling proporsional dan sesuai tuntutan keadilan masyarakat mengingat perbuatan Heru Hidayat sangat merugikan negara, masyarakat dan nasabah secara berulang (Jiwasraya dan Asabri).

"Seandainya hakim tidak sependapat dengan tuntutan mati oleh Jaksa Penuntut Umum, mestinya hukuman penjara seumur hidup secara bersyarat lebih memenuhi ketentuan hukum acara KUHAP karena tetap jatuhi hukuman pidana dan bukan nihil," tandasnya.

Karena itu, sambung Boyamin MAKI akan maju ke Mahkamah Konstitusi untuk memperluas makna "Pengulangan Dalam Melakukan Pidana " yang selama ini dimaknai terbatas setelah orang dipenjara kemudian  melakukan perbuatan pidana. Tidak disebut berulang jika belum pernah dipenjara meskipun berulang-ulang melakukan perbuatan pidana.

"Jika ini dikabulkan Mahkamah Konstitusi maka dalam kasus seperti Heru Hidayat nantinya dapat diterapkan hukuman mati," pungkas Boyamin.

Dilansir dari CNBC Indonesia, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Timur memberikan vonis nihil terhadap terdakwa kasus korupsi PT Asabri (Persero), Heru Hidayat dengan uang pengganti sebesar Rp 12,64 triliun. Vonis itu dilakukan lantaran Heru sudah mendapat vonis maksimal di kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Padahal, sebelumnya Jaksa Penuntut Umum menuntut pidana hukuman mati terhadap terdakwa Heru Hidayat di kasus korupsi PT Asabri (Persero).

Dalam amar putusan disebutkan, poin pertama, terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana turut serta melakukan Tindak Pidana Korupsi dalam dakwaan kesatu Primair dan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana dalam dakwaan kedua Primair;

Kedua, menjatuhkan Pidana terhadap Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana Nihil.

Ketiga, menjatuhkan Pidana tambahan terhadap Terdakwa untuk membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp 12,64 triliun diperhitungkan dengan barang bukti (asset) milik terdakwa yang disita untuk dilelang, apabila terdapat kelebihan pengembalian uang pengganti hasil lelang dikembalikan kepada Terdakwa.

Namun jika terdapat kekurangan uang pengganti maka hartanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut dengan ketentuan apabila Terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lambat 1 (satu) bulan setelah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap untuk menutupi uang pengganti tersebut;

Keempat, sehubungan dengan barang bukti sebagaimana tercantum dalam amar Putusan dimaksud;

Atas putusan Majelis Hakim tersebut, baik Jaksa Penuntut Umum, Penasihat Hukum Terdakwa, dan Terdakwa menyatakan pikir-pikir selama 7 (tujuh) hari untuk menentukan sikap.

"Terhadap Putusan Majelis Hakim tersebut, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus telah memerintahkan Penuntut Umum untuk segera melakukan upaya perlawanan banding," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer, dalam keterangan resmi, Selasa (18/1/2022).

Hal ini lantaran, putusan Majelis Hakim tidak berpihak dan telah mengingkari rasa keadilan masyarakat yang telah ditimbulkan oleh Terdakwa dengan kerugian negara yang begitu besar sekitar Rp. 39,5 Triliun (dengan rincian kerugian PT. Asuransi Jiwasraya sebesar Rp16,7 Triliun dan kerugian PT. ASABRI sebesar Rp 22,78 Triliun) yang seharusnya bisa dimanfaatkan bagi kepentingan bangsa dan negara, dimana putusan sebelumnya pada PT. Asuransi Jiwasraya.

Selain itu, terdakwa divonis pidana penjara seumur hidup sementara dalam perkara PT. ASABRI yang menimbulkan kerugian negara yang lebih besar, Terdakwa tidak divonis pidana penjara.

Kedua, Apabila Terdakwa dalam perkara PT. Asuransi Jiwasraya mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dan Terdakwa mendapatkan potongan hukuman, maka Terdakwa yang telah merugikan negara sekitar Rp. 39,5 Triliun (dengan rincian kerugian PT. Asuransi Jiwasraya sebesar Rp16,7 Triliun dan kerugian PT. ASABRI sebesar Rp 22,78 Triliun) akan mendapatkan hukuman yang sangat ringan dan putusan tersebut telah melukai hati masyarakat Indonesia.

Ketiga, bahwa pertimbangan Hakim dalam perkara PT. Asuransi Jiwasraya yang merugikan keuangan negara sebesar Rp16,7 Triliun dihukum seumur hidup sedangkan dalam perkara PT. ASABRI yang merugikan keuangan negara sebesar Rp22,78 Triliun tidak dihukum.

Artinya, Majelis Hakim tidak konsisten dalam pertimbangan hakim terhadap Terdakwa yang terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi namun tidak diikuti dengan menjatuhkan pidana penjara.





Untuk saran dan pemberian informasi kepada berazam.com, silakan kontak ke email: redaksi.berazam@gmail.com


Komentar Anda
Berita Terkait
 
 


About Us

Berazamcom, merupakan media cyber berkantor pusat di Kota Pekanbaru Provinsi Riau, Indonesia. Didirikan oleh kaum muda intelek yang memiliki gagasan, pemikiran dan integritas untuk demokrasi, dan pembangunan kualitas sumberdaya manusia. Kata berazam dikonotasikan dengan berniat, berkehendak, berkomitmen dan istiqomah dalam bersikap, berperilaku dan berperbuatan. Satu kata antara hati dengan mulut. Antara mulut dengan perilaku. Selengkapnya



Alamat Perusahaan

Alamat Redaksi

Perkantoran Grand Sudirman
Blok B-10 Pekanbaru Riau, Indonesia
  redaksi.berazam@gmail.com
  0761-3230
  www.berazam.com
Copyright © 2021 berazam.com - All Rights Reserved
Scroll to top