Sabtu, 9 Agustus 2025

Breaking News

  • Kasus Hondro Memanas, Massa Geruduk Polda Riau, Polisi Buka Suara   ●   
  • Menteri Kebudayaan Fadli Zon Secara Resmi Buka Pekan Budaya Melayu Serumpun   ●   
  • Apel Peringatan Hari Jadi Provinsi Riau ke-68, Gubernur Abdul Wahid: Mari Jaga Marwah Melayu dan Majukan Daerah   ●   
  • PJS Berduka, Waka DPD PJS Babel Diduga Dibunuh, Jasad Dibuang ke Sumur Kebun   ●   
  • Pasca Munas II, PJS Perkuat Konsolidasi Umumkan Kepengurusan Baru   ●   
Kasus Gugatan PTPN IV Regional III pada Koppsa M senilai 140 M, Potret Kesewenang-wenangan Korporasi terhadap Petani Kecil
Rabu 16 April 2025, 17:06 WIB
Kuasa hukum Koppsa M Armilis Ramaini

Pekanbaru, berazamcom - Petani kecil yang tergabung dalam Koppsa M yang berlokasi di Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siakhulu, Kampar tengah menghadapi ujian berat.

Areal kebun sawit mereka seluas 1650 Ha yang dikelola oleh PTPN IV regional 3 tengah menghadapi gugatan hukum.

Ironisnya, penggugat adalah PTPN IV yang nota bene adalah bapak angkat dari petani itu sendiri.

Gugatan yang diajukan juga tidak main-main. Koppsa M dinilai telah melakukan wan prestasi dan digugat oleh PTPN IV senilai 140 M.

Karuan saja, para petani yang terhimpun dalam Koppsa M menjadi panik dan cemas.

Sebab, kalau gugatan yang diajukan oleh PTPN IV dikabulkan oleh PN Bangkinang sebagai pengadil, para petani berpotensi kehilangan kebun seluas 1650 Ha.

Bahkan kalau nilai kebun seluas 1650 Ha itu tidak mencukupi untuk membayar besarnya gugatan maka aset pribadi mereka akan ikut disita.

Namun, secercah harapan muncul ketika dalam proses persidangan yang tengah berlangsung.

Segala kelalaian dan kecurangan yang dilakukan PTPN IV selama proses pembangunan kebun terkuak satu persatu.

Bahkan para saksi ahli yang dihadirkan, baik oleh PTPN IV sebagai penggugat maupun saksi ahli yang dihadirkan Koppsa M sebagai tergugat, kompak mengatakan bahwa telah terjadi kelalaian dalam pembangunan kebun Koppsa M oleh PTPN IV.

Akibat kelalaian PTPN IV dalam pembangunan kebun maka kebun yang dibangun dalam keadaan rusak, semak belukar dan tidak produktif.

Pembiayaan kebun yang tidak sesuai proseadur dan ketentuan menjadi tanggung jawab PTPN IV sebagai pengelola dan tidak dapat dibebankan kepada petani yang tergabung dalam Koppsa M.

“PTPN IV sebagai pihak pengelola kebun telah melakukan kelalaian dalam pembangunan kebun . Mulai dari tidak dilakukan studi kelayaan dalam pembangunan kebun, penanaman dan perawatan kebun secara asal-asalan, penggunaan dana bank yang tidak transaparan serta adanya mark up dalam pembangunan kebun,’’ujar kuasa hukum Koppsa M Armilis Ramaini , Rabu (16/4) di Pekanbaru.

Awal mula Kerjasama

Kerjasama pembangunan kebun sawit seluas 1650 Ha antara koppsa M dan PTPN IV dengan pola KKPA, jelas Armilis, bermula dari adanya pemebabasan areal HPH PT Raja Garuda Mas (RGM) atas permintaan ninik mamak Desa Pangkalan Baru.

Sebab areal konsesi merupakan tanah ulayat masyarakat Desa Pangkalan Baru.

Setelah dilakukan pembebasan lahan, maka masyrakat yang ingin membagun kebun sawit untuk meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.

Karena masyarakat tidak mempunyai modal untuk membangun kebun maka dicarilah bapak angkat.

Akhirnya PTPN IV bersedia membangunkan kebun untuk masyarakat dengan pola KKPA.

Pelaksanaan Pembangunan
Setelah tecapai kesepakatan dengan masyarakat, lanjut Armilis, maka disepakatilah pembangunan kebun sawit masyarakat dengan pola KKPA dengan PTPN IV sebaia bapak angkatnya.

Saksi ahli yang dihadirkan yaitu ahli Perencanaan dan Evaluasi Proyek Agribisnis DR Asharudin M Amin menjelaskan, bahwa sebelum dilakukan pembangunan kebun akan dilakukan studi kelayakan terlebih dahulu.

Studi kelayakan untuk menilai kelayakan lokasi kebun, perencanaan pembangunan kebun, pembuatan amdal dan adanya calon petani dan calon lahan (CPCL) serta adanya potensi bencana seperti banjir di lokasi kebun.

“ Biaya untuk studi kelayakakan dibebankan kepada PTPN IV sebagai pengelola, ujar Asharudin.

Ironisnya, dalam proses pembangunan kebun sawit ini pihak PTPN IV sebagai pengelola tidak melakukan pembangunan sesuai standar pembangunan kebun secara benar.

Saksi fakta yang dihadirkan bernama Nurul Fajri, Meti Lase dan Sediaro Harefa kompak mengatakan bahwa proses pembangunan kebun sawit masyarakat yan tergabung dalam Koppsa M oleh PTPN IV tidak sesuai prosedur penanaman yang baku.

Bahkan, ketika proses penanaman dimulai infrastruktur jalan untuk mengangkut bibit dan pupuk tidak ada sama sekali.

Akibatnya, polibek bibit dipecah dan tanahnya dibuang agar memudahkan pengangkutan bibit ke lokasi penanaman.

“Bibit dalam polibek itu beratnya hampir 50 kg dan para pekerja tidak sanggup melansir bibit ke lokasi tanam. Karena tidak ada jalan yang bisa dilalui kendaraan untuk mengangkut bibit. Akibatnya, terpaksa polibek dipecah dan tanahnya dibuang agar bisa dilansir ke lokasi penanaman,”ujarnya

Fajri menambahkan, penanaman bibit juga dilakukan asal-asalan. Penanaman bibit tidak dilakukan dengan pembuatan lubang tanam tapi hanya ditugal saja.

“Kami terpksa menanam bibiit dengan cara ditugal karena tidak disediakan alat untuk membuat lubang dan itu diketahui oleh mandor PTPN IV,”ujar Fajri.

Asharudin menambahkan bahwa penanaman bibit sawit harus dilakukan dengan pembuatan lubang tanam dengan ukran 60x60x60 cm.

Dan sebelum ditanam maka lubang tanam harus ditaburi dolomit terlebih dahulu untuk mengurangi keasaman tanah.

“ Polibek sawit tidak boleh dibelah dan tanahnya dibuang karena akan merusak bibit. Malahan, bibit yang polibeknya terlepas ketika sampai dilokasi penumpukan bibit akan bepotensi mati 10 persen ketika dilakukan penanaman,’jelas Asharudin.

Parahnya lagi, menurut para saksi, pasca penanaman tidak dilakukan perawatan dan pemupukan sehingga tanaman tumbuh tidak normal. Tanaman yang dirawat hanya sebanyak 5-7 baris saja dari jalan poros.

Sedangkan tanaman dibagiaan belakang dibiarkan terbengkalai tanpa perawatan. Tanaman sawit dibagian belakang tidak dirawat sama sekali hingga menjadi semak belukar.Malahan ditumbuhi kayu mahang sampai seukuran paha orang dewasa.

Pemupukan pun tidak rutin dilakukan dan hanya dilakukan pemupukan sebanak 2 kali saja dari tahun 2005-sampai tahun 2014,:” papar Harefa.

Tanpa Penilaian Teknis

Asharudin dalam kesaksiannya mengatakan, setelah tanama sawit berumur 48 bulan, harus dilakukan penilain teknis untuk menilai apakah kebun sawit ini sudah bisa dikonversi atau diserahkan terimakan kepada petani sebagai pemilik lahan.

Penilaian teknis ini dilakukan teknisi bersertifikasi dan akan melihat kondisi setiap pohon sawit.

“Apabila 65 persean tanaman sudah berbuah maka sudah bisa dilakukan konversi kebun kepada petani. Jika belum maka dilakukan perawatan lanjutan yang pembiayaannya dibebankan kepada PTPN IV sebagai pengelola karena telah melakukan kelalaian kerja. Disamping itu petani akan menerima oportunity cost atau kompensasi dari kerugian akibat keterlambatan konversi kebun,” jelas Asharudin

Pengajuan Kredit Bermasalah
Pada tahun 2013, jelas Armilis, telah terjadi Rapat Anggota Luar Biasa (RALS) Koppsa M karena ketua Koppsa M bernama Marzuki meninggal dunia.

Dalam RALS itu terpilihlah Mustaqim sebagai Ketua Koppsa yang baru. Dalam perjalananya, terjadilah take over atau pengalihan pendana kebun dari Bank Agro ke Bank Mandiri cabang Palembang.

Persaoalan kemudian muncul karena, proses peminjaman ke Bank Mandiri tidak prosedural dan cacat administrasi serta cacat hukum. Sebab, dalam proses pengajuan pinjaman tanpa melalui RAT yang diikuti para anggota Koppsa M.

“Pengajuan peminjaman ke Bank Mandiri tanpa melalui RAT yang dihadiri anggota. Tapi memakai RALS yang yang nota bene hanya unatuk memilih Ketua Koppsa. Tapi hasil RALS ini dipakai sebagai syarat pengajuan pinjaman Ke Bank Mandiri,”ujar Armilis.

Pengajuan pinjaman ini, lanjut Armilis, telah melanggar pasal 1320 KUH Peradata yang mengatur tentang syarat sah sebuah perjanjian.

Syarat tersebut meliputi kesepakatan, kecakapan, suatu hal tertentu dan sebab yang halal.

“Proses pengajuan peminjaman bertentangan dengan pasal 1320 KUH Perdata karena cacat hukum. Dan itu tidak memenuhi kriteria halal sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata,’’tegas Armilis yang diperkuat dengan pendapat Surizki sebagai saksi ahli perdata

Saksi ahli Hukum Perdata dari Universitas Islam Riau Surizki Febriyanto dan ahli dari Kemenkop RI Bona Sakti Bangun mengatakan bahwa jika terjadi kerugian akibat peminjaman dana ke bank yang cacat prosedural dan cacat hukum maka kerugian yang ditimbulkan tidak bisa dibebankan kepada Koppsa M.Tetapi menjadi tanggung jawan ketua Koperasi yang mengajukan peminjaman.

“Koppsa M tidak bisa dikenakan kewajiban untuk memabayar pinjaman ke Bank Mandiri karena cacat prosedural dan cacat hukum. Kerugian itu menjadi tanggung jawab priabdi pengurus koperasi yang melakukan peminjaman,” ujar Surizki dan Bona Sakti

Surizki menjelaskan bahwa program KKPA merupakan investasi jangka panjang yang betujuan untuk meningkatkan perekonomian msayarakat petani.

Dalam konteks ini, katanya, harta pribadi milik masyarakat tidak secara otomatis menajdi milik koperasi tetapi tetap menjadi milik masyarakat.

“Harta pribadi masyarakat tidak serta merta menjadi milik koperasi dan tetap menjadi milik masyarakat kecuali ada kuasa dari masyarakat untuk menyerahkan aset,’ujar Surizki.

Senada dengan Surizki, Bona Sakti juga mengatakan bahwa harta pribadi masyarakat tidak serta menjadi milik koperasi. Aset koperasi dapat dilihat dari neraca koperasi.

“Harta milik pribadi anggota tidak serta menjadi milik koperasi kecuali ada kuasa untuk penyerahannya dan aset koperasi dapat terlihat dalam neraca koperasi,”ujar Bona

Sedangkan ahli hukum perdana dari Universitas Jember mengatakan bahwa tanah yang tidak dibebankan hak tanggungan secara hukum bukanlah jaminan hutang dan tidak dapat dieksekusi.

Hutang 140 M Tanggung Jawab PTPN IV

Melihat keterangan dari saksi fakta dan saksi ahli yang dihadirkan pihak tergugat dan pihak penggugat selama persidangan terungkap bahwa sejak awal pembangunan kebun sawit milik masyarakat yang tergabung dalam Koppsa M memang sarat dengan masalah.

Mulai dari pembangunan kebun tanpa studi kelayakan, pembangunan kebun yang asal-salan dan tidak sesuai standar pembangunan kebun yang standar serta tidak adanya penelitian kelayakan kebun pada usia 48 bulan.

Parahnya lagi, ujar Armilis, proses take over pembiayaan kebun dari bank Agro ke Bank Mandiri cacat hukum karena menggunakan hasil RALS yang direkayasa.

Dengan fakta ini, kata Armilis, tampak jelas dan terang benderang bahwa pihak PTPN IV lah yang melakukan wan prestasi dan harusnya bertanggung jawab atas kegagalan pembagunan kebun.

“Jelas terlihat dalam fakta pesidangan dan keterangan saksi ahli bahwa pihak PTPN IV telah melakukan kesalahan sehingga pembangunan kebun gagal,”ujarnya.

Asharudin mengatakan bahwa pada waktu usia tanam telah mencapai usia 48 bulan harus dilakukan penelitian teknis untuk memastikan bahwa kondisi kebun baik dan bisa dilakukan konversi atau serah terima lahan dari PTPN IV kepada petani.

Kenyataannya, PTPN IV tidak pernah melakkan penelitian teknis karena kebun yang dibangun tidak bagus.

“Setiap biaya yang dipakai setelah usia tanaman mencapai 48 bulan menjadi tanggung jawan PPN IV sebagai pengelola dan tidak bisa dibebankan kepada Petani atau Koppsa M,’’tegasnya

Aparat Penegak Hukum Harus Turun Tangan

Semantara itu, pengamat hukum Guntur Abdurahman yang memantau kasus gugatan PTPN IV ke Koppsa M mengatakan bahwa gugatan yang diajukan oleh PTPN IV tidak memenuhi persyaratan formil dan materiil.

Malah tersirat ada pebuatan melawan hukum dibalik munculnya gugatan ini. Seperti terjadinya mark up biaya pembangunan kebun dan pengajuan pinjaman ke bank Mandiri memakai persyaratan yang direkayasa.

“Aparat penegak hukum harus turun tangan mengungkap kasus gugatan PTPN IV kepada Koppsa M karena ada indikasi terjadi perbuatan melawan hukum,”ujar Guntur.

Guntur juga mengingatkan bahwa kalau keputusan majelis hakim merugikan masyarakat dan memenangkan gugatan PTPN IV maka komisi yusdial harus tutun tangan memeriksa hasil keputusan majelis hakim.

“Jangan sampai keputusan mejelis hakim PN Bangkinang tidak adil dan merugikan masyarakat kecil yang tergabung dalam Koppsa M. Kalau putusan ini janggal dan merugikan petani maka KY harus memeriksa para hakim yang menyidangkan kasus gugatan ini,” pungkas Guntur.

 

 

[]bazm05




Untuk saran dan pemberian informasi kepada berazam.com, silakan kontak ke email: [email protected]


Komentar Anda
Berita Terkait
 
 


Copyright © 2021 berazam.com - All Rights Reserved
Scroll to top