Ketika Media Penghasil Berita Bertarung dengan Hoaks
Kamis 29 November 2018, 18:34 WIB
Responden mencermati bahwa misinformasi juga ada dalam media penghasil berita.
Berazam-Kini, ternyata media sosial tak menjadi sumber utama orang-orang dalam mengakses berita. Konsumen mulai berpindah aplikasi percakapan.
“[Terjadi] penurunan unggahan dan berbagi berita di Facebook," demikian hasil jajak pendapat global Reuters Institute (Digital News Report 2018).
Sekitar setengah dari sampel jajak pendapat Reuters Institute itu di Malaysia (54%) dan Brasil (48%), atau sekitar sepertiga di Spanyol (36%) dan Turki (30%), tercatat menggunakan WhatsApp sebagai sarana mengakses berita.
Sebagian besar jajak pendapat itu dilakukan sebelum Facebook menghadapi kritik keras publik, misalnya soal algoritma yang memungkinkan berita-berita menyesatkan tersundul dan dibaca banyak pengguna.
Untuk mencari bahan awal berita, Facebook ataupun Twitter masih populer, tetapi diskusi lebih lanjut atas suatu berita terjadi di aplikasi seperti WhatsApp, khususnya grup WhatsApp.
Alasannya, ruang kebebasan dan privasi dari aplikasi perpesanan dirasa lebih baik daripada jaringan media sosial. Soal lain, diskusi yang berujung perdebatan cenderung lebih rentan jika dilakukan di Facebook ataupun Twitter karena terbuka. Pengguna merasa tidak nyaman atas situasi seperti itu.
Dari data global mengenai tren selera konsumen atas industri berita (lihat tabel di bawah), terlihat hanya WhatsApp yang performanya meyakinkan selama tiga tahun terakhir. Pada 2016, pengguna ada di kisaran angka 10 persen. Dua tahun sesudahnya kekuatannya tumbuh hingga 4 persen.
Laporan tersebut turut menggarisbawahi bahwa WhatsApp sendiri telah dibeli oleh Facebook pada 2014 seharga $19 miliar dalam bentuk tunai dan saham.
Media Dipercayai oleh Separuh Responden
Kepercayaan terhadap berita di media sosial ternyata kecil, hanya 23 persen. Berita yang dicari lewat mesin pencari lebih banyak dipercaya, yakni oleh 34%. Selanjutnya, hanya kurang dari separuh atau 44 persen orang yang percaya berita dari media secara keseluruhan. Namun, ada 51 persen yang percaya berita dari media yang sering digunakannya.
Misinformasi Merajalela? Media Harus Otokritik
Misinformasi tak hanya dibuat oleh produsen non-media. Masyarakat ternyata punya kesadaran bahwa misinformasi juga diproduksi oleh media jurnalistik. Jajak pendapat global Reuters Institute menemukan bahwa responden berita memperhatikan soal adanya “fakta diputar atau dipelintir untuk agenda tertentu” (59%).
Hal selanjutnya juga merupakan hal-hal yang berkelindan dengan praktik jurnalisme profesional: cerita/berita yang sepenuhnya dibuat untuk alasan politik atau komersial (58%), jurnalisme yang buruk (55%), serta iklan yang dibuat seperti berita (43%).
Jurnalisme Buruk Tak Hanya Ada di Media Online
Pada soal lain, misinformasi tidak melulu dikuasai oleh jagat online. Konsumen juga menangkap bahwa jurnalisme buruk mereka dapati pada berita offline.
Di Indonesia, perhatian soal kualitas jurnalisme juga disorot dalam survei dari Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Februari 2017 (PDF). Survei itu menunjukkan bahwa pengertian masyarakat soal hoaks mencakup hal-hal seperti “berita bohong yang disengaja” (90,30%), “berita yang menghasut” (61,60%), dan “berita yang tidak akurat” (59%).
Laporan Mastel juga menyatakan bahwa jaringan media sosial menjadi saluran utama penyebaran berita hoaks. Mengapa hal itu terjadi? Survei Mastel menyatakan bahwa hoaks menyebar karena menjadi “alat mempengaruhi opini publik” (40,60%). Alasan lain: karena “masyarakat senang berita heboh” (28,90%).
Misinformasi Tanggung Jawab Siapa?
Menurut hasil survei Mastel, beban tanggung jawab penanggulangan penyebaran hoaks ditimpakan kepada “diri sendiri” (85,20%). Artinya, responden melihat solusi penyebaran berita hoaks dalam kacamata konsumsi informasi individu, bukan masalah struktural.
Di sisi lain, pendekatan pemerintah pun masih terbatas dalam memahami lanskap misinformasi (PDF). Belum ada telaah terkait problem dari dampak jaringan media sosial dan bagaimana cara orang mengonsumsi berita. Juga soal bagaimana perusahaan media mencari jalan baru dalam menghasilkan uang.
Padahal, ada peran algoritma media sosial dan mesin pencari yang memungkinkan berita menyesatkan (misinformation) terkonsumsi. Seperti yang dialami oleh Facebook, yang pada bulan Januari 2018 telah menyesuaikan filter pada News Feed-nya.
Sementara itu, Digital News Report 2018menunjukkan 75 persen responden global berpendapat bahwa penerbit berita (publisher) dan 71 persen menunjuk pemilik platform teknologi media sosial adalah sosok yang paling bertanggung-jawab atas problem misinformasi. Ada pula 61 persen dari mereka yang menyatakan hal itu adalah urusan dan beban pemerintah.*
sumber: tirto.id
Untuk saran dan pemberian informasi kepada berazam.com, silakan kontak ke email: redaksi.berazam@gmail.com
Komentar Anda
Berita Terkait
Berita Pilihan
Rabu 15 Mei 2024
Edy Natar Nasution Kembali Berkomitmen Politik, Kembalikan Formulir Pendaftaran ke PAN Riau
Jumat 08 Maret 2024
Stikes Tengku Maharatu Wisuda Lagi 231 Sarjana Kesehatan dan Profesi Ners
Senin 22 Januari 2024
Letakan Batu Pertama, Stikes Tengku Maharatu Bangun Kampus Empat Lantai
Selasa 28 November 2023
Satu Jam Bersama Gubernur Riau Edy Natar : Mimpi Sang Visioner dan Agamis
Selasa 21 November 2023
Silaturahmi IKBR dengan Plt Gubri, Edy Nasution: Insha Allah Saya Maju
Minggu 01 Oktober 2023
Bravo 28 Usulkan Ganjar-Jokowi Pasangan Pilpres 2024
Rabu 27 September 2023
Hendry Ch Bangun Terpilih Jadi Ketua Umum PWI Pusat 2023-2028
Rabu 20 September 2023
Perginya Dosen Ramah, Humoris, dan Rendah Hati
Senin 18 September 2023
Wow! Ternyata Harga Kontrak Impor LNG Pertamina yang Disidik KPK Jauh lebih Murah dari Harga LNG Domestik
Senin 11 September 2023
Menkominfo Mau Pajaki Judi Online, Ini Kata CERI
Berita Terkini
Minggu 19 Mei 2024, 23:35 WIB
Silaturahmi dengan Masyarakat Lorong Pisang, Nazaruddin Nasir : Saya Maju karena Ingin Melihat Kampung Kita Maju
Minggu 19 Mei 2024, 16:51 WIB
PKKEI: Majelis Hakim Diharap Memahami dengan Benar Kasus LNG Terdakwa Karen Agustiawan Secara Utuh
Minggu 19 Mei 2024, 14:38 WIB
Ini Daftar Sahabat Pengadilan di Sidang Korupsi Mantan Dirut Karen Agustiawan
Minggu 19 Mei 2024, 11:42 WIB
3 Tahun Kepemimpinan Rektor: Sportivitas Persaudaraan Menuju UIN Suska Terbilang dan Gemilang
Sabtu 18 Mei 2024, 19:28 WIB
Ketua DPC PJS Kota Palembang Soroti Pembangunan Terminal Batubara Kramasan
Sabtu 18 Mei 2024, 18:10 WIB
Pernyataan Wan Abu Bakar Berpotensi Primordialisme, Tokoh Riau Edy Natar Nasution Angkat Bicara
Jumat 17 Mei 2024, 22:20 WIB
Dinkes Siak dan Apkesmi Gelar Webinar, Perkenalkan Program ILP
Jumat 17 Mei 2024, 10:57 WIB
Mahasiswa Hukum UIR Raih Best Speaker di Kontes Duta Wisata Riau 2024
Jumat 17 Mei 2024, 10:53 WIB
UIR Terima Bantuan Dana Pendidikan Sebesar Rp 70 Juta dari Bank Syariah Indonesia
Jumat 17 Mei 2024, 10:48 WIB
Viral! Beredar video Harimau Mati Tertabrak Mobil di Tol Permai, Ternyata Begini Faktanya