Senin, 29 April 2024

Breaking News

  • Gelar Nobar dengan OPD Pemprov Riau, Pj Gubri Optimis Timnas Indonesia Vs Uzbekistan Menang 2:0   ●   
  • Pj Gubri Ingatkan Pejabat Administator Pemprov Riau Terus Belajar   ●   
  • BPBD Pekanbaru: Cuaca Ekstrem Masih Berpotensi Hingga Akhir Bulan Ini   ●   
  • Optimalkan PPDB 2024, Disdik Pekanbaru Gandeng Tiga OPD   ●   
  • Malam Ini, Indonesia vs Uzbekistan: Ayo Garuda Terbanglah Lebih Tinggi!   ●   
10 Jam Terombang-ambing di Air, Mulut Fitriani Syam Penuh Lumpur dan Hanya Bisa Istighfar
Kamis 11 Oktober 2018, 08:40 WIB
Fitriani Syam mendapat pertolongan pertama dari relawan RCI
Sigi, berazamcom - Ketika tim relawan Riau Care Indonesia (RCI) melakukan aksi pengobatan di posko pengungsian Desa Sidondo 1, Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi, tiba-tiba seorang warga datang tergopoh-gopoh mengabarkan ada salah seorang warga yang sedang kritis. Mendengar itu, tim relawan langsung mendatangi lokasi tempat yang disebutkan tersebut. Terlihat seorang wanita parobaya tergeletak diteras rumah diatas kasur tipis dengan wajah pucat menahan sakit. Dari keterangan warga yang mengaku sebagai keluarganya, wanita ini bernama Fitriani Syam dan merupakan korban tsunami yang melanda Kota Palu pada hari Jumat (28/10) lalu. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh dr Mujaddid Abdi, maka diputuskan harus dibawa ke Rumah Sakit untuk melanjutkan penanganan secara intensif. Sambil menunggu datang ambulance yang akan membawa ke Rumah Sakit, wanita berusia 45 tahun ini menceritakan kisahnya 10 jam berjuang melawan tsunami. Fitriani Syam sendiri tidak manyangka hari Jumat itu akan menjadi hari yang panjang baginya, dimana sebelumnya dia hanya berniat akan menonton pembukaan acara Palu Nomoni di pantai Talise, Kota Palu. Namun disaat baru saja akan memarkir sepeda motor sekitar jam 18.00 wita, dirinya dikagetkan dengan terjadinya gempa yang menyebabkan dia bersama sepeda motor terjatuh. Belum lagi dapat bangkit, gempa kedua terjadi yang kemudian diikuti datangnya gelombang air yang besar. "Saya berusaha menggapai apa saja untuk bisa bernafas didalam gulungan air tersebut. Saya berhasil naik ke permukaan air. Namun datang lagi gelombang yang lebih besar, saya terlempar keatas pohon." tuturnya dengan suara yang putus-putus. Beberapa orang yang sebelumnya menjauh, mulai mendekat untuk ikut mendengar cerita Fitriani bagaimana dia berjuang dalam gelombang tsunami setinggi hampir 3 meter tersebut. "Setelah terlempar ke pohon, kemudian saya terjatuh lagi ke air. Saya kembali menggapai apa saja yang bisa untuk bertahan. Mulut saya sudah penuh dengan lumpur, bahkan untuk bernafas saja saya susah," sambungnya. Dari para ibu-ibu yang mendengar cerita Fitriani mulai terdengar suara isak yang tertahan dan suara-suara takbir yang lirih. "Saya tidak tahu berapa lama dalam air, sampai ada satu springbed yang masih berplastik berada di dekat saya, saya berusaha untuk naik keatasnya. Dan saya berhasil. Sampai sekitar pukul 4 pagi air mulai surut," sambungnya lagi. Setelah air mulai surut, Fitriani pun berusaha untuk turun dari kasur yang telah berperan sebagai pelampung tersebut, namun seluruh badannya tidak bisa digerakkan. "Selama diatas springbed itu saya terus-terusan istigfar sampai pagi. Namun ketika mau turun, badan saya tidak bisa lagi digerakkan. Saya berusaha minta tolong, sampai akhirnya ada 3 orang anak muda yang menyelamatkan dan membawa saya ke Pesantren Habib Salim," lanjutnya. Sebelum ada 3 orang pemuda itu, ada juga orang-orang termasuk ada anggota TNI yang melewati Fitriani, namun mereka tidak mendengar suaranya yang meminta tolong. "Disaat saya masih terbaring itu, saya berfikir saya sudah mati. Gelap gulita semua. Baru terdengar suara 'Ada yang masih hidup, ada yang masih?'. Saya langsung berusaha untuk teriak sekuat tenaga. Itulah 3 orang anak muda yang membawa saya ke pesantren," jelasnya. Sesampai di pesantren, ujian bagi Fitriani belum selesai, karena dirinya tidak mendapatkan pengobatan sama sekali. Sampai 3 hari kemudian keluarganya menjemput. Tidak Mendapatkan Pengobatan Sejak Kejadian Keluarga Fitriani Syam sendiri sebenarnya sudah pasrah atas nasib Fitriani, karena selama 3 hari mereka tidak mendapatkan kabar apa-apa pasca peristiwa gempa dan tsunami. Namun tidak disangka-sangka pada hari ketiga itu, ada orang menyebutkan keberadaan Fitriani di Pesantren, sehingga kemudian menjemputnya. "Sejak kami jemput sampai sekarang belum ada satupun dokter atau tenaga medis lain yang datang. Dan kami juga sudah melaporkan ke pihak puskesmas dan lain-lain, tidak ada tanggapan." ujar Citra (50 tahun) kakak dari Fitriani. "Makanya kami betul-betul berterima kasih sama tim RCI ini. Sebelumnya kami hanya mengobati dengan obat-obat kampung yang ternyata tidak ada pengaruhnya," sambung Citra. Ketua RCI, Ian Tanjung yang terlihat ikut terharu mendengar cerita kisah Fitriani dan dia hanya bisa berpesan agar selalu bersabar. "Istigfar itu salah satu penyelamat dan senjata kaum muslimin dalam memohon pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ibu Fitriani telah membuktikan itu," kata Ian Tanjung. Selanjutnya setelah datang mobil ambulance, Fitriani Syam pun dirujuk ke Rumah Sakit Kapal Republik Indonesia (KRI) Suharso milik TNI Angkatan Laut Indonesia.*bazm3 *Tulisan Relawan Riau Care Indonesia, Palu, 10 Oktober 2018



Untuk saran dan pemberian informasi kepada berazam.com, silakan kontak ke email: redaksi.berazam@gmail.com


Komentar Anda
Berita Terkait
 
 


About Us

Berazamcom, merupakan media cyber berkantor pusat di Kota Pekanbaru Provinsi Riau, Indonesia. Didirikan oleh kaum muda intelek yang memiliki gagasan, pemikiran dan integritas untuk demokrasi, dan pembangunan kualitas sumberdaya manusia. Kata berazam dikonotasikan dengan berniat, berkehendak, berkomitmen dan istiqomah dalam bersikap, berperilaku dan berperbuatan. Satu kata antara hati dengan mulut. Antara mulut dengan perilaku. Selengkapnya



Alamat Perusahaan

Alamat Redaksi

Perkantoran Grand Sudirman
Blok B-10 Pekanbaru Riau, Indonesia
  redaksi.berazam@gmail.com
  0761-3230
  www.berazam.com
Copyright © 2021 berazam.com - All Rights Reserved
Scroll to top