Minggu, 5 Mei 2024

Breaking News

  • Balon Gubri Edy Natar Nasution Serahkan Formulir ke DPW PKB: Membangun Komunikasi Politik yang Solid   ●   
  • Mantan Gubernur Riau Edy Natar Nasution Terima Dukungan Penuh dari Marga Butar Butar untuk Maju di Pilgubri 2024   ●   
  • Aklamasi, Tri Joko Jadi Ketua PJS DKI Jakarta   ●   
  • Bupati Zukri Misran Ngopi Sore Bareng JMSI Riau, Disorot Kontribusi dalam Pemilu dan Fokus Pembangunan Pelalawan   ●   
  • Dugaan Pencemaran Nama Baik Profesi, PJS Resmi Adukan Rum Pagau ke Polda Gorontalo   ●   
SIMPAI YANTO BUDIMAN
Menguji Integritas Hakim MK di Persidangan PHPU
Sabtu 23 Maret 2024, 10:25 WIB
Ilustrasi

Dalam konteks pengujian integritas hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sengketa Pilpres, masih ada harapan bagi Anies- Muhaimin untuk menang di MK. Hal ini didasari oleh beberapa faktor yang mungkin mendukung keputusan tersebut.

Pertama, struktur kepemimpinan MK yang terdiri dari Dr. Suhartoyo SH. MH. sebagai Ketua dan Prof. Dr. Saldi Isra SH. MPPA. sebagai Wakil Ketua, di mana sosok Ini berasal dari Sumatera Barat.

Untuk diketahui Anies Muhaimin menang secara telak di Ranah Minang karena masyarakatnya cenderung anti pasangan calon 02. Hal ini mungkin mencerminkan kebijakan yang lebih netral dan objektif dalam mengambil keputusan.

Kedua, mayoritas hakim yang akan menangani sengketa Pilpres ini sebelumnya menolak Gibran Rakabuming Raka sebagai calon Wakil Presiden (Cawapres) karena adanya Dissenting Oppinion. Hal ini bisa menjadi landasan untuk pembatalan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menerima Gibran sebagai Cawapres paslon 02, dengan alasan bahwa Gibran merupakan 'anak haram konstitusi'.

Dengan demikian, Paslon 02 dapat didiskualifikasi dan gugur dari pemilihan. Hal ini akan memudahkan tim hakim MK dalam memutuskan sengketa Pilpres, karena tidak perlu lagi membuka dan memeriksa bukti-bukti pelanggaran Paslon 02 yang jumlahnya cukup banyak.

Meski kemungkinan intervensi dari rezim ada, namun dengan komposisi hakim di atas dan absennya  Anwar Usman sebagai Ketua MK, diharapkan upaya-upaya untuk mempengaruhi keputusan MK dapat diantisipasi dan dicegah.

Dengan demikian, MK tinggal melihat perolehan suara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) dari KPU, di mana Paslon 01 memiliki 40 juta suara sedangkan Paslon 03 memiliki 27 juta suara. Dengan data tersebut, MK diharapkan dapat secara langsung memutuskan bahwa pemenangnya adalah Paslon 01.

Seluruh proses ini diharapkan dapat diselesaikan oleh MK dalam waktu kurang dari 10 hari, lebih cepat dari batas waktu yang ditetapkan oleh undang-undang, yaitu 14 hari. Dengan adanya harapan ini, Anies Muhaimin dan pendukungnya dapat tetap berharap untuk kemenangan mereka dalam sengketa Pilpres di MK.

Harapan ini boleh jadi juga harapan dari seluruh penjuru negeri yang menginginkan keadilan dalam berbagai aspek kehidupan sesuai dengan sila kelima UUD 45: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Semoga prosesi persidangan PHPU dapat berjalan dengan lancar, aman dan kondusif.

Dicuplik dari situs Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, berikut Profil Dr. Suhartoyo S.H., M.H.
Ketua MK periode 2023 – 2028

Sosok Biasa yang Sederhana

Pada 9 November 2023, hakim konstitusi yang diajukan oleh Mahkamah Agung, Suhartoyo resmi menggantikan Anwar Usman. Keterpilihan Suhartoyo  tersebut dilakukan melalui musyawarah mufakat para hakim konstitusi dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) yang berlangsung pada Kamis (9/11/2023) pagi.

Suhartoyo sebelumnya menjabat sebagai hakim pada Pengadilan Tinggi Denpasar. Ia pun dilantik menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi yang habis masa jabatannya sejak 7 Januari 2015 lalu. Pada 17 Januari 2015, pria kelahiran Sleman ini mengucap sumpah di hadapan Presiden Joko Widodo. Pada 2020, Mahkamah Agung memutuskan untuk memperpanjang masa jabatan Suhartoyo sebagai hakim konstitusi.

Berasal dari keluarga sederhana, tidak pernah terlintas dalam pikiran Suhartoyo menjadi seorang penegak hukum. Minatnya ketika Sekolah Menengah Umum justru pada ilmu sosial politik. Ia berharap dapat bekerja di Kementerian Luar Negeri. Namun kegagalannya menjadi mahasiswa ilmu sosial politik memberi berkah tersendiri karena ia akhirnya memilih mendaftarkan diri menjadi Mahasiswa Ilmu Hukum “Saya tidak menyesali tidak diterima menjadi Mahasiswa Ilmu Sosial, karena sebenarnya ilmu sosial politik sama dengan ilmu hukum. Orientasinya tidak jauh berbeda,” ujar suami dari Sutyowati ini.

Seiring waktu ia semakin tertarik mendalami ilmu hukum untuk menjadi seorang jaksa, bukan menjadi seorang hakim. Namun karena teman belajar kelompok di kampus mengajaknya untuk ikut mendaftar dalam ujian menjadi hakim, ia pun ikut serta. Takdir pun memilihkan jalan baginya. Ia menjadi hakim, terpilih di antara teman-temannya. “Justru saya yang lolos dan teman-teman saya yang mengajak tidak lolos. Akhirnya saya menjadi hakim. Rasa kebanggaan mulai muncul justru setelah menjadi hakim itu,” jelas penyuka hobi golf dan rally ini.

Pada 1986, ia pertama kali bertugas sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri Bandar Lampung. Ia pun dipercaya menjadi hakim Pengadilan Negeri di beberapa kota hingga tahun 2011. Di antaranya Hakim PN Curup (1989), Hakim PN Metro (1995), Hakim PN Tangerang (2001), Hakim PN Bekasi (2006) sebelum akhirnya menjabat sebagai Hakim pada Pengadilan Tinggi Denpasar. Ia juga terpilih menjadi Wakil ketua PN Kotabumi (1999), Ketua PN Praya (2004), Wakil Ketua PN Pontianak (2009), Ketua PN Pontianak (2010), Wakil Ketua PN Jakarta Timur (2011), serta Ketua PN Jakarta Selatan (2011).

Mudah Beradaptasi

Mahkamah Konstitusi merupakan tempat yang sama sekali baru bagi ayah dari tiga orang anak. Kewenangan yang berbeda dimiliki oleh MK dan MA membuatnya belajar banyak. Jika di MA, sifat putusannya hanya terkait untuk yang mengajukan permohonan, maka di MK, putusannya mengikat untuk seluruh warga negaranya. Ia mengaku cepat belajar dan mudah menyesuaikan diri di lingkungan MK. “Saya menemukan perbedaan dari sisi naskah putusan, di sini (MK, red.) bahasanya lebih halus dibanding di MA yang penggunaan bahasanya cukup tajam. Sedangkan soal proses persidangan, saya merasa tidak ada masalah,” terangnya.

 Perbedaan kewenangan yang dimiliki MK dan MA membuatnya harus beradaptasi sebagai hakim konstitusi. Tetapi kerja sama dari hakim konstitusi lainnya, membuatnya tidak merasa sulit beradaptasi dengan tugas barunya. “Hakim (konstitusi) lainnya membantu saya dan saya banyak belajar dari mereka,” ujarnya.

 Percaya Pansel

 Pada 2015 silam, keterpilihannya sebagai hakim konstitusi menuai kontroversi. Namun sepak terjangnya sebagai hakim konstitusi selama 7 tahun 11 bulan membuktikan kompetensi dan integritasnya. Dalam beberapa putusan, ia kerap kali berada dalam kubu dissenting opinion. Sebut saja, putusan terbaru mengenai uji materiil batas usia capres dan cawapres, yakni Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang kontroversial. Dalam putusan tersebut, ia berpendapat terhadap Pemohon yang memohon agar norma Pasal 169 huruf q UU Pemilu dimaknai sebagaimana selengkapnya dalam petitum permohonannya yang bukan untuk kepentingan dirinya sendiri, adalah juga tidak relevan untuk diberikan kedudukan hukum (legal standing) untuk bertindak sebagai pemohon dalam permohonan tersebut. Sehingga pertimbangan hukum pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023, mutatis mutandis sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pertimbangan hukum dalam pendapat berbedanya dalam putusan permohonan a quo.

Nyaman Menjadi Orang Biasa

Berasal dari lingkungan sederhana, membuatnya tidak terlalu mengandalkan jabatan atau posisi. Baginya menjadi hakim konstitusi, hal yang tinggi dan sebenarnya membuatnya tidak nyaman karena fasilitas yang ada. “Saya ini nyaman menjadi orang-orang biasa saja,” ungkapnya.

 Disinggung mengenai dukungan keluarganya, Suhartoyo menjelaskan ketika pencalonan dirinya yang penuh kontroversi, anak-anaknya justru berpikir untuk apa dirinya menjadi hakim konstitusi. “Karena anak-anak saya berpikir ketika saya dihujat, buat apa jadi hakim konstitusi jika harkat dan martabatnya dilecehkan. ‘Lebih baik jadi orang biasa saja’, kata anak-anak saya,” ingatnya.

Untuk itu, ia pun berharap keberadaannya yang melengkapi sembilan pilar Hakim Konstitusi dapat memenuhi rasa keadilan yang dicari para pencari keadilan ke MK. “Saya bekerja untuk bisa memenuhi rasa keadilan para pencari keadilan,” tandasnya.

Tempat, tanggal lahir :
Sleman, 15 November 1959

 


Penulis adalah wartawan senior Riau/wakil pemimpin redaksi berazamcom dan Ketua Pro Jurnalismedia Siber ( PJS) Riau.

Disclaimer: Artikel ini adalah hanya sebatas premis/asumsi dan analisis dari penulis. Hasil PHPU tergantung dari para hakim MK. Terimakasih.




Untuk saran dan pemberian informasi kepada berazam.com, silakan kontak ke email: redaksi.berazam@gmail.com


Komentar Anda
Berita Terkait
 
 


About Us

Berazamcom, merupakan media cyber berkantor pusat di Kota Pekanbaru Provinsi Riau, Indonesia. Didirikan oleh kaum muda intelek yang memiliki gagasan, pemikiran dan integritas untuk demokrasi, dan pembangunan kualitas sumberdaya manusia. Kata berazam dikonotasikan dengan berniat, berkehendak, berkomitmen dan istiqomah dalam bersikap, berperilaku dan berperbuatan. Satu kata antara hati dengan mulut. Antara mulut dengan perilaku. Selengkapnya



Alamat Perusahaan

Alamat Redaksi

Perkantoran Grand Sudirman
Blok B-10 Pekanbaru Riau, Indonesia
  redaksi.berazam@gmail.com
  0761-3230
  www.berazam.com
Copyright © 2021 berazam.com - All Rights Reserved
Scroll to top