
Mutasi pejabat merupakan hal yang biasa dalam sebuah organisasi, termasuk dalam instansi pemerintahan. Hal ini juga terjadi di Pemerintah Provinsi Riau ketika Gubernur Edy Natar Nasution melakukan perombakan besar-besaran di jajaran pejabat eselon IV, III, dan eselon II di akhir tahun 2023.
Dalam merespons hal ini, anggota Komisi I DPRD Riau, Suprianto, menyatakan bahwa pihaknya akan membahas dan mengusulkan rekomendasi terkait perombakan tersebut. Namun, perlu diingat bahwa mutasi pejabat adalah hak prerogatif Gubernur dan Sekdaprov Riau sebagai ketua Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat).
Sebagai pemimpin, Gubernur dan Sekdaprov Riau tentu sudah mempertimbangkan dengan hati-hati sebelum melakukan mutasi. Proses mutasi juga telah mengikuti prosedur yang berlaku, termasuk mendapatkan izin dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa perombakan tersebut adalah langkah yang telah dipikirkan secara matang untuk meningkatkan kinerja masing-masing Perangkat Daerah di Pemerintah Provinsi Riau.
Mutasi pejabat merupakan suatu kebijakan manajemen yang umum dilakukan untuk menyegarkan organisasi dan mengoptimalkan penempatan tenaga kerja. Dalam konteks ini, perlu diingat bahwa stabilitas kerja bukanlah satu-satunya faktor yang dipertimbangkan dalam proses mutasi. Tujuan utamanya adalah untuk memastikan bahwa pejabat yang menempati jabatan tersebut memiliki kompetensi dan kualifikasi yang sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang akan diemban.
Namun, anggota Komisi I DPRD Riau, Suprianto, memiliki kekhawatiran terkait dugaan main mata dalam mutasi tersebut. Untuk mengklarifikasi hal ini, Komisi I berencana memanggil Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan Baperjakat guna mengetahui lebih lanjut tentang mekanisme dan pertimbangan yang dilakukan dalam perombakan tersebut.
Jika Komisi I menemukan temuan yang mengindikasikan adanya pelanggaran dalam proses mutasi, langkah yang tepat adalah melaporkannya ke Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Ini akan memastikan bahwa setiap dugaan pelanggaran akan ditindaklanjuti dengan transparansi dan akuntabilitas yang sesuai.
Dalam menghadapi perubahan organisasi, terutama dalam mutasi pejabat, penting bagi kita untuk memahami bahwa keputusan ini adalah hak prerogatif dari pemimpin. Perombakan tersebut dilakukan dalam upaya untuk mencapai kinerja yang lebih baik dan efisien. Oleh karena itu, apa yang dilakukan oleh Gubernur Riau Edy Natar Nasution dan Sekdaprov Riau sudah tepat dan tidak perlu dipersoalkan lagi.
Komisi I DPRD Riau harus tetap objektif dalam mengkaji kebijakan mutasi pejabat yang dilakukan oleh Gubernur Riau Edy Nasution. Penting bagi mereka untuk tidak hanya mengkritisi kebijakan terbaru, tetapi juga melihat kembali kebijakan mutasi pejabat yang dilakukan sebelumnya.
Dengan melakukan review terhadap kebijakan mutasi di masa lalu, Komisi I dapat menjamin bahwa mereka tidak hanya fokus pada satu pihak saja, namun juga melihat keseluruhan gambaran. Hal ini juga akan membantu mencegah terjadinya persepsi yang tidak produktif di arena publik.
Selain itu, jika Komisi I menemukan indikasi kecurigaan yang sama pada kebijakan mutasi di masa lalu, mereka harus secara objektif mengevaluasi temuan tersebut. Jika terbukti ada pelanggaran atau ketidaksesuaian dengan prosedur yang berlaku, langkah yang tepat adalah melaporkannya ke instansi yang berwenang.
Dalam semua proses evaluasi dan pemeriksaan ini, penting bagi Komisi I untuk tetap memegang prinsip transparansi dan akuntabilitas. Sehingga, tindakan mereka akan bisa dipertanggungjawabkan dengan baik dan tidak menimbulkan spekulasi atau politisasi yang tidak produktif di arena publik.
Penulis Wartawan Senior Pemred bersimpai.com/Wakil Pimpinan Umum berazamcom dan Ketua Pro Jurnalismedia Siber (PJS) Riau.