Oleh : Bagus Santoso, Mahasiswa S-3 Ilmu Politik, Anggota DPRD Provinsi Riau
Mahar dan Retorika Politik
Senin 11 Desember 2017, 19:14 WIB
Bagus Santoso
ISU mahar politik kembali mencuat menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak putaran terakir, 27 Juni 2018. Seperti biasa, isu mahar politik tidak pernah jelas ujung pangkalnya.
Kehadirannya seperti kentut terdengar dan tercium bau busuk, tapi tak nampak. Jejaknya pun sulit dilacak, karena nyaris tak meninggalkan bercak.
Menurut Kamus besar bahasa indonesia (KKBI), isu ada dua makna yaitu pertama masalah yang dikedepankan (untuk ditanggapi dan sebagainya); kedua kabar yang tidak jelas asal usulnya dan tidak terjamin kebenarannya; kabar angin; desas-desus. Wajar jika kata isu dianggap angin lalu tetapi sememang "berhantu".
Dalam praktik politik Indonesia, terutama setelah berlakunya pemilu dan pilkada langsung, istilah mahar politik dipahami publik sebagai transaksi di bawah tangan dengan pemberian dana dalam jumlah besar dari calon untuk jabatan yang diperebutkan dalam pemilu, pilkada dengan parpol yang menjadi "perahu" politiknya.
Menurut wikipedia Mahar atau mas kawin. Secara antropologi, mahar seringkali dijelaskan sebagai bentuk lain dari transaksi jual beli sebagai kompensasi atas kerugian yang diderita pihak keluarga perempuan karena kehilangan beberapa faktor pendukung dalam keluarga seperti kehilangan tenaga kerja, dan berkurangnya tingkat fertilitas dalam kelompok.
Mahar juga kadang-kadang diartikan sebagai pengganti kata biaya atas kompensasi terhadap proses pengajaran ilmu ataupun kesaktian dari seorang guru kepada orang lain. Entah bagaimana asal muasalnya kata mahar yang digabungkan menjadi mahar politik berbeda maknanya, menjadi segepok duit yang memberatkan.
Seiring mendekati pendataftaran calon kepala daerah ke KPUD, publik dikejutkan pemberitaan dari Bandung. Isu mahar politik kembali mencuat, kabar cepat menyebar bak wabah penyakit. Ditandai dengan pengakuan Dedi Mulyadi dimintai Rp10 miliar jika ingin mendapatkan surat rekomendasi parpol untuk maju di Pilgub Jabar 2018.
Nah, ternyata mahar politik itu bukan isu tetapi nyata, keberanian Dedi Mulyadi menjadi tonggak sejarah terbukanya informasi mahar politik yang selama ini semua tahu tetapi tidak mau tahu.
Fakta mahar politik juga disampaikan Mantan Bupati Bangkalan Fuad Amin Imron (saat ini ditahan karena kasus korupsi), dengan gamblang menceritakan pengalamannya mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Diakui untuk menjadi calon kepala daerah dibutuhkan uang yang banyak.
Sejatinya gerakan menghindari mahar politik secara tidak langsung terjadi di Riau. Tertunda- tundanya surat rekomendasi parpol kepada bakal calon gubernur (bacalgub) boleh jadi pertanda adanya tarif mahal yang di patok oleh parpol.
Hanya saja, keluh kesah mahalnya mahar politik di Riau hanya menjadi omongan di warung kopi. Tidak terucap dan belum terkatakan seperti di Bandung. Andai saja bacalgub Riau kompak bersabar dan tidak mau membayar mahar politik, setidaknya akan menjadi pelajaran yang berharga bagi parpol. Tetapi, apakah semua bacalgub mampu memendam ego masing- masing, rasanya itu mustahil, isu yang berkembang sudah ada bacalgub yang telah menghabiskan duit diatas lima puluhan miliar.
Berbicara mahar politik, hampir semua parpol mengeluarkan pernyataan senada yaitu tegas melarang atau menolaknya plus tambahan embel- embel ancaman hingga pemecatan.
Sekretaris Jenderal PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto menjamin partainya terhindar dari berbagai macam bentuk kegiatan politik transaksional dalam pencalonan di Pilkada 2018. Menurutnya, partai telah memiliki peraturan tegas dalam menolak mahar politik.
Dari PDIP boleh dicek dalam aturan partai kami tidak pernah meminta mahar, tak pernah jual beli rekomendasi, dan itu diatur, bahkan DPP bisa berikan sanksi pemecatan bila ada jual beli rekomendasi, demikian dikatakan Hasto di kantor DPP PDI-P, Jakarta, Sabtu 30 September 2017.
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Sohibul Iman menegaskan, tidak ada mahar politik yang harus dibayar dari pasangan calon kepala daerah yang diusung partai berlambang bulan sabit kembar itu dalam Pilkada Serentak 2018.
Kalau PKS prinsipnya berjuang bersama, maharnya ya biaya berjuang bersama," begitulah statemen yang tersampaikan kepada insan pers seusai membuka Summit Public Relation (Kehumasan) Kader PKS se Indonesia di Hotel Inna Garuda Yogyakarta, Jumat 29 September 2017 malam.
Pernyataan yang tak berbeda disampaikan Ketua Umum DPP Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Surya Paloh ketika membuka kegiatan silaturahmi DPW Nasdem se-Sumatera yang dirangkai dengan rakorsus strategi pemenangan pemilu di Provinsi Riau, Senin (2/10) di Grand Ballroom Hotel Pangeran Jalan Sudirman Pekanbaru.
Surya Paloh mengatakan, menghadapi Pilkada serentak menyebut Nasdem tetap berpendirian sesuai "mazhabnya" yaitu, sungguh-sungguh meletakkan kepentingan bangsa di atas kepentingan partai. Karena itulah, "mahar politik" dalam Pilkada tidak akan berlaku di Nasdem.
Contoh Polemik surat rekomendasi untuk bacalgub terjadi di depan mata kita di Riau. Surat rekomendasi secara subtansi tidak ada kaitanya dengan mahar politik, tetapi di saat pertelagahan untuk sebuah dukungan, publik akan mengkaitkan dengan "sesuatu" dan sulit mengelak dari benang merah yaitu mahar politik.
Di ketahui, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Amanat Nasional (PAN) mengakui adanya peralihan dukungan calon gubernur Riau 2018. PAN akhirnya memutuskan memberikan dukungan sekaligus mengusung nama Wali Kota Pekanbaru, Firdaus MT. Padahal Sebelumnya, PAN telah merekomendasikan Bupati Siak, Syamsur, untuk maju dalam Pilgubri 2018.
Yandri Susanto, selaku Tim Pemenangan Pilkada Pusat DPP PAN, sebagaimana dikutip dari GoNews, selasa (5/12/2017). Membenarkan DPP PAN memberikan rekom Firdaus, karena Syamsuar belum bisa memenuhi syarat. Adapun salah satu syarat yang tidak bisa dipenuhi Syamsuar terkait pasangan calon serta partai koaliasi pengusungnya. Benarkah alasan ini yang membuat Syamsuar ditinggalkan PAN. Yang tahu jawabnya secara pasti tentu hanya Syamsuar.
Konyolnya, setelah tersebar pemberitaan pengalihan dukungan dari Syamsuar ke Firdaus, tersebar di media sosial (Medsos) oleh oknum yang tak bertanggung jawab seakan mengolok-olok PAN dengan memakai kop surat DPP PAN memberikan rekomendasi kepada Yong Dolah di tanda tangani oleh Yandri Susanto.
Sejauh ini publik Riau belum mendapatkan pengakuan secara resmi dari para bacalgub terkait mahar politik. Publik berharap setelah terungkap mahar politik yang disampaikan oleh bacalgub Jabar Dedi Mulyadi akan membuka kotak pandora demi kembalinya ke jalan yang lurus demokrasi di negeri ini.
Lalu, haram atau halal-kah pemberian mahar politik tersebut?Pengakuan Dedi Mulyadi mendapat tanggapan yang luar biasa. Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat Nina Yuningsih menyatakan secara aturan mahar politik tidak diperbolehkan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8/2015 tentang Pilkada.
Jelas dari Undang-Undang Pilkada terkait (mahar politik) itu tidak diperbolehkan. Kalau terbukti maka bagian badan pengawas (yang melakukan tindakan).
Untuk diketahui, larangan pemberian mahar politik tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8/2015 tentang Pilkada. Dalam pasal 47 ayat 1 undang-undang tersebut disebutkan bahwa partai politik atau gabungan partai politik dilarang menerima imbalan apapun dalam proses pencalonan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota.
Kemudian, dalam ayat 2 disebutkan juga apabila partai atau gabungan partai politik terbukti menerima imbalan sesuai ayat 1 akan mendapat sanksi dilarang mengajukan calon pada periode berikutnya di daerah yang sama.
Sulit untuk di elakkan kontestasi politik selevel pemilihan gubernur atau bupati, wali kota yang menyedot dana super gede bersih dari mahar politik. Semuanya maklum tidak ada kursi gratis dalam ajang kontestasi politik.
Semoga Partai politik benar- benar berkomitmen menolak praktik mahar politik bukan sekedar retorika politik. Sebab sikap jantan parpol menolak mahar politik menjadi sangat penting di tengah banyaknya pejabat yang tertangkap tangan melakukan dugaan korup akibat mahalnya biaya politik.***
Kehadirannya seperti kentut terdengar dan tercium bau busuk, tapi tak nampak. Jejaknya pun sulit dilacak, karena nyaris tak meninggalkan bercak.
Menurut Kamus besar bahasa indonesia (KKBI), isu ada dua makna yaitu pertama masalah yang dikedepankan (untuk ditanggapi dan sebagainya); kedua kabar yang tidak jelas asal usulnya dan tidak terjamin kebenarannya; kabar angin; desas-desus. Wajar jika kata isu dianggap angin lalu tetapi sememang "berhantu".
Dalam praktik politik Indonesia, terutama setelah berlakunya pemilu dan pilkada langsung, istilah mahar politik dipahami publik sebagai transaksi di bawah tangan dengan pemberian dana dalam jumlah besar dari calon untuk jabatan yang diperebutkan dalam pemilu, pilkada dengan parpol yang menjadi "perahu" politiknya.
Menurut wikipedia Mahar atau mas kawin. Secara antropologi, mahar seringkali dijelaskan sebagai bentuk lain dari transaksi jual beli sebagai kompensasi atas kerugian yang diderita pihak keluarga perempuan karena kehilangan beberapa faktor pendukung dalam keluarga seperti kehilangan tenaga kerja, dan berkurangnya tingkat fertilitas dalam kelompok.
Mahar juga kadang-kadang diartikan sebagai pengganti kata biaya atas kompensasi terhadap proses pengajaran ilmu ataupun kesaktian dari seorang guru kepada orang lain. Entah bagaimana asal muasalnya kata mahar yang digabungkan menjadi mahar politik berbeda maknanya, menjadi segepok duit yang memberatkan.
Seiring mendekati pendataftaran calon kepala daerah ke KPUD, publik dikejutkan pemberitaan dari Bandung. Isu mahar politik kembali mencuat, kabar cepat menyebar bak wabah penyakit. Ditandai dengan pengakuan Dedi Mulyadi dimintai Rp10 miliar jika ingin mendapatkan surat rekomendasi parpol untuk maju di Pilgub Jabar 2018.
Nah, ternyata mahar politik itu bukan isu tetapi nyata, keberanian Dedi Mulyadi menjadi tonggak sejarah terbukanya informasi mahar politik yang selama ini semua tahu tetapi tidak mau tahu.
Fakta mahar politik juga disampaikan Mantan Bupati Bangkalan Fuad Amin Imron (saat ini ditahan karena kasus korupsi), dengan gamblang menceritakan pengalamannya mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Diakui untuk menjadi calon kepala daerah dibutuhkan uang yang banyak.
Sejatinya gerakan menghindari mahar politik secara tidak langsung terjadi di Riau. Tertunda- tundanya surat rekomendasi parpol kepada bakal calon gubernur (bacalgub) boleh jadi pertanda adanya tarif mahal yang di patok oleh parpol.
Hanya saja, keluh kesah mahalnya mahar politik di Riau hanya menjadi omongan di warung kopi. Tidak terucap dan belum terkatakan seperti di Bandung. Andai saja bacalgub Riau kompak bersabar dan tidak mau membayar mahar politik, setidaknya akan menjadi pelajaran yang berharga bagi parpol. Tetapi, apakah semua bacalgub mampu memendam ego masing- masing, rasanya itu mustahil, isu yang berkembang sudah ada bacalgub yang telah menghabiskan duit diatas lima puluhan miliar.
Berbicara mahar politik, hampir semua parpol mengeluarkan pernyataan senada yaitu tegas melarang atau menolaknya plus tambahan embel- embel ancaman hingga pemecatan.
Sekretaris Jenderal PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto menjamin partainya terhindar dari berbagai macam bentuk kegiatan politik transaksional dalam pencalonan di Pilkada 2018. Menurutnya, partai telah memiliki peraturan tegas dalam menolak mahar politik.
Dari PDIP boleh dicek dalam aturan partai kami tidak pernah meminta mahar, tak pernah jual beli rekomendasi, dan itu diatur, bahkan DPP bisa berikan sanksi pemecatan bila ada jual beli rekomendasi, demikian dikatakan Hasto di kantor DPP PDI-P, Jakarta, Sabtu 30 September 2017.
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Sohibul Iman menegaskan, tidak ada mahar politik yang harus dibayar dari pasangan calon kepala daerah yang diusung partai berlambang bulan sabit kembar itu dalam Pilkada Serentak 2018.
Kalau PKS prinsipnya berjuang bersama, maharnya ya biaya berjuang bersama," begitulah statemen yang tersampaikan kepada insan pers seusai membuka Summit Public Relation (Kehumasan) Kader PKS se Indonesia di Hotel Inna Garuda Yogyakarta, Jumat 29 September 2017 malam.
Pernyataan yang tak berbeda disampaikan Ketua Umum DPP Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Surya Paloh ketika membuka kegiatan silaturahmi DPW Nasdem se-Sumatera yang dirangkai dengan rakorsus strategi pemenangan pemilu di Provinsi Riau, Senin (2/10) di Grand Ballroom Hotel Pangeran Jalan Sudirman Pekanbaru.
Surya Paloh mengatakan, menghadapi Pilkada serentak menyebut Nasdem tetap berpendirian sesuai "mazhabnya" yaitu, sungguh-sungguh meletakkan kepentingan bangsa di atas kepentingan partai. Karena itulah, "mahar politik" dalam Pilkada tidak akan berlaku di Nasdem.
Contoh Polemik surat rekomendasi untuk bacalgub terjadi di depan mata kita di Riau. Surat rekomendasi secara subtansi tidak ada kaitanya dengan mahar politik, tetapi di saat pertelagahan untuk sebuah dukungan, publik akan mengkaitkan dengan "sesuatu" dan sulit mengelak dari benang merah yaitu mahar politik.
Di ketahui, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Amanat Nasional (PAN) mengakui adanya peralihan dukungan calon gubernur Riau 2018. PAN akhirnya memutuskan memberikan dukungan sekaligus mengusung nama Wali Kota Pekanbaru, Firdaus MT. Padahal Sebelumnya, PAN telah merekomendasikan Bupati Siak, Syamsur, untuk maju dalam Pilgubri 2018.
Yandri Susanto, selaku Tim Pemenangan Pilkada Pusat DPP PAN, sebagaimana dikutip dari GoNews, selasa (5/12/2017). Membenarkan DPP PAN memberikan rekom Firdaus, karena Syamsuar belum bisa memenuhi syarat. Adapun salah satu syarat yang tidak bisa dipenuhi Syamsuar terkait pasangan calon serta partai koaliasi pengusungnya. Benarkah alasan ini yang membuat Syamsuar ditinggalkan PAN. Yang tahu jawabnya secara pasti tentu hanya Syamsuar.
Konyolnya, setelah tersebar pemberitaan pengalihan dukungan dari Syamsuar ke Firdaus, tersebar di media sosial (Medsos) oleh oknum yang tak bertanggung jawab seakan mengolok-olok PAN dengan memakai kop surat DPP PAN memberikan rekomendasi kepada Yong Dolah di tanda tangani oleh Yandri Susanto.
Sejauh ini publik Riau belum mendapatkan pengakuan secara resmi dari para bacalgub terkait mahar politik. Publik berharap setelah terungkap mahar politik yang disampaikan oleh bacalgub Jabar Dedi Mulyadi akan membuka kotak pandora demi kembalinya ke jalan yang lurus demokrasi di negeri ini.
Lalu, haram atau halal-kah pemberian mahar politik tersebut?Pengakuan Dedi Mulyadi mendapat tanggapan yang luar biasa. Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat Nina Yuningsih menyatakan secara aturan mahar politik tidak diperbolehkan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8/2015 tentang Pilkada.
Jelas dari Undang-Undang Pilkada terkait (mahar politik) itu tidak diperbolehkan. Kalau terbukti maka bagian badan pengawas (yang melakukan tindakan).
Untuk diketahui, larangan pemberian mahar politik tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8/2015 tentang Pilkada. Dalam pasal 47 ayat 1 undang-undang tersebut disebutkan bahwa partai politik atau gabungan partai politik dilarang menerima imbalan apapun dalam proses pencalonan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota.
Kemudian, dalam ayat 2 disebutkan juga apabila partai atau gabungan partai politik terbukti menerima imbalan sesuai ayat 1 akan mendapat sanksi dilarang mengajukan calon pada periode berikutnya di daerah yang sama.
Sulit untuk di elakkan kontestasi politik selevel pemilihan gubernur atau bupati, wali kota yang menyedot dana super gede bersih dari mahar politik. Semuanya maklum tidak ada kursi gratis dalam ajang kontestasi politik.
Semoga Partai politik benar- benar berkomitmen menolak praktik mahar politik bukan sekedar retorika politik. Sebab sikap jantan parpol menolak mahar politik menjadi sangat penting di tengah banyaknya pejabat yang tertangkap tangan melakukan dugaan korup akibat mahalnya biaya politik.***
Untuk saran dan pemberian informasi kepada berazam.com, silakan kontak ke email: redaksi.berazam@gmail.com
Komentar Anda
Berita Terkait
Berita Pilihan
Sabtu 14 September 2024
Soliditas PPP Pekanbaru Ditegaskan untuk Menangkan Edy Nasution-Dastrayani Bibra
Jumat 13 September 2024
Deklarasi Pasangan PATEN di Pekanbaru: 20.000 Kupon Diperkirakan Habis Menjelang Sabtu
Jumat 13 September 2024
Tampilkan Lima Pakar Perikanan Asing, Seminar ISFM XIII FPK Unri Berlangsung Sukses
Selasa 10 September 2024
PATEN, Balon Walikota Edy Nasution Orang Pertama Hadir di Polresta Pekanbaru
Sabtu 07 September 2024
Dr Mexsaxai Indra SH MH: Forum Warek Akademik BKS-PTN Barat Bahas Percepatan Menuju World Class University
Jumat 30 Agustus 2024
Pasangan Edy Natar-Dastriani Bibra 'Berlayar' di Pilkada Pekanbaru Meski Ada Perubahan Dukungan
Senin 19 Agustus 2024
Pilkada Serentak, Momentum Mahasiswa Laksanakan Tugas Sebagai Agen Perubahan
Kamis 25 Juli 2024
Sukses, Seminar Antarabangsa ke-12 “EHMAP” Kerjasama Unri-UKM Malaysia Bahas 60 Paper
Selasa 23 Juli 2024
Tekor Berkepanjangan, Majalah GATRA Akhirnya Tutup !
Selasa 23 Juli 2024
FKPRM dan PPMR Keluarkan Pernyataan Sikap, Tolak Pembalonan Nasir
Berita Terkini
Jumat 25 Oktober 2024, 20:20 WIB
Abrasi Sungai di Desa Paskem Semakin Meluas, Kades Roni Langsung Tinjau Ke lokasi
Jumat 25 Oktober 2024, 18:12 WIB
UIR Siap Beri Full Scholarship pada Putera Puteri Terbaik Timor Leste
Jumat 25 Oktober 2024, 09:51 WIB
Dipimpin Kades Sugiono, Sejarah Menarik Desa Petala Bumi Dari Transmigrasi Menjadi Desa Teladan
Kamis 24 Oktober 2024, 19:47 WIB
Resmi, H. Ahmad Tarmizi, Lc, MA Menjadi Wakil Ketua DPRD Riau
Kamis 24 Oktober 2024, 15:45 WIB
Terima Panitia Seminar Nasional 79 Tahun Indonesia Merdeka Riau Dapat Apa? Ini Kata Pj Sekdaprov Riau
Kamis 24 Oktober 2024, 15:32 WIB
Kunjungi Posko Pemenangan P4TEN, HKR Beri Dukungan Kepada Edy Nasution-Destrayani Bibra
Kamis 24 Oktober 2024, 14:01 WIB
Empat Pimpinan DPRD Riau Resmi Dilantik
Kamis 24 Oktober 2024, 12:05 WIB
Mantan Gubri Apresiasi Buku "Merudal Politik Nasional dari Riau", RZ: Referensi Politik Generasi Muda
Kamis 24 Oktober 2024, 10:19 WIB
Profil Desa Dusun Tua Pelang, UMKM Mengejar Promosi Sampai Kades Fokus Pendidikan
Kamis 24 Oktober 2024, 09:29 WIB
Riau Berharap Miliki Bandara Embarkasi Haji Langsung