Dakwaan ZN Kabur
Muhamad Zainudin: Menghitung Kerugian Keuangan Negara Bukan Wewenang Jaksa
Rabu 06 Desember 2017, 10:45 WIB
Muhamad Zainudin
Pekanbaru, berazamcom - Penasihat hukum ZN Menyebut penghitungan kerugian negara dalam dugaan Tindak pidana korupsi bukan kewenangan Jaksa, Selasa (5/12/2017), melainkan harus menggunakan auditor keuangan dengan audit investigasi.
Team Penasihat Hukum ZN, Muhammad Zainudin, SH menyampaikan, persidangan kasus Tindak Pidana Korupsi pengadaan Meubellair yang didakwakan kepada ZN dianggap sama sekali tidak ada kerugian negara sebagaimana didakwakan Jaksa Penuntut Umum. “Dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor unsur utamanya adalah kerugian negara dan untuk menghitung kerugian negara sendiri harus dilakukan auditor keuangan berdasarkan tata cara kerja audit sesungguhnya bukan sekedar dengan perkiraan dan dugaan Jaksa,” tegasnya.
Dulu sempat terjadi polemik tentang siapa yang berwenang menghitung kerugian negara dalam dugaan Tindak Pidana korupsi ini, dimana ada anggapan hanya BPK yang berwenang menghitung kerugian negara. Namun, berdasarkan putusan MK terhadap uji pasal UU Tipikor terkait kewenangan penghitungan kerugian negara akhirnya menegaskan KPK bukan hanya dapat berkoordinasi dengan BPKP dan BPK dalam rangka pembuktian tipikor, melainkan dapat juga berkoordinasi dengan instansi lain. Bahkan KPK bisa membuktikan sendiri diluar temuan BPKP dan BPK, misalnya dengan mengundang ahli atau dengan meminta bahan dari inspektorat jendral atau badan yang mempunyai fungsi yang sama dari masing-masing instansi pemerintah.
Bahkan, dari pihak-pihak lain ( termasuk perusahaan ), yang dapat menunjukkan kebenaran materil dalam penghitungan kerugian negara, atau dapat membuktikan perkara yang sedang ditanganinya. Jadi, lanjut Zainudin, putusan MK ini dengan tegas menyatakan penggunaan cara penghitungan kerugian negara ini harusnya dilakukan oleh KPK, dan itu pun dengan cara berkoordinasi dengan instansi lain, atau dengan mengundang ahli keuangan. Bukan dengan penghitungan perkiraan sendiri, karena memerlukan sistematika audit keuangan.
Selanjutnya, dengan lahirnya SEMA No. 04 tahun 2016 mengatakan bahwa untuk membuktikan kerugian keuangan negara/daerah dalam persidangan tindak pidana korupsi hanya bisa dilakukan BPK, dan SEMA ini sendiri mengenyampingkan putusan MK tentang lembaga yang berwenang menghitung kerugian negara. “Persidangan tindak pidana korupsi setelah berlakunya SEMA ini mengharuskan hakim pemeriksa perkara tunduk pada aturan ini yang hanya boleh ada penghitungan kerugian negara dari BPK,” tegasnya.
Dirinya mengungkapkan, pada dasarnya kita tidak anti dengan penegakan korupsi, tapi jangan sampai penegakan hukum atas dugaan tindak pidana korupsi dilakukan dengan cara melanggar hukum. Bisa dikatakan pelimpahan perkara atas nama ZN ini masih sangat prematur atau belum saatnya dilimpahkan, karena penghitungan kerugian negara belum jelas dan tidak oleh lembaga yang berwenang. “Semoga persidangan ini bisa menemukan kebenaran materil dan tunduk kepada aturan-aturan hukum baik itu putusan MK dan SEMA No. 04/2016,”harapnya.*
Laporan: Dika
Team Penasihat Hukum ZN, Muhammad Zainudin, SH menyampaikan, persidangan kasus Tindak Pidana Korupsi pengadaan Meubellair yang didakwakan kepada ZN dianggap sama sekali tidak ada kerugian negara sebagaimana didakwakan Jaksa Penuntut Umum. “Dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor unsur utamanya adalah kerugian negara dan untuk menghitung kerugian negara sendiri harus dilakukan auditor keuangan berdasarkan tata cara kerja audit sesungguhnya bukan sekedar dengan perkiraan dan dugaan Jaksa,” tegasnya.
Dulu sempat terjadi polemik tentang siapa yang berwenang menghitung kerugian negara dalam dugaan Tindak Pidana korupsi ini, dimana ada anggapan hanya BPK yang berwenang menghitung kerugian negara. Namun, berdasarkan putusan MK terhadap uji pasal UU Tipikor terkait kewenangan penghitungan kerugian negara akhirnya menegaskan KPK bukan hanya dapat berkoordinasi dengan BPKP dan BPK dalam rangka pembuktian tipikor, melainkan dapat juga berkoordinasi dengan instansi lain. Bahkan KPK bisa membuktikan sendiri diluar temuan BPKP dan BPK, misalnya dengan mengundang ahli atau dengan meminta bahan dari inspektorat jendral atau badan yang mempunyai fungsi yang sama dari masing-masing instansi pemerintah.
Bahkan, dari pihak-pihak lain ( termasuk perusahaan ), yang dapat menunjukkan kebenaran materil dalam penghitungan kerugian negara, atau dapat membuktikan perkara yang sedang ditanganinya. Jadi, lanjut Zainudin, putusan MK ini dengan tegas menyatakan penggunaan cara penghitungan kerugian negara ini harusnya dilakukan oleh KPK, dan itu pun dengan cara berkoordinasi dengan instansi lain, atau dengan mengundang ahli keuangan. Bukan dengan penghitungan perkiraan sendiri, karena memerlukan sistematika audit keuangan.
Selanjutnya, dengan lahirnya SEMA No. 04 tahun 2016 mengatakan bahwa untuk membuktikan kerugian keuangan negara/daerah dalam persidangan tindak pidana korupsi hanya bisa dilakukan BPK, dan SEMA ini sendiri mengenyampingkan putusan MK tentang lembaga yang berwenang menghitung kerugian negara. “Persidangan tindak pidana korupsi setelah berlakunya SEMA ini mengharuskan hakim pemeriksa perkara tunduk pada aturan ini yang hanya boleh ada penghitungan kerugian negara dari BPK,” tegasnya.
Dirinya mengungkapkan, pada dasarnya kita tidak anti dengan penegakan korupsi, tapi jangan sampai penegakan hukum atas dugaan tindak pidana korupsi dilakukan dengan cara melanggar hukum. Bisa dikatakan pelimpahan perkara atas nama ZN ini masih sangat prematur atau belum saatnya dilimpahkan, karena penghitungan kerugian negara belum jelas dan tidak oleh lembaga yang berwenang. “Semoga persidangan ini bisa menemukan kebenaran materil dan tunduk kepada aturan-aturan hukum baik itu putusan MK dan SEMA No. 04/2016,”harapnya.*
Laporan: Dika
Untuk saran dan pemberian informasi kepada berazam.com, silakan kontak ke email: redaksi.berazam@gmail.com
Komentar Anda
Berita Terkait
Berita Pilihan
Rabu 15 Mei 2024
Edy Natar Nasution Kembali Berkomitmen Politik, Kembalikan Formulir Pendaftaran ke PAN Riau
Jumat 08 Maret 2024
Stikes Tengku Maharatu Wisuda Lagi 231 Sarjana Kesehatan dan Profesi Ners
Senin 22 Januari 2024
Letakan Batu Pertama, Stikes Tengku Maharatu Bangun Kampus Empat Lantai
Selasa 28 November 2023
Satu Jam Bersama Gubernur Riau Edy Natar : Mimpi Sang Visioner dan Agamis
Selasa 21 November 2023
Silaturahmi IKBR dengan Plt Gubri, Edy Nasution: Insha Allah Saya Maju
Minggu 01 Oktober 2023
Bravo 28 Usulkan Ganjar-Jokowi Pasangan Pilpres 2024
Rabu 27 September 2023
Hendry Ch Bangun Terpilih Jadi Ketua Umum PWI Pusat 2023-2028
Rabu 20 September 2023
Perginya Dosen Ramah, Humoris, dan Rendah Hati
Senin 18 September 2023
Wow! Ternyata Harga Kontrak Impor LNG Pertamina yang Disidik KPK Jauh lebih Murah dari Harga LNG Domestik
Senin 11 September 2023
Menkominfo Mau Pajaki Judi Online, Ini Kata CERI
Berita Terkini
Minggu 19 Mei 2024, 16:51 WIB
PKKEI: Majelis Hakim Diharap Memahami dengan Benar Kasus LNG Terdakwa Karen Agustiawan Secara Utuh
Minggu 19 Mei 2024, 14:38 WIB
Ini Daftar Sahabat Pengadilan di Sidang Korupsi Mantan Dirut Karen Agustiawan
Minggu 19 Mei 2024, 11:42 WIB
3 Tahun Kepemimpinan Rektor: Sportivitas Persaudaraan Menuju UIN Suska Terbilang dan Gemilang
Sabtu 18 Mei 2024, 19:28 WIB
Ketua DPC PJS Kota Palembang Soroti Pembangunan Terminal Batubara Kramasan
Sabtu 18 Mei 2024, 18:10 WIB
Pernyataan Wan Abu Bakar Berpotensi Primordialisme, Tokoh Riau Edy Natar Nasution Angkat Bicara
Jumat 17 Mei 2024, 22:20 WIB
Dinkes Siak dan Apkesmi Gelar Webinar, Perkenalkan Program ILP
Jumat 17 Mei 2024, 10:57 WIB
Mahasiswa Hukum UIR Raih Best Speaker di Kontes Duta Wisata Riau 2024
Jumat 17 Mei 2024, 10:53 WIB
UIR Terima Bantuan Dana Pendidikan Sebesar Rp 70 Juta dari Bank Syariah Indonesia
Jumat 17 Mei 2024, 10:48 WIB
Viral! Beredar video Harimau Mati Tertabrak Mobil di Tol Permai, Ternyata Begini Faktanya
Jumat 17 Mei 2024, 10:41 WIB
Kisah Kontroversial Pemanggilan Pejabat Eselon 2 di Pemprov Riau: dari Spekulasi hingga Tersangka