Komisi Dakwah MUI Nilai UAS Tak Bermaksud Mencela Agama Lain
Senin 19 Agustus 2019, 08:06 WIB
Ustaz Abdul Somad.
Jakarta, berazamcom -- Wakil Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Fahmi Salim merespon soal isi ceramah Ustaz Abdul Somad alias UAS tentang Salib dan patung yang videonya kini tersebar di media sosial. Fahmi mengatakan tak sepantasnya masyarakat memperkarakan subtansi ceramah yang dilakukan oleh para tokoh agama, sebab kata dia, UAS tak bermaksud mencela agama lain.
Ia mengatakan segmentasi subtansi ceramah para pemuka agama termasuk UAS pasti ditujukan bagi para penganut agama masing-masing.
"Tidak pada tempatnya memperkarakan tokoh agama yang berceramah agama ditujukan kepada penganut agamanya sendiri apalagi disampaikan di tempat khusus seperti rumah ibadah," kata Fahmi dalam keterangan resmi yang diterima wartawan, Minggu (18/8).
Fahmi meyakini ceramah yang disampaikan UAS bahkan tokoh agama manapun pasti bertujuan untuk memperkuat keimanan para pemeluknya.
Ia mengatakan ceramah UAS itu tak bertujuan untuk mencela agama lain. Sebab, kata dia, Alquran sudah melarang bagi pemeluk Islam untuk mencela sesembahan agama lain.
"Ada ayat yang menyatakan jangan kamu mencela sesembahan orang musyrik yang menyembah selain Allah itu sangat jelas maknanya larangan mencela secara terbuka dan tanpa landasan ilmu pengetahuan, tujuannya semata-mata untuk memperkeruh toleransi umat beragama dan menciptakan situasi chaos dalam masyarakat beragama," kata dia.
Di sisi lain, Fahmi mengatakan polemik ceramah UAS itu menunjukan sejarah selalu berulang. Ia lantas membandingkan kasus ceramah UAS dengan peristiwa yang pernah dialami Ketua MUI pertama, H. Abdul Malik Karim Amrullah atau yang akrab disapa Buya Hamka.
Ia bercerita bahwa Hamka pernah berceramah di Masjid Agung Al Azhar sekitar tahun 1960. Kala itu, Hamka berceramah dengan menyebut Islam di Indonesia sedang dalam bahaya akibat wabah intoleransi dan tudingan anti-Pancasila. Ceramah itu pun akhirnya sampai ke telinga Presiden Sukarno yang sedang menjabat kala itu. Sukarno pun akhirnya merespons secara tidak langsung dalam pidatonya untuk membantah tudingan Hamka tersebut.
"Bung Karno bereaksi dan menyatakan dalam sambutan peringatan Maulid Nabi Muhammad di istana negara, ada orang yang mengatakan Islam dalam bahaya di republik ini, sebenarnya orang yang berkata itu sendirilah yang sekarang dalam bahaya," cerita Fahmi.
Kata dia, tak lama kemudian pada tahun 1964 Hamka ditangkap dan dijebloskan ke penjara dengan tuduhan hendak menggulingkan pemerintah, berencana membunuh presiden dan menteri agama, dan kontra-revolusi.
Melihat hal itu, Fahmi mengatakan tak ada alasan untuk mengharamkan ceramah seoran pemuka agama bila sedang membandingkan konsep agama lain saat disampaikan secara internal.
"Tidak dengan tujuan merusak harmoni sosial maka tidak ada alasan logis dan legal untuk mengharamkannya karena itu adalah bagian dakwah," kata dia.
Sebelumnya, sejumlah media massa mengabarkan pelaporan dari organisasi massa Brigade Meo atas ceramah Ustaz Abdul Somad ke Polda NTT. Pelaporan dilayangkan terkait ceramah UAS yang viral di media sosial dan dianggap meresahkan umat Nasrani.
Ia mengatakan segmentasi subtansi ceramah para pemuka agama termasuk UAS pasti ditujukan bagi para penganut agama masing-masing.
"Tidak pada tempatnya memperkarakan tokoh agama yang berceramah agama ditujukan kepada penganut agamanya sendiri apalagi disampaikan di tempat khusus seperti rumah ibadah," kata Fahmi dalam keterangan resmi yang diterima wartawan, Minggu (18/8).
Fahmi meyakini ceramah yang disampaikan UAS bahkan tokoh agama manapun pasti bertujuan untuk memperkuat keimanan para pemeluknya.
Ia mengatakan ceramah UAS itu tak bertujuan untuk mencela agama lain. Sebab, kata dia, Alquran sudah melarang bagi pemeluk Islam untuk mencela sesembahan agama lain.
"Ada ayat yang menyatakan jangan kamu mencela sesembahan orang musyrik yang menyembah selain Allah itu sangat jelas maknanya larangan mencela secara terbuka dan tanpa landasan ilmu pengetahuan, tujuannya semata-mata untuk memperkeruh toleransi umat beragama dan menciptakan situasi chaos dalam masyarakat beragama," kata dia.
Di sisi lain, Fahmi mengatakan polemik ceramah UAS itu menunjukan sejarah selalu berulang. Ia lantas membandingkan kasus ceramah UAS dengan peristiwa yang pernah dialami Ketua MUI pertama, H. Abdul Malik Karim Amrullah atau yang akrab disapa Buya Hamka.
Ia bercerita bahwa Hamka pernah berceramah di Masjid Agung Al Azhar sekitar tahun 1960. Kala itu, Hamka berceramah dengan menyebut Islam di Indonesia sedang dalam bahaya akibat wabah intoleransi dan tudingan anti-Pancasila. Ceramah itu pun akhirnya sampai ke telinga Presiden Sukarno yang sedang menjabat kala itu. Sukarno pun akhirnya merespons secara tidak langsung dalam pidatonya untuk membantah tudingan Hamka tersebut.
"Bung Karno bereaksi dan menyatakan dalam sambutan peringatan Maulid Nabi Muhammad di istana negara, ada orang yang mengatakan Islam dalam bahaya di republik ini, sebenarnya orang yang berkata itu sendirilah yang sekarang dalam bahaya," cerita Fahmi.
Kata dia, tak lama kemudian pada tahun 1964 Hamka ditangkap dan dijebloskan ke penjara dengan tuduhan hendak menggulingkan pemerintah, berencana membunuh presiden dan menteri agama, dan kontra-revolusi.
Melihat hal itu, Fahmi mengatakan tak ada alasan untuk mengharamkan ceramah seoran pemuka agama bila sedang membandingkan konsep agama lain saat disampaikan secara internal.
"Tidak dengan tujuan merusak harmoni sosial maka tidak ada alasan logis dan legal untuk mengharamkannya karena itu adalah bagian dakwah," kata dia.
Sebelumnya, sejumlah media massa mengabarkan pelaporan dari organisasi massa Brigade Meo atas ceramah Ustaz Abdul Somad ke Polda NTT. Pelaporan dilayangkan terkait ceramah UAS yang viral di media sosial dan dianggap meresahkan umat Nasrani.
Meski demikian, Kepolisian Daerah NTT membantah adanya laporan dari Brigade Meo terkait ceramah UAS tentang salib dan patung melalui video yang beredar di media sosial.*
[]bazm-13
sumber: CNN Indonesia.com
Untuk saran dan pemberian informasi kepada berazam.com, silakan kontak ke email: redaksi.berazam@gmail.com
Komentar Anda
Berita Terkait
Berita Pilihan
Rabu 15 Mei 2024
Edy Natar Nasution Kembali Berkomitmen Politik, Kembalikan Formulir Pendaftaran ke PAN Riau
Jumat 08 Maret 2024
Stikes Tengku Maharatu Wisuda Lagi 231 Sarjana Kesehatan dan Profesi Ners
Senin 22 Januari 2024
Letakan Batu Pertama, Stikes Tengku Maharatu Bangun Kampus Empat Lantai
Selasa 28 November 2023
Satu Jam Bersama Gubernur Riau Edy Natar : Mimpi Sang Visioner dan Agamis
Selasa 21 November 2023
Silaturahmi IKBR dengan Plt Gubri, Edy Nasution: Insha Allah Saya Maju
Minggu 01 Oktober 2023
Bravo 28 Usulkan Ganjar-Jokowi Pasangan Pilpres 2024
Rabu 27 September 2023
Hendry Ch Bangun Terpilih Jadi Ketua Umum PWI Pusat 2023-2028
Rabu 20 September 2023
Perginya Dosen Ramah, Humoris, dan Rendah Hati
Senin 18 September 2023
Wow! Ternyata Harga Kontrak Impor LNG Pertamina yang Disidik KPK Jauh lebih Murah dari Harga LNG Domestik
Senin 11 September 2023
Menkominfo Mau Pajaki Judi Online, Ini Kata CERI
Berita Terkini
Sabtu 18 Mei 2024, 19:28 WIB
Ketua DPC PJS Kota Palembang Soroti Pembangunan Terminal Batubara Kramasan
Sabtu 18 Mei 2024, 18:10 WIB
Pernyataan Wan Abu Bakar Berpotensi Primordialisme, Tokoh Riau Edy Natar Nasution Angkat Bicara
Jumat 17 Mei 2024, 22:20 WIB
Dinkes Siak dan Apkesmi Gelar Webinar, Perkenalkan Program ILP
Jumat 17 Mei 2024, 10:57 WIB
Mahasiswa Hukum UIR Raih Best Speaker di Kontes Duta Wisata Riau 2024
Jumat 17 Mei 2024, 10:53 WIB
UIR Terima Bantuan Dana Pendidikan Sebesar Rp 70 Juta dari Bank Syariah Indonesia
Jumat 17 Mei 2024, 10:48 WIB
Viral! Beredar video Harimau Mati Tertabrak Mobil di Tol Permai, Ternyata Begini Faktanya
Jumat 17 Mei 2024, 10:41 WIB
Kisah Kontroversial Pemanggilan Pejabat Eselon 2 di Pemprov Riau: dari Spekulasi hingga Tersangka
Kamis 16 Mei 2024, 13:18 WIB
Tuhan Sedang Menyapa Kita
Kamis 16 Mei 2024, 07:57 WIB
Konsistensi Syamsuar Dipertanyakan: Dulu Tidak Maju, Sekarang Maju, Harris pun Merasa Tertipu?
Rabu 15 Mei 2024, 15:08 WIB
KPU Tegaskan Caleg Terpilih Harus Mundur Jika Maju Pilkada 2024