Jakarta berazamcom – Aroma politik yang tidak sedap kembali mencuat setelah pembentukan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus. Pilpres dan Pileg yang sebelumnya diharapkan selesai ternyata masih berlanjut dengan ketegangan yang berpotensi memicu kemarahan publik. Hegemoni kekuasaan masih menguat menjelang Pilkada serentak di Indonesia pada 27 November 2024.
Saya memperoleh informasi mengejutkan terkait pertemuan KIM dengan Nasdem, PKS, dan PKB. Pertemuan tersebut dikabarkan menghasilkan sepuluh kesepakatan penting, antara lain:
1. Kesepakatan untuk menguasai semua Pilkada dengan calon Gubernur atau Bupati yang mendukung Prabowo.
2. PKS, PKB, dan Nasdem masing-masing mendapatkan jatah tiga menteri untuk membatalkan pencalonan Anies di DKI.
3. Ridwan Kamil dicalonkan di DKI dengan Kaesang sebagai cawagub. Kemudian, Ridwan Kamil akan diangkat menjadi Menteri, dan Kaesang akan naik sebagai Gubernur DKI.
4. Semua Gubernur di Jawa dan kota-kota provinsi besar harus dikuasai oleh KIM Plus: Sumut oleh Bobby Nasution, Jatim oleh Khofifah, Jateng oleh Luthfi, Jabar oleh Dedi Mulyadi, dan Jakarta oleh Ridwan Kamil.
5. PKS, PKB, dan Nasdem bergabung dengan KIM Plus karena mendapatkan jatah masing-masing tiga menteri. Jika mereka mendukung Anies dan meskipun Anies menang di DKI, ketiga partai tersebut tidak akan memperoleh posisi apapun.
6. PDIP sengaja dibiarkan sendiri dan dipastikan tidak akan mendapatkan posisi gubernur di provinsi manapun.
7. Anies hanya tinggal nama karena tidak mendapatkan posisi apapun, sehingga kemungkinan besar pamornya akan tenggelam pada 2029.
8. Presiden Prabowo akan berkantor di IKN, sementara Gibran akan berkantor di Jakarta sebagai Ketua Otoritas Jakarta Raya, meliputi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
9. Gibran diproyeksikan menjadi presiden pada 2029.
10. Jokowi akan tetap berpengaruh dengan diangkat sebagai Ketua DPA lembaga yang dihidupkan kembali, setara dengan Presiden dan DPR.
Terlepas dari kebenaran informasi ini, bukti-bukti yang mendukung mulai terlihat baik secara implisit maupun eksplisit:
1. Syahroni, Bendum Nasdem, baru-baru ini menyatakan bahwa Nasdem mungkin batal mendukung Anies.
2. DPP PKB hingga kini belum memberikan dukungan resmi kepada Anies, menunjukkan potensi bergabungnya dengan KIM Plus.
3. PKS tidak lagi aktif dalam pemberitaan tentang dukungan terhadap Anies.
4. Ridwan Kamil, yang pasti akan menang jika dicalonkan di Jabar, dipindahkan ke DKI dengan jaminan bahwa Anies tidak akan maju di DKI.
5. PDIP semakin panik karena terlambat mendukung Anies, sehingga PKS memilih tawaran KIM Plus. PDIP gagal dengan usungannya terhadap Ahok dan kini terjebak sebagai oposisi.
6. Anies yang tidak memiliki partai akan tenggelam namanya dalam lima tahun ke depan pada 2029.
Catatan: Jika informasi ini benar, kekuasaan yang telah merusak demokrasi dalam sepuluh tahun terakhir kini berpotensi semakin merusak dengan campur tangan yang diduga dilakukan oleh Presiden Jokowi. Skema politik "Gentong Babi" mungkin dimainkan kembali demi ambisi kekuasaan yang dapat merugikan demokrasi baik di tingkat pusat maupun lokal.
Hal ini perlu diwaspadai dan diantisipasi dengan pemikiran tajam dan rasional untuk melawan hegemoni kekuasaan yang tidak sesuai dengan prinsip hukum, politik, dan keadilan. Adagium politik mengatakan 'pemikiran harus dilawan dengan pemikiran' adalah senjata ampuh untuk mematahkan rencana jahat tersebut.
Meskipun demikian, publik masih berharap Presiden baru Prabowo Subianto tidak terjebak dalam permainan politik yang tidak sehat. Apalagi, tingkat persetujuan publik terhadap Prabowo (minus Gibran) mulai membaik. Semoga Prabowo tidak mengikuti jejak rezim sekarang yang dapat memicu kekecewaan publik dan menurunkan legitimasi kepemimpinan Prabowo, sehingga Indonesia tetap aman dan nyaman dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Wallahu'alam.
Penulis adalah wartawan senior Riau, Wakil Pimpinan Umum berazamcom dan Ketua Pro Jurnalismedia Siber (PJS) Riau