Minggu, 19 Mei 2024

Breaking News

  • 3 Tahun Kepemimpinan Rektor: Sportivitas Persaudaraan Menuju UIN Suska Terbilang dan Gemilang   ●   
  • Ketua DPC PJS Kota Palembang Soroti Pembangunan Terminal Batubara Kramasan   ●   
  • Pernyataan Wan Abu Bakar Berpotensi Primordialisme, Tokoh Riau Edy Natar Nasution Angkat Bicara   ●   
  • Dinkes Siak dan Apkesmi Gelar Webinar, Perkenalkan Program ILP   ●   
  • Mahasiswa Hukum UIR Raih Best Speaker di Kontes Duta Wisata Riau 2024   ●   
Catatan Viator Butarbutar
CARUT MARUT BUMD RIAU
Kamis 07 April 2022, 09:43 WIB
Viator Butarbutar

Tujuan pendirian BUMD adalah memberikan manfaat bagi perkembangan perekonomian daerah; menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan jasa bagi masyarakat; memperoleh laba/keuntungan untuk menambah pendapatan asli daerah. Tujuan ini hanya akan tercapai dengan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) oleh pengurus BUMD dan pembinaan serta pengawasan yang memadai dari Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota).


Mengapa Kepala Daerah? Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah tegas menyatakan bahwa Kepala Daerah merupakan pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah Dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Kekuasaan dimaksud meliputi kebijakan dalam penyertaan modal ke BUMD, penggunaan hasil usaha, serta pembinaan dan pengawasan BUMD. Apabila status BUMD adalah Perum, kewenangan dimaksud dilaksanakan melalui KPM. Apalabila berstatus perseroan, kewenangan dieksekusi melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa seorang Kepala Daerah berkewajiban membina BUMD yang dibentuk dan tidak dimungkinkan 'buang badan' atas carut marut   di BUMD di lingkungan kekuasaannya. Gubernur/Bupati/Walikota diperkenankan menyelenggarakan kekuasaannya atas pengelolaan BUMD kepada pejabat daerahnya, tetapi tanggung jawab tetap di pundaknya.

Artikel ini akan membahas beragam carut marut di berbagai BUMD provinsi riau secara populer dan serial dengan harapan akan menjadi perhatian serius gubernur Riau. Jangan tutup mata, jangan asal angkat pengurus (direksi dan komisaris). Gubernur juga dapat terseret ketika persoalan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan ke BUMD menjadi persoalan hukum.

Saya akan mulai dari PT. RAL dan novasi hutang oleh PT. PIR, diikuti pada serial terkait PT. PIR, PT. SPR dlsb dan akan ditutup dengan carut marut PT. Bank Riau Kepri.

1. PT RAL dan Novasi Hutang oleh PT. PIR

PT. Riau Airline lebih dikenal dengan RAL didirikan pada tahun 2002 dengan Perda No. 05/2002. Pemerintah provinsi riau telah menempatkan setidaknya Rp. 149 miliar untuk BUMD yang bergerak di bidang transportasi udara ini. Dalam perjalanannya sempat membanggakan karena sempat melayani berbagai route dari Pekanbaru ke Jakarta, Tembilahan, Tanjung Pinang, Batam, dan berbagai kota lain di Sumatera malah menjangkau Malaka dan Kuala Lumpur dengan membawa flag Riau. Sayangnya, tersebab persoalan managerial, tahun 2011 kolaps dan dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Medan pada tahun 2012 atas gugatan PT BMI ( Bank Muamalat Indonesia).

Syok dengan keputusan pailit tersebut, publik Riau heboh. Tetapi para pemangku kepentingan Pemprov dan DPRD terkesan cuek dan buang badan. Audit investigatif pun tak pernah dilakukan untuk tujuan memahami apa yang sesungguhnya terjadi dengan sengkarut RAL sehingga diputuskan pailit oleh pengadilan. Proses hukumpun tidak terdengar dimintakan oleh pemilik saham.

Publik kembali syok, tiba tiba terbetik berita PIR akan menyelamatkan RAL. Persyaratan yang diminta PIR adalah 90 persen saham RAL diserahkan ke PIR dan pengelolaan RAL melibatkan expertise yang ditunjuk PIR. Syarat dasar adalah harus ada Putusan Perdamaian Pailit dari Pengadilan Niaga. Entah siapa yang bermain dan berperan kita tidak tahu. Akhirnya pada tanggal 11 Oktober 2012 keluarlah putusan Perdamaian Pailit dari PN Niaga Medan.

Tetapi dalam proses itu, PIR telah sangat aktif merancang skema yang disebut penyelematan RAL. Setidaknya sejak bulan Juni 2012, management PT PIR sangat proaktif berkomunikasi dengan BMI untuk tujuan bailout hutang RAL. PIR  mengajukan permohonan kredit untuk tujuan pengambil alihan hutang RAL di BMI. Permohonan disetujui dengan pokok  sebesar Rp 64.3 miliar dengan margin sebesar hampir Rp 38 miliar dengan tenure 84 bulan disertai grace period 12 bulan. BMI tidak menyebut bunga karena bank syariah. Akad kredit pembiayaan ditandatangani tertanggal 3 Oktober 2012 oleh Rida K Liamsi selaku Direktur Utama PT PIR Dan Azman Fajar selaku Kuasa Direksi BMI.

Setelah mendapatkan komitmen kredit BMI, PIR menggesa proses perjanjian dengan RAL. Begitu putusan PN Niaga Medan dikeluarkan tentang Perdamaian Pailit, tanggal 11 Oktober 2012, PIR melakukan novasi (pengambilalihan) hutang RAL. Di dalam perjanjian tentang Pembelian Surat Hutang yang ditandatangani pada 22 Oktober 2012 disebutkan bahwa PIR membeli Surat Hutang RAL senilai Rp 86 miliar. RAL akan menggunakannya untuk melunasi hutang RAL (tidak disebutkan ekplisit kepada BMI, tetapi dari dokumen lain diketahui utamanya ke BMI). Disepakati juga jangka waktu 5 tahun dengan bunga 24 persen pertahun. Dalam poin pernyataan, disebutkan bahwa terhadap Pinjaman oleh PIR adalah gadai 90 persen saham RAL. Perjanjian ditandatangani Rida K Liamsi selaku dirut PIR dan Teguh Triyanto selaku dirut RAL. Diketahui oleh OK Nizami Djamil selaku Komut PIR dan Wan Syamsir Yus selaku Komut RAL.

Begitu perjanjian ini berlaku efektif, seyogyanya RAL telah terbebas dari hutang ke BMI. Karenanya, seluruh asset yang sempat diperjanjikan dan dijadikan collateral (borg/agunan/jaminan) telah sepenuhnya terbebas dari perikatan dengan BMI dan kembali dalam penguasaan RAL untuk kemudian diagunkan kepada PIR. RALpun diharapkan dapat back to business untuk mencetak laba dan mampu membayarkan kewajibannya ke PIR.

Terselamatkan dan kembali beroperasikah RAL?
TIDAK!  RAL tidak pernah beroperasi lagi walau telah novasi hutang oleh PIR. Dikuasai kembalikah asset yang tercatat sebagai agunan ke BMI?
NDAK JOLEH !

Sekedar info, setidaknya pernah tercatatkan 4 sertifikat HGB, 2 sertifikat fiducia dan 3 hipotik pesawat terbang F 50 di dalam berkas gugatan Pailit BMI atas RAL. Berapa nilai keseluruhannya? Tidak tahu persis, tetapi estimasi nilai jaminan fiducia tagihan piutang RAL mencapai Rp 109 miliar. Stok sparepart pesawat dinilai Rp 20 miliar. Tanah dan bangunan, ontahlah! Entah kemana semua itu.
Awalnya saya duga telah dikuasai PT PIR. Tetapi setelah kucoba cek di neraca PIR, tidak kelihatan. PIR mencatatkan novasi hutang RAL sebagai piutang. Kacau cesss!

Bagaimana kita memahami deal segitiga ini? Yang pertama, RAL terbebas dari lilitan hutang. Telah beralih ke PT PIR.  Aneh bin ajaib, setelah itu malah terkubur tak lagi kembali operasional.
 
Kedua, PT PIR, sudah jatuh tertimpa tangga. Entah menjatuhkan diri dan menimpakan tangga ke badan sendiri, wallahuallam. PIR mengambil alih hutang RAL ke BMI, dengan mengutang ke BMI tanpa penguasaan atas apapun sebagai jaminan. Jangankan penguasaan, harapanpun dari awal sudah tahu tidak ada. Harapan membangkitkan flag Riau airlines sedari awal saya curigai hanyalah akal bulus.
Hingga saat ini, proses pengembalian Pinjaman PIR ke BMI masih bermasalah. Data yang saya peroleh, hingga 2018, PIR telah membayarkan Rp 56,4 miliar ke BMI. Edan coy, bayar segede itu, ga dapat apapun in return.

Ketiga, satu satunya yang meraih keuntungan adalah BMI. Non Performing Loan (kredit macet) di RAL terselesaikan. Ekstra bonusnya, tersalurkan kredit baru ke PIR dengan margin gede. Perlu dicatatkan ada 2 akad pinjaman pembiayaan antara PIR dan BMI. Asset PIR diagunkan termasuk yang bukan asset sah PIR, seperti tanah seluas 30 ha di Mempura Siak, Power plant dan turbin. Turbine yang dihibahkan Chevron ke Pemprov bukankah asset PIR. Hanya pengoperasiannya yang diberikan ke PIR. Tetapi di dalam akad kredit di BMI dicatatkan sebagai agunan.
Keempat, saya tidak ingin bersyakwasangka buruk terkait proses novasi hutang RAL oleh PIR tersebut. Tetapi tidak ada logika bisnis yang bisa saya terima membenarkan tindakan direksi PIR saat itu. Koq ada tindakan direksional yang nyata nyata (pasti) merugikan perseroan dan hanya menguntungkan pihak lain, BMI. Ada apa dibalik itu?
Kelima, proses novasi hutang RAL oleh PIR cenderung berunsur perbuatan melawan hukum. Sedari dulu telah saya sarankan diaudit dan kalau perlu diproses hukum. Proses hukum akan menjernihkan persoalan dan memberikan kesempatan direksi PIR  sekarang dan ke depan mengelola perseroan secara lebih baik. Kalau tidak di clearkan dan terus bersengkarut berkepanjangan, pasti akan menjadi beban perseroan dan pengurus.

Gubernur Riau harus mengarahkan RUPS dan memerintahkan pengurus perseroan (Dewan Direksi dan Dewan Komisaris PIR) untuk memproses hukum perjanjian 'pat gulipat' yang telah terbukti sangat merugikan dan merongrong BUMD tersebut.

Kalau tidak, publik akan mempertanyakan ada apa dengan gubernur?.....(Bersambung).


Penulis adalah Pengamat Ekonomi dan Pembangunan




Untuk saran dan pemberian informasi kepada berazam.com, silakan kontak ke email: redaksi.berazam@gmail.com


Komentar Anda
Berita Terkait
 
 


About Us

Berazamcom, merupakan media cyber berkantor pusat di Kota Pekanbaru Provinsi Riau, Indonesia. Didirikan oleh kaum muda intelek yang memiliki gagasan, pemikiran dan integritas untuk demokrasi, dan pembangunan kualitas sumberdaya manusia. Kata berazam dikonotasikan dengan berniat, berkehendak, berkomitmen dan istiqomah dalam bersikap, berperilaku dan berperbuatan. Satu kata antara hati dengan mulut. Antara mulut dengan perilaku. Selengkapnya



Alamat Perusahaan

Alamat Redaksi

Perkantoran Grand Sudirman
Blok B-10 Pekanbaru Riau, Indonesia
  redaksi.berazam@gmail.com
  0761-3230
  www.berazam.com
Copyright © 2021 berazam.com - All Rights Reserved
Scroll to top