Oleh: Yanto Budiman Situmeang
Yanto Budiman Situmeang
Setelah Andi Rachman-Suyatno Resmi Diusung Golkar dan PDIP. Bagaimana Nasib yang Lain?
Senin 18 Desember 2017, 06:55 WIB

Image politik di Riau masih terkesan kurang baik, karena banyaknya para pejabat yang berkorupsi dan banyak nya pertentangan pendapat antara satu dengan yang lain,
Lima atau 10 tahun yang akan datang, Riau bisa maju apabila para pejabat bisa menepati janji dan memberikan bukti untuk rakyat nya dan timbul rasa kesadaran ingin membuat Riau menjadi tidak risau. Tetapi Riau juga bisa saja menjadi provinsi yang jatuh apabila Gubernur nya tidak bisa memberikan bukti nyata tentang kesadarannya dan terus mempermainkan hak dan hakikat rakyat nya sendiri.
Dalam waktu yang tidak lama lagi, persisinya 21 Juni 2018, Riau akan memilih pemimpin nya. Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman--pengganti Gubernur An-Nas Maamun --yang saat Ini sedang menjalani hukuman badan lantaran di vonis melakukan korupsi pembahasan APBD Riau--dipastikan ikut bertarung lagi.
Andi Rachman yang akrab disapa Andi atau belakangan lebih populer dengan sebutan AR dikabarkan bakal berpaket dengan H. Suyatno, (sekarang bupati Rokan Hilir). Dua figur dari latar belakang berbeda ini diprediksi oleh kubu atau orang-orang dia, bakal sukses mendulang suara nanti.
Namun dipihak lain justru duet kejutan ini tidak masuk hitungan sama sekali. Ibarat mentimun bungkuk yang masuk dalam keranjang namun keberadaannya tak dianggap atau tak masuk hitungan.Ah, masak iya sih..!
Artinya, Andi Rachman atau minimal calon wakilnya Suyatno dapat mendongkrak perolehan suara. Di Rokan Hilir siapa yang tak kenal dengan mantan anak asuh Annas Maamun ini.. Pernah jadi Camat di beberapa tempat, kemudian humas di Setdakab Rohil dan terakhir diajak Annas terjun ke politik praktis dan langsung turun gelanggang pilkada dan sukses.
Namun setelah melakoni jabatannya sebagai Bupati Rohil definitif belum nampak hasil torehan tangan serta fikirannya yang siknifikan. Justru yang muncul dan tersiar rumors adalah sejumlah 'dosa- dosa' Suyatno, mulai dari dosa moral maupun non moral.
Itulah mungkin yang membuat publik terkejut ketika pertama kali dirinya disebut bakal berpasangan dengan Andi Rachman. Meski pro kontra. Namun sebagian besar publik kurang meyakini kapasitas maupun integritas Suyatno.
Meskipun begitu, namanya saja Politik sebagaimana adagium: tidak ada kawan yang ada adalah kepentingan, duet AR-Suyatno ini mau tak mau, suka tak suka mesti kita hormati. Soal kalah atau menang nanti, itu urusan lain. Yang penting etape I meraih tiket untuk berlayar dengan perahu Golkar dan PDIP sudah clear.
Begitupun, ada yang menggelitik saya ketika pertarungan perebutan Partai Politik PDIP oleh HM Harris dengan AR nuansa tarik menarik nya begitu kencang dan kuat. Bahkan terkesan seperti lelang barang. Harris beli satu kubu AR bayar dua.
Kenapa Ini terjadi, ada dua kemungkinan yang patut dikemukakan. Pertama, pola rekrutmen parpol yang konvensional, dimana balon yang bersangkutan terlebih dahulu 'digoreng' di level pengurus Parpol daerah. Baru kemudian di finalisasi kan di Jakarta.Itupun belum cukup sampai di level sejumlah petinggi partai.Sebab final nya tetap ditangan Bu Mega, big bos nya PDIP.
Setelah Harris gagal menaiki perahu PDIP,, lalu bagaimana dengan naaib kandidat lainnya? Syamsuar misalnya. Atau Firdaus MT dan Lukman Edi. Mungkin ke-tiga nya masih berjibaku di Jakarta. Masih lobi sana lobi sini. Bagaimana urusannya serta seperti apa hasilnya, agaknya kita masih harus menunggu sampai ada kepastian saat mendaftarkan diri ke KPU. Atau paling tidak dapat bocoran sebelum surat dukungan untuk masing-masing balon disebarkan dan dipublikasikan di media.
Sebab kalau kita tanyakan kepada masing-masing kubu, pasti jawabannya aman. Kami sudah dapat sekian kursi, kubu lain juga klaim yang sama. Ada lagi yang menyatakan akan diupayakan "head to head" antara kubu AR versus kubu Syamsuar atau Firdaus dan juga Lukman Edi.
Namun, sepertinya upaya duel 'adu balak' ini kecil kemungkinan terjadi. Sebab masing-masing punya pertimbangan tersendiri dan ingin juga menjadi Gubernur sebab syarat hanya cuti bagi kepala daerah atau bupati dan walikota, menjadi factor penyemangat atau pendorong para balon, meskipun ego masing-masing cenderung masih menonjol.
Lepas dari dua pasang atau tiga pasang yang pasti, konstelasi politik Pilgubri kali ini beda jauh dengan sebelumnya. Kali ini agak lebih panas karena setahun kemudian setelah Pilkada serentak 2018, kita memasuki tahapan atau agenda politik yang lebih besar yakni Pileg dan Pilpres.
Banyak yang menyebut ajang Pilkada serentak ini akan menjadi titik tolak menuju Pileg dan Pilpres. Benarkah? Bisa iya Bisa juga tidak. Kalau iya, alasannya Gubernur yang diusung partai Golkar misalnya, diwajibkan memenangkan calon presiden dari Golkar. Demikian halnya dengan calon calon yang diusung parpol lainnya. Kompensasinya sama.
Kembali ke pasangan Andi-Yatno. Jika duet ini menang wajib hukumnya memenangkan capres yang diusung partai Golkar dan PDIP. Tapi kalau ternyata koalisi ini tidak sama dengan pencapresan, Golkar pecah kongsi dengan PDIP, maka akan lain lagi ceritanya.
Jadi, kesimpulannya, partai apapun yang mendukung kandidat gubernur Riau bukan jaminan menang atau dipilih rakyat. Termasuk dukungan Golkar plus PDIP tuk Andi Rachman dan Suyatno. Itu baru sebatas dapat tiket untuk berlayar menuju tahapan berikutnya yang berpunca pada tahap pemilihan atau pencoblosan. Sebab yang dipilih rakyat adalah bukan partai tapi figur.
Kalau figur nya bagus tentu punya peluang besar untuk dipilih.Tapi kalau figur nya tak punya nilai jual, tak cerdas, tak cemen,tak bisa menghargai orang-orang atau rakyat nya, jangan salahkan kalau rakyat tidak memilih nya.
Mengutip Joseph Schumpeter: Ketika politik mengajarkan bahwa tugas politikus sesungguhnya melaksanakan kehendak rakyat. Namun, yang terjadi mereka hanya mementingkan dirinya sendiri.
Siapa yang merasa dengan ungkapan diatas maka jangan menyesal apalagi stress kalau tidak dipilih rakyat. Rakyat Riau sudah pada cerdas berpolitik. Duit pun bukan segalanya meski diperlukan sebagai ongkos politik atau operasional politik. Bukan politik uang bukan pula karena banyak uang bisa seenaknya mengatur Rakyat. ***
Lima atau 10 tahun yang akan datang, Riau bisa maju apabila para pejabat bisa menepati janji dan memberikan bukti untuk rakyat nya dan timbul rasa kesadaran ingin membuat Riau menjadi tidak risau. Tetapi Riau juga bisa saja menjadi provinsi yang jatuh apabila Gubernur nya tidak bisa memberikan bukti nyata tentang kesadarannya dan terus mempermainkan hak dan hakikat rakyat nya sendiri.
Dalam waktu yang tidak lama lagi, persisinya 21 Juni 2018, Riau akan memilih pemimpin nya. Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman--pengganti Gubernur An-Nas Maamun --yang saat Ini sedang menjalani hukuman badan lantaran di vonis melakukan korupsi pembahasan APBD Riau--dipastikan ikut bertarung lagi.
Andi Rachman yang akrab disapa Andi atau belakangan lebih populer dengan sebutan AR dikabarkan bakal berpaket dengan H. Suyatno, (sekarang bupati Rokan Hilir). Dua figur dari latar belakang berbeda ini diprediksi oleh kubu atau orang-orang dia, bakal sukses mendulang suara nanti.
Namun dipihak lain justru duet kejutan ini tidak masuk hitungan sama sekali. Ibarat mentimun bungkuk yang masuk dalam keranjang namun keberadaannya tak dianggap atau tak masuk hitungan.Ah, masak iya sih..!
Artinya, Andi Rachman atau minimal calon wakilnya Suyatno dapat mendongkrak perolehan suara. Di Rokan Hilir siapa yang tak kenal dengan mantan anak asuh Annas Maamun ini.. Pernah jadi Camat di beberapa tempat, kemudian humas di Setdakab Rohil dan terakhir diajak Annas terjun ke politik praktis dan langsung turun gelanggang pilkada dan sukses.
Namun setelah melakoni jabatannya sebagai Bupati Rohil definitif belum nampak hasil torehan tangan serta fikirannya yang siknifikan. Justru yang muncul dan tersiar rumors adalah sejumlah 'dosa- dosa' Suyatno, mulai dari dosa moral maupun non moral.
Itulah mungkin yang membuat publik terkejut ketika pertama kali dirinya disebut bakal berpasangan dengan Andi Rachman. Meski pro kontra. Namun sebagian besar publik kurang meyakini kapasitas maupun integritas Suyatno.
Meskipun begitu, namanya saja Politik sebagaimana adagium: tidak ada kawan yang ada adalah kepentingan, duet AR-Suyatno ini mau tak mau, suka tak suka mesti kita hormati. Soal kalah atau menang nanti, itu urusan lain. Yang penting etape I meraih tiket untuk berlayar dengan perahu Golkar dan PDIP sudah clear.
Begitupun, ada yang menggelitik saya ketika pertarungan perebutan Partai Politik PDIP oleh HM Harris dengan AR nuansa tarik menarik nya begitu kencang dan kuat. Bahkan terkesan seperti lelang barang. Harris beli satu kubu AR bayar dua.
Kenapa Ini terjadi, ada dua kemungkinan yang patut dikemukakan. Pertama, pola rekrutmen parpol yang konvensional, dimana balon yang bersangkutan terlebih dahulu 'digoreng' di level pengurus Parpol daerah. Baru kemudian di finalisasi kan di Jakarta.Itupun belum cukup sampai di level sejumlah petinggi partai.Sebab final nya tetap ditangan Bu Mega, big bos nya PDIP.
Setelah Harris gagal menaiki perahu PDIP,, lalu bagaimana dengan naaib kandidat lainnya? Syamsuar misalnya. Atau Firdaus MT dan Lukman Edi. Mungkin ke-tiga nya masih berjibaku di Jakarta. Masih lobi sana lobi sini. Bagaimana urusannya serta seperti apa hasilnya, agaknya kita masih harus menunggu sampai ada kepastian saat mendaftarkan diri ke KPU. Atau paling tidak dapat bocoran sebelum surat dukungan untuk masing-masing balon disebarkan dan dipublikasikan di media.
Sebab kalau kita tanyakan kepada masing-masing kubu, pasti jawabannya aman. Kami sudah dapat sekian kursi, kubu lain juga klaim yang sama. Ada lagi yang menyatakan akan diupayakan "head to head" antara kubu AR versus kubu Syamsuar atau Firdaus dan juga Lukman Edi.
Namun, sepertinya upaya duel 'adu balak' ini kecil kemungkinan terjadi. Sebab masing-masing punya pertimbangan tersendiri dan ingin juga menjadi Gubernur sebab syarat hanya cuti bagi kepala daerah atau bupati dan walikota, menjadi factor penyemangat atau pendorong para balon, meskipun ego masing-masing cenderung masih menonjol.
Lepas dari dua pasang atau tiga pasang yang pasti, konstelasi politik Pilgubri kali ini beda jauh dengan sebelumnya. Kali ini agak lebih panas karena setahun kemudian setelah Pilkada serentak 2018, kita memasuki tahapan atau agenda politik yang lebih besar yakni Pileg dan Pilpres.
Banyak yang menyebut ajang Pilkada serentak ini akan menjadi titik tolak menuju Pileg dan Pilpres. Benarkah? Bisa iya Bisa juga tidak. Kalau iya, alasannya Gubernur yang diusung partai Golkar misalnya, diwajibkan memenangkan calon presiden dari Golkar. Demikian halnya dengan calon calon yang diusung parpol lainnya. Kompensasinya sama.
Kembali ke pasangan Andi-Yatno. Jika duet ini menang wajib hukumnya memenangkan capres yang diusung partai Golkar dan PDIP. Tapi kalau ternyata koalisi ini tidak sama dengan pencapresan, Golkar pecah kongsi dengan PDIP, maka akan lain lagi ceritanya.
Jadi, kesimpulannya, partai apapun yang mendukung kandidat gubernur Riau bukan jaminan menang atau dipilih rakyat. Termasuk dukungan Golkar plus PDIP tuk Andi Rachman dan Suyatno. Itu baru sebatas dapat tiket untuk berlayar menuju tahapan berikutnya yang berpunca pada tahap pemilihan atau pencoblosan. Sebab yang dipilih rakyat adalah bukan partai tapi figur.
Kalau figur nya bagus tentu punya peluang besar untuk dipilih.Tapi kalau figur nya tak punya nilai jual, tak cerdas, tak cemen,tak bisa menghargai orang-orang atau rakyat nya, jangan salahkan kalau rakyat tidak memilih nya.
Mengutip Joseph Schumpeter: Ketika politik mengajarkan bahwa tugas politikus sesungguhnya melaksanakan kehendak rakyat. Namun, yang terjadi mereka hanya mementingkan dirinya sendiri.
Siapa yang merasa dengan ungkapan diatas maka jangan menyesal apalagi stress kalau tidak dipilih rakyat. Rakyat Riau sudah pada cerdas berpolitik. Duit pun bukan segalanya meski diperlukan sebagai ongkos politik atau operasional politik. Bukan politik uang bukan pula karena banyak uang bisa seenaknya mengatur Rakyat. ***
Untuk saran dan pemberian informasi kepada berazam.com, silakan kontak ke email: redaksi.berazam@gmail.com
Komentar Anda
Berita Terkait
Berita Pilihan
Selasa 28 November 2023
Satu Jam Bersama Gubernur Riau Edy Natar : Mimpi Sang Visioner dan Agamis
Selasa 21 November 2023
Silaturahmi IKBR dengan Plt Gubri, Edy Nasution: Insha Allah Saya Maju
Minggu 01 Oktober 2023
Bravo 28 Usulkan Ganjar-Jokowi Pasangan Pilpres 2024
Rabu 27 September 2023
Hendry Ch Bangun Terpilih Jadi Ketua Umum PWI Pusat 2023-2028
Rabu 20 September 2023
Perginya Dosen Ramah, Humoris, dan Rendah Hati
Senin 18 September 2023
Wow! Ternyata Harga Kontrak Impor LNG Pertamina yang Disidik KPK Jauh lebih Murah dari Harga LNG Domestik
Senin 11 September 2023
Menkominfo Mau Pajaki Judi Online, Ini Kata CERI
Sabtu 09 September 2023
Jalin Silaturahmi, Sahabat Fuja ''Sejiwa Sehati'' Gelar Turnamen Domino Diikuti 500 Peserta
Jumat 08 September 2023
Catur Sugeng Susanto Berhasil Menyelesaikan Master di UGM
Minggu 03 September 2023
Lima Tahun Syamsuar Jabat Gubernur Riau: Masih Jauh dari Harapan
Berita Terkini
Rabu 29 November 2023, 21:10 WIB
APTISI Riau Silaturrahmi ke LLDIKTI X, Afdalisma Calon Kuat PJ. Kepala LLDIKTI XVII
Rabu 29 November 2023, 20:58 WIB
APBD Riau TA 2024 Disetujui Rp11,02,Triliun, Gubri Harap Secepatnya Dievaluasi Mendagri
Rabu 29 November 2023, 20:51 WIB
Permudah Layanan, Bapenda Riau Sediakan Samsat Tanjak
Rabu 29 November 2023, 20:44 WIB
APTISI Riau Silaturrahmi ke LLDIKTI X, Afdalisma Calon Kuat PJ. Kepala LLDIKTI XVII
Rabu 29 November 2023, 20:43 WIB
Halo! Apa Kabar Esemka
Rabu 29 November 2023, 20:40 WIB
Maju Sebagai Calon Anggota DPRD Pekanbaru, Ini Profil Edi Sinaga
Rabu 29 November 2023, 14:51 WIB
Data DPT KPU Diduga Bocor Dibobol Peretas, Bareskrim Turun Tangan
Rabu 29 November 2023, 14:39 WIB
Jelang Nataru, Disperindag Pekanbaru Pantau Harga Bahan Pokok
Rabu 29 November 2023, 14:28 WIB
Perpustakaan UIR Taja Lomba Story Telling Bagi Pelajar SMA se-Kota Pekanbaru
Rabu 29 November 2023, 14:21 WIB
Maju Sebagai Calon Anggota DPD RI, Ini Profil Romwel Sitompul