Jakarta, berazamcom - Direktur Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM, Mustika Pertiwi, Kamis (8/8/2024) sore akhirnya memberikan keterangan dan jawaban terkait surat konfirmasi Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) perihal izin hilir migas dan terbakarnya tugboat muatan kondesat dari Wilayah Kerja (WK) Migas.
Meski demikian, CERI menyatakan jawaban atau keterangan yang diberikan tersebut tidak menjawab pertanyaan mendasar yang sudah diajukan CERI sebelumnya.
"Jawaban yang disampaikan kepada kami menurut kami sudahlah terlambat, tidak substantif pula," ungkap Sekretaris Eksekutif CERI, Hengki Seprihadi, Kamis (8/8/2024) malam.
Pertama, kata Hengki, soal mengapa banyak badan usaha yang mengeluh ketika mengurus perizinan baru dan memperpanjang izin usaha Migas yang sudah akan berakhir waktunya dengan sistem OSS tapi proses dan hasilnya sangat lama dan tak pasti. Hal ini sama sekali belum terjawab oleh Direktur Hilir Ditjen Migas.
“Kemudian terkait adanya kejadian terbakarnya tugboat TB Hasyim pada 25 Maret 2024 malam silam yang telah menewaskan empat orang dan beberapa orang lainnya luka-luka, kami mempertanyakan kenapa Ditjen Migas lambat melakukan investigasi, kenapa baru sekarang mau investigasi ya ?” tanya Hengki dengan herannya.
Lanjut Hengki, barulah belakangan terungkap bahwa tugboat terbakar itu telah membawa kondensat yang dibeli PT Kimia Yasa dari operator WK Migas KKKS Medco Energy Bangkanai Limited (MEBL) di jety PT Pada Idi di Desa Luwe Hulu, tepatnya di tepi Sungai Barito, Kabupaten Barito Utara.
Menurut Hengki, semua aktifitas produksi migas di WK Karendan MEBL, termasuk penjualan kondesat bagian negara dibawah pengawasan dan kendali SKK Migas.
“Saat setelah kecelakaan tersebut langsung ditangani oleh Polres Barito Utara dan unsur SAR lainnya. Belakang kami dengar penyidikan kasus ini diambil alih oleh Polda Kalteng,” kata Hengki.
Informasi yang berkembang dari lokasi kejadian, lanjut Hengki, tidak ada terminal khusus untuk memuat kondensat tersebut. Sehingga terkesan ada pembiaran dari SKK Migas dan Ditjen Migas Kementerian ESDM diduga kuat telah membiarkan kegiatan yang berpotensi membahayakan keselamatan kerja tersebut.
"Karena kecelakaan itu telah dipendam lama, barulah dari Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara anggota DPRD Barito Utara dengan GM Medco Energi Bengkanai Limited, Dirut PT Kimia Yasa, Kepala DLH, kepala desa dan pejabat terkait pada tanggal 11 Juni 2024 di DPRD Kabupaten Barito Utara, setelah ramai diberitakan media barulah terungkap ke level nasional,” ungkap Hengki.(*)